Liputan6.com, Jakarta Pemberdayaan penyandang disabilitas kebanyakan dilakukan dengan cara pelatihan. Misal, pelatihan menjahit, wirausaha, dan membuat kerajinan tangan.
Namun, pemberian pelatihan ini dirasa belum cukup mengingat tidak semua penyandang disabilitas suka dengan pelatihan. Hal ini disampaikan aktivis disabilitas Bandung, Handayani.
“Tidak semua disabilitas itu suka dengan yang namanya pelatihan termasuk pelatihan manajemen wirausaha karena tidak semua disabilitas juga bisa wirausaha,” ujarnya kepada redaksi kanal Disabilitas-Liputan6.com, Senin (1/4/2021).
Advertisement
“Maksud saya, manajemen di sini adalah manajemen diri. Ajak disabilitas untuk bisa mengatur dirinya sendiri nanti dia bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri,” tambahnya.
Perempuan yang akrab disapa Teh Yani ini memberikan contoh, pelatihan yang diberikan kepada difabel yang tidak memiliki keahlian dan keinginan di bidang yang diajarkan maka hasilnya tidak akan baik. Misal, down syndrome yang diberikan kesempatan berlatih di Dinas Sosial selama 8 bulan.
“Ternyata selama 8 bulan itu hanya jalan ke luar, belajar abjad, buat apa coba? Dana dari Dinas habis tapi tidak ada hasil untuk anak itu.”
Dalam hal ini, pemerintah atau pihak berwenang tidak dapat disalahkan begitu saja karena mereka bukan disabilitas. Namun, dengan kejadian seperti ini maka semua orang perlu bergerak. Dari pihak komunitas disabilitas pun harus bekerja sama dengan para petinggi agar program yang diberikan tidak salah sasaran, katanya.
Simak Video Berikut Ini
Contoh Lain Bantuan Salah Sasaran
Kasus bantuan yang salah sasaran sering ditemukan oleh Yani di lapangan. Misal, ketika ada bantuan mesin jahit yang diberikan kepada seorang difabel, padahal difabel tersebut tidak dapat menggunakannya.
Pada akhirnya, mesin jahit itu rusak karena tidak terpakai. Selain bantuan alat, salah sasaran juga sering terjadi pada sembako.
Jika sembako diberikan kepada disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) maka sembako itu tidak dapat langsung dimakan. Perlu ada proses mengolah dan memasak, tentunya ODGJ tidak dapat melakukan ini secara mandiri, pada akhirnya bantuan tersebut hanya diobrak-abrik dan tidak termakan.
“Biasanya kalau yang nggak tepat sasaran itu barang-barangnya suka dijual saja oleh beberapa difabel karena tidak sesuai dengan kebutuhannya.”
Sebelum memberi bantuan, maka harus dilihat dulu minat dan bakat difabelnya, kata Yani. “Jangan sampai kita yang nunjuk, nggak bisa gitu,” tutupnya.
Advertisement