MOST - UNESCO, Perwujudan Layanan Inklusif Disabilitas Berbasis Riset

Dalam mewujudkan kebijakan, program, dan layanan yang inklusif dan berkeadilan untuk penyandang disabilitas, diperlukan riset dan tata kelola informasi yang akuntabel.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Jul 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2022, 18:00 WIB
DAMRI Mataram Uji Coba Operasi Bus Disabilitas NTB Gemilang
DAMRI Mataram Uji Coba Operasi Bus Disabilitas NTB Gemilang (dok. DAMRI)

Liputan6.com, Jakarta Dalam mewujudkan kebijakan, program, dan layanan yang inklusif serta berkeadilan untuk penyandang disabilitas, diperlukan riset dan tata kelola informasi yang akuntabel.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 22,5 juta atau 5 persen dari total penduduk.

Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kompleksitas permasalahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan sejauh ini belum mampu mengubah stigma dan stereotype atas penyandang disabilitas.

Masih banyak tantangan yang mengakibatkan perlakuan diskriminatif yang dialami penyandang disabilitas yaitu terbatasnya kesempatan dan akses pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan kesejahteraan, bahkan hak perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan.

Sejumlah program dan layanan yang ada juga belum efektif menjangkau semua penyandang disabilitas dalam mengatasi kesulitan hidup, memitigasi risiko yang dihadapi, dan mendukung resiliensi jangka panjang.

Selain persoalan data penyandang disabilitas, masih minimnya bukti ilmiah untuk mendasari penyusunan kebijakan dan perancangan program yang tepat adalah salah satu faktor yang menyebabkan kebijakan dan program serta layanan penyandang disabilitas belum sepenuhnya inklusif, terpadu (lintas-sektor), dan memadai.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko menegaskan, BRIN memiliki fungsi untuk mendukung pembentukan kebijakan berbasis bukti.

“BRIN sebagai lembaga riset pemerintah juga memiliki fungsi untuk mendukung pembentukan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy),” kata Handoko mengutip keterangan pers Selasa (12/7/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pembentukan MOST-UNESCO

FOTO: Melihat Fasilitas untuk Penyandang Disabilitas di Stasiun Kereta
Penyandang disabilitas menjajal fasilitas di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Jumat (3/12/2021). KAI Commuter berupaya memperbaiki layanan perkeretaapian, termasuk meningkatkan aksesibilitas di kereta dan stasiun. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Fungsi ini dijalankan melalui Deputi Kebijakan Pembangunan, Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi serta Deputi Riset dan Inovasi Daerah.

“Termasuk dalam hal ini kebijakan terkait kesetaraan bagi disabilitas, dan memastikan bahwa disabilitas tidak menjadi kendala untuk mendapatkan hak dasar sebagai warga negara,” lanjutnya.

Melihat hal tersebut, dibentuk lah Komite Nasional Indonesia untuk Program Management of Social Transformation (MOST) – UNESCO. Ini adalah komite ilmu pengetahuan nasional intergovernmental yang berada di bawah koordinasi BRIN.

Komite ini memiliki visi bahwa riset merupakan dasar untuk mencapai kesetaraan, keadilan dan pengarusutamaan disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.

Menurut Handoko, penyelenggaraan kegiatan MOST UNESCO merupakan wujud konkrit dukungan dan perhatian BRIN pada penyandang disabilitas. BRIN juga memiliki prioritas program riset terkait disabilitas ini.

Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Program MOST-UNESCO, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, kegiatan ini membahas berbagai hal termasuk komitmen global Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dengan prinsip-prinsip universal.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

Ilustrasi Berujung pada Amputasi dan Disabilitas, Ini Alasan Luka pada Pasien Diabetes Melitus Jarang Disadari. Foto: Lara Jameson, Pexels.
Iliustrasi Berujung pada Amputasi dan Disabilitas, Ini Alasan Luka pada Pasien Diabetes Melitus Jarang Disadari. Foto: Lara Jameson, Pexels.

Di sisi lain, integrasi dan nilai inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau “No-one Left Behind” telah diturunkan dalam peraturan dan kebijakan. Tujuannya yakni mendorong semua elemen bangsa untuk kemajuan hak asasi manusia, termasuk upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Komitmen tersebut menurut Tri Nuke, terefleksi dengan perubahan paradigma dalam peraturan di tingkat nasional. Awalnya UU Nomor 4 Tahun 1997 lebih mengandalkan sisi sosial (charity) dan kesehatan. Ini telah bergeser dengan mengedepankan pendekatan nilai inklusif atas pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia.

Kini, UU Nomor 4 Tahun 1997 telah digantikan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut telah diikuti berbagai Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri, bahkan telah ada sekitar 20 persen peraturan daerah yang berperspektif disabilitas (Bappenas, 2021).

“Namun sampai saat ini, warga dengan disabilitas masih menghadapi berbagai masalah deprivasi, ketimpangan akses, ketidaksiapan layanan publik, dan diskriminasi dalam pembangunan dan bermasyarakat,” kata Tri Nuke.

Masih Perlu Data Komprehensif

Viral Aksi Diskriminasi Penyandang Disabilitas, Pengguna Kursi Roda Dilarang Masuk Area Stadion
Viral pengguna kursi roda dilarang masuk area stadion, pihak GBK minta maaf. (Unsplash/national cancer institute).

Tri Nuke menambahkan, masih diperlukan ketersediaan data yang komprehensif, diperbaharui, dan diterbitkan secara reguler.

Data terkini akan membantu riset menjadi lebih berkualitas dan pada akhirnya akan menghasilkan kebijakan berbasis bukti untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.

Diskusi isu strategis dan identifikasi berbagai masukan diperlukan sebagai dasar penyusunan kebijakan terkait peningkatan peran penyandang disabilitas yang setara dalam pembangunan.

Di sisi lain, komunikasi dan penguatan relasi jaringan antar mitra dan pemangku kepentingan juga perlu diwadahi.

Ini yang melatarbelakangi diadakannya Konferensi Nasional Penguatan Ekosistem Riset Untuk Kebijakan Inklusif Guna Peningkatan Pemenuhan Hak Dan Peran Penyandang Disabilitas Dalam Pembangunan.

Konferensi ini bertujuan untuk menyusun Roadmap Agenda Riset Nasional tentang Disabilitas 2023-2029. Juga memberikan masukkan kebijakan pada isu-isu penting bagi pemangku kepentingan.

“Konferensi ini mendiskusikan Riset dan Tata Kelola Data tentang Disabilitas untuk Kebijakan Inklusif di Indonesia,” lanjut Tri Nuke.

Selain itu lanjut Tri Nuke, konferensi ini juga mendiskusikan sejumlah isu strategis lainnya yakni:

-Pemenuhan Hak Pendidikan Secara Inklusif

-Pemenuhan Hak Atas Akses dan Pelayanan Kesehatan

-Peningkatan Hak Akses Ketenagakerjaan

-Peningkatan Perlindungan Sosial yang Inklusif

-Pemenuhan Hak Atas Keadilan

-Partisipasi Politik dan Hak Sipil lainnya

-Pengembangan Riset Teknologi Alat Bantu bagi Penyandang Disabilitas

-Pendanaan Riset Disabilitas sebagai Bagian dari Prioritas Riset Nasional.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya