3 Tantangan Perempuan Tuli untuk Mendapatkan Keadilan Gender

Perempuan Tuli masih mendapatkan banyak tantangan dalam mendapatkan keadilan gender. Termasuk soal pengetahuan dan akses informasi yang terbatas soal hak kesehatan seksual.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 17 Okt 2024, 14:34 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2024, 14:21 WIB
Tiga tantangan utama perempuan Tuli untuk mendapatkan keadilan gender. (Dok Istimewa)
Tiga tantangan utama perempuan Tuli untuk mendapatkan keadilan gender. (Dok Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Komunitas yang menyuarakan kesetaraan gender bagi perempuan Tuli, FeminisThemis, bersama Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia dan Unilever Indonesia menjalankan program FeminisThemis Academy 2024.

Lewat program ini, lebih dari 150 teman Tuli mendapatkan edukasi tentang hak perempuan Tuli untuk hidup lebih aman, adil, dan setara melalui pengetahuan tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi.

Kegiatan ini diikuti pula oleh peserta laki-laki Tuli, mencerminkan kebutuhan yang setara untuk memahami materi.

Dari kegiatan workshop yang dilakukan di Bandung, Yogyakarta dan Malang, FeminisThemis menemukan banyak insight menarik dari peserta seputar tantangan yang dihadapi perempuan Tuli untuk mendapatkan keadilan gender. Hal ini disampaikan Nissi Taruli Felicia Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis.

Tiga tantangan utama perempuan Tuli untuk mendapatkan keadilan gender yakni:

1. Tidak terpenuhinya hak bahasa isyarat

Bahasa Isyarat belum diajarkan sejak dini di ruang lingkup keluarga, terutama di tengah keluarga Dengar. Bahkan di kebanyakan Sekolah Luar Biasa, anak Tuli masih diajarkan untuk membaca bibir dan didorong untuk belajar layaknya orang yang bisa mendengar.

"Akhirnya, banyak perempuan Tuli tidak menguasai Bahasa Isyarat, yang seharusnya menjadi hak mereka untuk dapat berkomunikasi maupun mendapatkan informasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya," kata Nissi.

2. Keterbatasan Pengetahuan dan Akses Informasi

Pengetahuan dan akses informasi terutama yang bersifat pribadi mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi masih terbatas.  Hal ini lantaran mayoritas masyarakat belum memahami dunia Tuli dan Bahasa Isyarat, sehingga tidak bisa memberikan akses komunikasi dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan perempuan Tuli.

Selain itu, materi edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi, bahkan di sekolah dengar sekalipun, masih terbilang minim.

"Yang diajarkan baru sebatas materi biologi, misalnya tentang organ tubuh dan pembuahan. Topik penting seperti kebersihan organ reproduksi, hak tubuh, pencegahan dan dampak aktivitas seksual, masih dianggap tabu," lanjut Nissi.

 

3. Kecenderungan Victim Blaming

Pengetahuan yang minim mengenai hak tubuh membuat banyak masyarakat, bahkan di antara individu Tuli sekalipun, masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual.

 

Berbagi Pengetahuan tentang Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Sejalan dengan temuan tiga tantangan tersebut, program ”FeminisThemis Academy 2024” berbagi pengetahuan berdasarkan enam pilar yakni

  1. Pengenalan sistem reproduksi dan anatomi tubuh
  2. Pemahaman mengenai pubertas
  3. Edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi
  4. Hak persetujuan dan batasan tubuh (consent)
  5. Risiko di dunia digital, hingga
  6. Pertolongan pertama secara psikologis untuk memulihkan trauma yang mungkin dirasakan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya