Liputan6.com, Jakarta Anak disabilitas memiliki perbedaan dengan anak non difabel dalam berbagai aspek termasuk terkait cara belajar.
Untuk itu, para orangtua dituntut untuk kreatif dalam mengajarkan hal-hal baru pada anak spesialnya. Hal ini dirasakan oleh Isa Maisah (54). Ibu asal Malang, Jawa Timur harus memutar otak agar putrinya, Athaya Putri Nirwasita, bisa belajar melukis dengan nyaman.
Baca Juga
Athaya menyandang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Slow Learner Dyscalculia yang membuatnya membutuhkan bimbingan khusus dalam mempelajari sesuatu.
Advertisement
Perkembangan remaja kelahiran 6 Juli 2005 ini terus didukung oleh keluarga, salah satunya dengan memperkenalkannya pada berbagai kegiatan sejak kecil.
“Mulai kecil sudah saya perkenalkan berbagai kegiatan antara lain menggambar, mewarna, dan melukis dengan tujuan awal untuk melatih motorik halusnya,” kata Isa kepada Disabilitas Liputan6.com ditulis Selasa (13/9/2022).
“Saat kecil, yang saya perhatikan Athaya lebih gemar difoto dan fesyen akhirnya ikut-ikutan lomba di fesyen ternyata di luar perkiraan Athaya mendapatkan predikat juara selanjutnya terus menggeluti fesyen.”
Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Athaya sudah terlihat kurang berminat di dunia fesyen. Saat itulah Isa mencoba mengenalkan putri keduanya pada berbagai keterampilan lain, salah satunya seni lukis.
Awalnya, Athaya belum mampu menghasilkan karya. Namun, saat duduk di kelas 3 SMP atau menjelang lulus, karya-karyanya mulai terlihat mempunyai nilai artistik dan estetik.
Isa pun terus melatih putrinya dengan cara mengajak bermain warna sesukanya dan mengenalkan alat-alat dapur serta alat kebersihan yang ada di rumah sebagai alat lukis.
“Karena dia masih kesulitan membentuk apapun jika memakai kuas khusus untuk melukis. Yang terpikirkan saat itu alat apapun saya perkenalkan yang penting nyaman di tangannya.”
Berkunjung ke Pameran Lukis
Isa juga acap kali mengajak putrinya berkunjung ke pameran lukisan untuk menumbuhkan kreativitasnya.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mendukung perkembangan dan bakatnya ternyata membawa dampak positif.
“Membawa dampak positif, karya lukis abstraknya cenderung bercerita tentang masa lalunya, masa kecilnya.”
“Hasil pemeriksaan sebelumnya, Athaya dinyatakan short memory dengan posisi intelegensi borderline, tetapi dengan melukis justru memperlihatkan kemampuan daya ingatnya yang sangat bagus. Apa yang dialami yang menyenangkan hatinya kekuatan memorinya bisa melebihi yang lainnya.”
Isa bersyukur, kini di usia 17, Athaya bisa menghasilkan karya yang indah. Bakatnya pun berkembang seiring berjalannya waktu. Selain melukis di kanvas atau kertas, kini ia juga melukis di kain.
“Bersyukur sekali karya kain lukis Athaya semakin berkembang, sudah dipakai salah satu top desainer, juga sering mendapat undangan untuk mengikuti pameran-pameran. Beberapa kali melakukan peragaan busana dengan karyanya.”
Isa berharap sang anak ke depannya bisa semakin berkembang hingga bisa melibatkan teman-teman ABK untuk proses produksi produknya.
“Saat ini karya-karyanya berupa scraf, syal, hijab, bucket hat, sepatu, tas berikutnya akan membuat baju-baju yang modis, semoga dilancarkan,” katanya.
Advertisement
Harus Bersyukur
Menjadi orangtua dari anak berkebutuhan khusus merupakan tantangan yang besar bagi setiap orangtua termasuk Isa.
Meski begitu, ia tetap menghadapi berbagai rintangan dengan rasa syukur dan sabar.
“Yang pasti harus bersyukur, nrimo (menerima), dan sabar. Sabar menerima pandangan orang lain yang hanya melihat sebelah mata.”
“Bersyukur, dari Athaya belajar banyak hal tentang kesabaran, ketulusan hati, empati dan lain-lain.”
Ia pun berharap agar putrinya bisa tumbuh menjadi anak yang mandiri dan bermanfaat bagi sesama.
“Harapannya Athaya tumbuh jadi anak mandiri penuh percaya diri, mampu memberdayakan diri sendiri, bisa bermanfaat bagi sesama dan taat pada Allah SWT.”
Isa pun berkisah soal cerita kelahiran dan disabilitas Athaya. Menurutnya, gejala awal yang terlihat adalah keterlambatan kemampuan bicara atau speech delay.
“Deteksi awal speech delay, kurang fokus dan impulsif, suka asyik dengan diri sendiri, dan sering menginterupsi.”
Di Masa Kehamilan
Sedangkan, di masa kehamilan Isa mengatakan tak ada masalah apapun.
“Tidak ada (masalah) semuanya baik-baik saja, pemeriksaan selama kehamilan bagus tidak ada yang bermasalah.”
“Memang pada saat kehamilan saya cenderung makan ikan laut yang mengandung omega 3 seperti salmon, tuna, tiram, udang dan lain-lain. Kemungkinan besar dari salah satu ikan tersebut ada yang mengandung merkuri tinggi.”
Melihat ada perbedaan pada putrinya, konsultasi ke beberapa dokter dan pencarian informasi ke berbagai sumber pun dilakukan. Mengingat, kosa kata yang diucapkan Athaya tidak ada perkembangan signifikan.
“Atas rekomendasi teman diberikan 1 nama dokter untuk Athaya lalu dilakukan observasi dan disarankan untuk langkah awal mengatasi speech delay dengang speech therapy, berlanjut pemeriksaan medis ke Surabaya seminggu sekali selama 1 tahun.”
Isa juga sempat membawa Athaya untuk pemeriksaan lab dengan sampel rambut guna mengetahui kadar logam berat pada tubuh.
Selain terapi wicara, berbagai terapi lain pun dilakukan. Seperti terapi okupasi, kognitif dan lain-lain. Semua terapi dilakukan hingga sekitar 9 tahun.
“Seiring waktu dengan berbagai usaha dan perjuangan untuk mengatasinya, Alhamdulilah banyak mengalami kemajuan tapi masih ada yang belum maksimal pada motorik halusnya, keseimbangannya, dan kesulitan belajarnya terlebih yang berhubungan dengan angka atau diskalkulia.”
Guna mengajarkannya bersosialisasi, Isa selalu mengajak Athaya untuk ikut mendampingi kakaknya berkegiatan. Di setiap kegiatan ia bisa bertemu banyak orang.
Advertisement