Setara Institut: 3 Hal Penting dalam Pemenuhan Hak Bagi Teman Tuli di Indonesia

Semua warga negara memiliki hak asasi untuk mendapatkan keadilan sosial. Namun sayangnya, hal ini belum sepenuhnya terwujud di tengah masyarakat, terutama bagi para penyandang disabilitas.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 04 Jun 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2024, 16:00 WIB
acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Acara diskusi oleh FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia membahas mengenai “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” pada Rabu, 29 Mei 2024.

Liputan6.com, Jakarta Semua warga negara memiliki hak asasi untuk mendapatkan keadilan sosial, baik dalam kesetaraan, kesejahteraan, dan perlindungan. Sayangnya, hal ini belum sepenuhnya terwujud di tengah masyarakat, terutama bagi para penyandang disabilitas Tuli.

Terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas, Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute menyampaikan Laporan Indeks Hak Asasi Manusia 2023.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa sejumlah variabel seperti Hak Sipil termasuk hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan kebebasan berekspresi ataupun berpendapat, serta Hak Sosial antara lain hak atas kesehatan dan pendidikan, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini disampaikan Halili dalam acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia yang membahas mengenai “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Tantangan ini secara nyata dirasakan teman-teman penyandang disabilitas, mereka kerap mengalami diskriminasi, ketidakadilan, hingga keterbatasan dalam berekspresi, mendapatkan akses informasi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya," ungkap Halili.

Sebagai contoh dari hak asasi yang tidak terpenuhi ini adalah banyaknya terjadi diskriminasi gender pada penyandang disabilitas perempuan.

Komnas Perempuan melaporkan di 2023 terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas dan 33 diantaranya dialami penyandang disabilitas sensorik termasuk perempuan Tuli.

Dalam pemenuhan hak asasi terutama bagi perempuan Tuli, Halili menyebutkan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian dari semua orang.

"Tiga hal penting yang bisa dilakukan yaitu Head, Heart, dan Hand. Tiga hal itu kita harus merasakan bersama-sama baik pemerintah maupun masyarakat."

 

Head, Heart, dan Hand untuk Mendorong Pemenuhan Hak Bagi Perempuan Tuli

acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Acara diskusi oleh FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia membahas mengenai “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Jadi kita punya problem di Head, pertama perbaiki kepala kita, bagaimana kita mengisi pengetahuan mengenai wawasan soal disabilitas," jelas Halili.

Selanjutnya Heart atau hati. Selain kepala, hati juga ada masalahnya, maka dari itu halili menyebutkan agar jaga dan bersihkan hati dari hal-hal negatif.

"Kita punya problem di heart juga, kita punya persoalan di sekitar kita secara sosial, misalnya stereotip dan stigma negatif di masyarakat mengenai orang dengan disabilitas, nah itu soal hati," ujarnya.

Kemudian Halili menjelaskan tentang Hand yang merupakan bentuk nyata dari tindakan bermanfaat untuk penyandang disabilitas.

"Baru setelah itu kita punya hal-hal yang lebih baik itu tuangkan kedalam aksi nyata, Hand, dengan mengambil tindakan."

Permasalahan dalam Pemenuhan Hak Bagi Perempuan Tuli

acara diskusi yang digelar FeminisThemis dan Unilever Indonesia pada Rabu, 29 Mei 2024.
Acara diskusi oleh FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas RI, dan Unilever Indonesia membahas mengenai “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” pada Rabu, 29 Mei 2024.

Sebagai perempuan Tuli yang aktif memberikan advokasi dan edukasi mengenai isu-isu gender, Nissi selaku Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis berbagi pandangannya mengenai permasalahan dalam pemenuhan hak bagi perempuan Tuli.

”Beberapa tantangan yang masih dihadapi teman-teman perempuan Tuli antara lain adalah tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat sehingga mereka jadi terbatas untuk berkomunikasi/berekspresi, mengakses informasi, layanan, hingga keadilan.

Selain itu, Nissi menambahkan mereka juga memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi.

Bahkan, ada pula kecenderungan victim blaming dimana banyak masyarakat masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual sehingga membuat penyintas lainnya memilih untuk diam.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya