Liputan6.com, Jakarta Penyakit campak bisa menyebabkan penderitanya mengalami komplikasi kesehatan, khususnya bagi anak dengan gizi buruk. Dampak buruknya, anak-anak yang terinfeksi bisa mengalami gangguan susunan saraf pusat yang mengakibatkan disabilitas hingga kematian.
Seperti disampaikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis RS Pondok Indah Prof Hinky Hindra Irawan Satari, pada anak-anak yang mengalami campak perlu dilakukan pemantauan hingga 7-10 tahun ke depan untuk mencegah dampak jangka panjang akibat virus.
Baca Juga
"Anak yang terkena campak, beberapa diantaranya dapat menderita Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) atau radang otak yang sub akut dan menggerogoti susunan saraf pusat," jelasnya, Jumat (27/1/2023).
Advertisement
Anak yang mengalami SSPE ini, lanjutnya, akan mengalami kesulitan berjalan, berlari, daya ingat dan intelegensia menurun. Ia juga bisa mengalami kejang atau karena kaki kaku dan ototnya mengecil sehingga kesulitan beraktivitas. Kondisi ini biasanya akan berakhir pada kematian.
Untuk itu, Prof Hinky mengingatkan pada orangtua untuk mengimunisasi anaknya sebab hingga kini belum ada obat untuk mengobati campak.
"Belum ada pengobatan untuk penyakit campak, namun penyakit ini dapat dicegah. Vaksinasi adalah pencegahan terbaik untuk penyakit ini," jelasnya.
Menurutnya, imunisasi campak (MR) diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan anak kelas 1 SD/sederajat tanpa dipungut biaya.
Selama pandemi COVID-19, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi turun drastis sehingga terjadi kesenjangan imunitas. Bila kesenjangan imunitas ini tidak segera dikejar maka akan terjadi peningkatan kasus dan kejadian luar biasa (KLB) yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi.
Â
Penururan Imunisasi Campak Akibat COVID-19
Kementerian Kesehatan mencatat, dampak dari penurunan cakupan imunisasi dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), dan terjadinya KLB PD3I seperti campak, rubela dan difteri di beberapa wilayah.
Ada sekitar lebih dari 1,7 juta bayi di Indonesia yang belum mendapatkan imunisasi dasar selama periode 2019-2021. Dari jumlah tersebut, ada lebih dari 600 ribu atau sekitar 37,5% bayi berasal dari wilayah Jawa dan Bali.
Untuk mengejar cakupan imunisasi yang rendah, Kementerian Kesehatan telah menggelar Bulan Imunisasi Anak Nasional yang berlangsung dua tahap. Tahap I telah dilaksanakan sejak 18 Mei 2022 di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Vaksin yang diberikan berupa imunisasi campak rubela untuk usia 9 sampai 15 tahun, serta imunisasi kejar untuk anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Sementara tahap II dilaksanakan mulai saat ini di seluruh wilayah Jawa dan Bali. Vaksin yang diberikan adalah vaksin campak rubella yang menyasar usia 9 sampai 59 bulan, dan imunisasi kejar pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Â
Advertisement
Gejala Campak
Â
Â
Secara umum, gejala campak dapat berupa demam, batuk pilek, mata berair, lalu disertai timbulnya bintik-bintik kemerahan di kulit. Biasanya muncul 2 sampai 4 hari setelah dari gejala awal.
Campak ini disebabkan oleh virus campak dan penularannya melalui droplet, percikan ludah saat batuk, bersin, bicara, atau bisa melalui cairan hidung. Dan campak ini salah satu penyakit yang sangat menular.
Pencegahan campak hanya bisa diperoleh dari imunisasi sehingga imunisasi sesuai jadwalnya harus dilakukan supaya anak-anak terhindar dari campak. Keadaan di Indonesia 2 tahun terakhir atau hampir 3 tahun sejak terdampak dari pandemi COVID-19 membuat implikasi yang tidak baik terhadap cakupan imunisasi.
Â