Liputan6.com, Jakarta Tuli, kondisi kehilangan pendengaran sebagian atau seluruhnya, ternyata bisa disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Bukan hanya faktor usia atau paparan suara keras, penyakit infeksi, gangguan autoimun, dan bahkan penyakit kronis lainnya juga dapat menjadi penyebabnya.
Mulai dari infeksi virus seperti gondongan, campak, hingga masalah serius seperti meningitis bakteri, semua berpotensi menyebabkan kerusakan pada telinga bagian dalam dan saraf pendengaran, yang berujung pada tuli. Bahkan, penyakit kronis seperti diabetes yang tidak terkontrol pun dapat merusak pembuluh darah di telinga, mengganggu fungsi pendengaran.
Advertisement
Baca Juga
Pemahaman mengenai berbagai penyakit penyebab tuli sangat penting untuk pencegahan dini. Dengan mengetahui faktor risikonya, kita dapat melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, seperti vaksinasi lengkap untuk anak-anak, menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan, dan menghindari paparan suara keras berlebih.
Advertisement
Penyakit Penyebab Tuli
Berbagai penyakit dapat menyebabkan tuli, baik secara tiba-tiba maupun bertahap. Infeksi, baik virus maupun bakteri, menjadi salah satu penyebab utama. Beberapa virus seperti gondongan, campak, rubela, dan meningitis dapat merusak sel-sel rambut di telinga bagian dalam atau jalur saraf pendengaran.
Infeksi bakteri, seperti meningitis bakteri dan penyakit Lyme, juga dapat menyebabkan tuli. Selain infeksi, kondisi medis lain seperti otosklerosis (pertumbuhan tulang abnormal di telinga tengah), penyakit autoimun, diabetes melitus yang tidak terkontrol, gagal ginjal kronis, dan aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) dapat merusak struktur telinga dan menyebabkan gangguan pendengaran.
Trauma kepala, tumor otak, serta paparan suara keras juga termasuk faktor penyebab tuli. Bahkan, beberapa obat-obatan tertentu (ototoksik) jika dikonsumsi dalam jangka panjang atau dosis tinggi dapat merusak sel rambut di telinga bagian dalam. Riwayat keluarga dengan tuli, usia lanjut, dan paparan zat kimia industri juga meningkatkan risiko.
Advertisement
Gejala yang Menyertai Tuli
Gejala tuli bervariasi tergantung penyebabnya. Beberapa gejala umum meliputi penurunan kemampuan mendengar, kesulitan memahami percakapan, terutama di tempat ramai, sering meminta orang lain mengulang pembicaraan, dan merasa suara terdengar sayup-sayup.
Selain itu, beberapa penyakit penyebab tuli juga disertai gejala lain. Misalnya, gondongan ditandai dengan pembengkakan kelenjar parotis di bawah telinga, sementara meningitis dapat disertai demam tinggi, sakit kepala, dan kaku leher. Penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut.
Gejala lainnya yang mungkin menyertai tuli termasuk tinnitus (berdenging di telinga), vertigo (pusing), dan gangguan keseimbangan. Jika Anda mengalami penurunan pendengaran disertai gejala-gejala tambahan, segera konsultasikan dengan dokter THT untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.
Cara Menghindari Penyakit Penyebab Tuli
Pencegahan tuli dimulai dengan menjaga kesehatan secara keseluruhan dan menghindari faktor-faktor risiko. Vaksinasi lengkap untuk anak-anak sangat penting untuk mencegah infeksi virus seperti gondongan, campak, dan rubela yang dapat menyebabkan tuli.
Hindari paparan suara keras secara berlebihan, baik di lingkungan kerja maupun di waktu luang. Gunakan pelindung telinga jika bekerja di lingkungan bising. Jaga kesehatan telinga dengan membersihkannya secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter jika mengalami infeksi telinga.
Kontrol penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi secara teratur. Konsumsi makanan sehat, olahraga teratur, dan hindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan. Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan tuli, konsultasikan dengan dokter untuk skrining dan pencegahan dini.
Advertisement
Cara Mengobati Tuli
Pengobatan tuli bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Jika disebabkan oleh infeksi, pengobatan antibiotik atau antivirus mungkin diperlukan. Untuk otosklerosis, operasi mungkin menjadi pilihan pengobatan.
Pada kasus tuli akibat paparan suara keras atau kerusakan saraf pendengaran, alat bantu dengar atau implan koklea dapat membantu meningkatkan kemampuan mendengar. Terapi wicara dan rehabilitasi pendengaran juga dapat membantu penderita tuli beradaptasi dengan kondisi mereka.
"Biasanya kalau sudah sensorineural hearing loss itu dia jangka panjang, dia enggak bisa dengar lagi, permanen," kata Denta kepada Disabilitas Liputan6.com saat temu media bersama MSD Indonesia di Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025). Pengobatan yang tepat dan penanganan dini sangat penting untuk meminimalkan dampak tuli dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Faktor Risiko Tambahan dan Informasi Penting
Selain penyakit-penyakit yang telah disebutkan, beberapa faktor lain juga dapat meningkatkan risiko tuli. Berikut beberapa di antaranya:
- Penggunaan obat ototoksik (misalnya, neomycin, gentamicin)
- Usia lanjut (presbycusis)
- Paparan zat kimia industri (misalnya, toluena, stirena)
- Sumbatan kotoran telinga (serumen)
Penting untuk diingat bahwa ini bukanlah daftar yang lengkap, dan banyak faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap tuli. Jika Anda mengalami kehilangan pendengaran, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan penyebabnya dan mendapatkan perawatan yang tepat.
Advertisement
