Liputan6.com, Jakarta - Lingkungan yang mudah diakses menjadi impian setiap penyandang disabilitas termasuk yang menduduki Kota Kembang, Bandung.
Di kota ini, para penyandang disabilitas melihat adanya kesulitan dalam mengakses berbagai fasilitas yang ada. Hal ini melatarbelakangi kelompok disabilitas dan para mahasiswa untuk membentuk perkumpulan inklusif bernama Bandung Independent Living Center (BILiC).
Baca Juga
Didirikan pada 21 Agustus 2003, BILiC mendapatkan izin operasional pertama kali dari notaris Bandung No. 12 pada 14 April Tahun 2005 dengan nama Yayasan Hidup Independen.
Advertisement
Pergerakan BILiC secara legalitas berganti menjadi Yayasan Muara Hati dengan pertimbangan saran dari notaris nama yayasan harus menggunakan bahasa Indonesia.
Menurut Direktur BILiC, Zulhamka Julianto Kadir, BILiC adalah organisasi disabilitas non pemerintahan yang memiliki konsep dasar pergerakan independent living atau kemandirian bagi disabilitas.
“Berdasarkan filosofi, disabilitas dianggap profesional dalam hal kedisabilitasannya, disabilitas mengetahui dan memahami kebutuhannya. Maka disabilitas memiliki hak untuk menentukan dirinya sendiri,” kata Zulhamka kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan tertulis dikutip Minggu, 16 Juni 2024.
Pria yang akrab disapa Anto menambahkan, BILiC bergerak di bidang advokasi dan pelayanan bagi disabilitas di Indonesia.
Adapun visi BILiC adalah “Masyarakat Indonesia yang inklusif, sejahtera dalam kesetaraan dan berkeadilan.”
Sementara misi BILiC adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas dengan:
- Menjadikan filosofi Independent Living sebagai dasar penguatan disabilitas untuk meningkatkan partisipasinya dan memperoleh kesetaraan di masyarakat.
- Membantu pemenuhan kebutuhan mereka sesuai dengan amanat undang-undang berlaku.
- Mengajak masyarakat luas memahami semua hak disabilitas.
Program BILiC
Anto juga menjelaskan soal program utama BILiC yang meliputi:
Peer Support
Peer support adalah layanan konseling yang bisa membantu para disabilitas untuk belajar mengungkapkan kebutuhannya, masalahnya. Dan mengekspresikan dirinya sehingga dengan sendirinya para disabilitas akan terbiasa untuk dapat menyuarakan pendapatnya.
Para penyandang disabilitas dapat membangun kepercayaan diri, mendapatkan motivasi dan semangat hidup bahwa mereka tidak sendiri.
Dalam program ini, disediakan pula layanan konseling untuk penguatan antar penyandang disabilitas.
Advertisement
Asisten Kemandirian
Program kedua adalah Asisten Kemandirian atau disingkat AK. Ini adalah layanan pendampingan kepada difabel untuk membantu kegiatan sehari-hari. Anggota non disabilitas diberikan bekal pemahaman tentang konsep disabilitas, cara berinteraksi, pengenalan alat bantu dan cara menolong atau membantu dan mendampingi disabilitas.
Layanan asisten kemandirian ini terbagi untuk 3 pendampingan yaitu penuh waktu, paruh waktu dan acara tertentu.
Setiap layanan asisten kemandirian disabilitas BILiC akan melakukan proses profiling, klasifikasi dan kategori disabilitas agar tepat sasaran sesuai kebutuhan.
“BILiC kedepannya ingin menjadi sumber Asisten kemandirian bagi para disabilitas yang memerlukan dan difasilitasi negara untuk pembiayaan asisten kemandirian,” kata Anto.
“Namun karena saat ini regulasi pemerintah belum menerapkannya, maka saat ini program Asisten Kemandirian dijalankan dengan menjaring dari kalangan mahasiswa, orangtua disabilitas, komunitas-komunitas yang bersedia (volunteer/sukarela) untuk pendampingan disabilitas di kegiatan BILiC atau pendampingan disabilitas,” tambahnya.
Advokasi dan Paralegal
Tak henti di situ, BILiC juga menyediakan layanan advokasi dan paralegal. Ini adalah layanan untuk mendorong penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas Indonesia pada umumnya.
Pergerakan advokasi BILiC bukan hanya tertuju kepada pemerintah untuk bisa turut andil dalam pelibatan, pembuatan dan implementasi kebijakan terkait disabilitas. Namun, BILiC mengupayakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keberadaan dan kebutuhan disabilitas, papar Anto.
Advertisement