Liputan6.com, Jakarta Kelompok Kerja (Pokja) Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia (P5HAM) bagi Penyandang Disabilitas Mental (PDM) sudah dibentuk tahun lalu.
Tahun ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meluncurkan peta jalan untuk pokja tersebut.
Baca Juga
Peluncuran peta jalan P5HAM bagi PDM mendapat apresiasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Advertisement
Menurut Menteri PPPA Bintang Puspayoga, peta jalan dapat mendukung implementasi program kerja P5HAM bagi PDM secara nyata dengan lebih optimal dan sistematis. Serta berguna untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dialami PDM.
“Khususnya perempuan dan anak (yang menyandang disabilitas mental) agar dapat hidup secara inklusif di masyarakat,” kata Bintang dalam keterangan pers ditulis, Selasa (13/12/2022).
Seperti P5HAM bagi PDM, peta jalan ini juga diluncurkan berdekatan dengan dua momen penting. Yakni Hari Hak Asasi Manusia (HAM) ke-74 yang jatuh pada 10 Desember dan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember.
“Ayo kita dukung kebebasan hak asasi manusia. Karena setiap manusia itu dilahirkan merdeka, memiliki hak dan martabat yang sama. Jadi setop penindasan dan merampas hak dengan sewenang-wenang,” seru Bintang.
Pokja P5HAM sendiri dibentuk pada 13 Desember 2021 berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.HA.04.02 Tahun 2021 tentang P5HAM bagi PDM. Pokja ini berfungsi memenuhi hak para penyandang disabilitas mental.
Konvensi Hak Penyandang Disabilitas
Bintang pun menuturkan bahwa negara Indonesia berkomitmen penuh dalam memastikan terpenuhinya HAM bagi penyandang disabilitas mental. Salah satu caranya dengan meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.
Konvensi tersebut memandang posisi penyandang disabilitas sebagai manusia yang memiliki harkat, martabat, dan nilai kemanusiaan. Mereka harus mendapatkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak serta kesejahteraan.
Konvensi Hak Penyandang DIsabilitas dinilai penting lantaran para difabel rentan mengalami kekerasan dan pelecehan.
Mengutip data dari Catatan Tahunan (CATAHU) pada 2021 milik Komnas Perempuan, angka kekerasan terhadap penyandang disabilitas pada 2020 tercatat sebanyak 77 kasus. Di mana 42 persen di antaranya merupakan bentuk kekerasan seksual.
“Hal tersebut harus menjadi perhatian bersama mengingat 14,2 persen atau 30,38 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas yang keberadaannya sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) pun turut mendukung keberhasilan pembangunan berkelanjutan Indonesia.”
Advertisement
Perlindungan Khusus bagi Perempuan Penyandang Disabilitas
KemenPPPA memiliki tugas, fungsi koordinasi, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Maka dari itu, kementerian ini memiliki andil dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing. Salah satunya dengan melakukan Penyusunan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas atau Peta Jalan Perlindungan Perempuan Penyandang Disabilitas.
Rencana aksi nasional ini disusun untuk menggambarkan kondisi perempuan disabilitas di Indonesia.
Lebih lanjut, dalam peta jalan P5HAM bagi PDM, khususnya bagi anak penyandang disabilitas, KemenPPPA dapat menjalankan mandat evaluasi pelaksanaan dengan cara:
- Membangun mekanisme penerimaan layanan panti
- Memastikan tidak adanya praktik pengurungan atau kekerasan lainnya terhadap disabilitas
- Melakukan penindakan dan rehabilitasi terhadap penyandang disabilitas korban tindak kekerasan.
“Mendukung tujuan tersebut, KemenPPPA telah menginisiasi penyusunan pedoman Lembaga Penyedia Layanan Ramah Anak bagi Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus.”
Pedoman tersebut berfungsi sebagai media untuk melakukan evaluasi dan pemantauan lembaga-lembaga penyelenggara perlindungan anak. Contohnya panti, agar memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ramah terhadap anak.
Kerap Mendapat Stigma
Dalam keterangan yang sama, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Mualimin Abdi menjelaskan bahwa PDM merupakan salah satu bagian kelompok masyarakat rentan (vulnerable groups) yang selama ini kerap mendapat stigma.
“Kurangnya pemahaman masyarakat dan lemahnya dukungan keluarga terhadap PDM membuat PDM sulit dan tidak dapat memperoleh penanganan yang baik dan sesuai dengan standar pelayanan bagi PDM,” ucapnya.
“Dengan adanya kelompok kerja ini, diharapkan pengimplementasian P5HAM bagi PDM yang bersifat multi-sektoral dapat lebih mengoptimalkan kerja nyata secara sistematis untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh PDM dan agar dapat hidup secara inklusif di masyarakat,” jelas Mualimin.
Advertisement