Susan Budihardjo, Soal Desainer Berkualitas & Couturier Indonesia

Kepada Liputan6.com, Susan Budihardjo mengutarakan kriterianya tentang desainer berkualitas dan pandangannya tentang couturier Indonesia.

oleh Bio In God Bless diperbarui 14 Nov 2014, 08:35 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2014, 08:35 WIB
Wawancara Susan Budihardjo 1114 7

Liputan6.com, Jakarta Berlokasi di kawasan Central Cikini Building, Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo berada di jejeran bangunan-bangunan lain yang tampak bergaya tempo dulu bagian luarnya. Di tempat inilah beberapa nama desainer besar Indonesia dilahirkan.

Jelas ada kerja keras desainer itu sendiri hingga bisa berjaya di dunia fesyen Indonesia. Tapi nama-nama seperti Sebastian Gunawan, Chenny Han, Sofie, Denny Wirawan, dan lain sebagainya tentu juga tak bisa begitu saja dilepaskan dari almamaternya, LPTB Susan Budihardjo.

Memasuki pintu sekolah, suasana moderen segera menggantikan feel lampau dari bagian luar bangunan. Suasana ruang di sana mirip sebuah lounge eksklusif. Lantai, sofa model minimalis, dan langit-langitnya berwarna hitam pekat. Lampu-lampu temaram berbaris menerangi ruangan. Di depan sebuah dinding foto besar yang menampilkan pose seorang model fesyen terdapat ruangan berdinding kaca.

Di ruang itulah Susan Budihardjo bercerita panjang-lebar kepada Liputan6.com, Selasa (14/10/2014), tentang sekolah yang didirikannya pada tahun 1980 itu. “Saya ingin siswa-siswi sekolah ini menjadi diri mereka sendiri saat menjadi desainer. Seorang desainer perlu memiliki karakternya sendiri,” ungkap Susan.

Menurut desainer yang menempuh pendidikan fesyen di ASRIDE (kini bernama ISWI) dan di Jerman dan Inggris itu, memiliki karakter yang kuat merupakan hal penting dalam membangun karir sebagai seorang desainer, selain juga harus selalu up to date tentang kondisi fesyen di sekitarnya. Jika kini dirinya mindful kala bicara tentang bagaimana seharusnya berkiprah sebagai desainer, siapa kira bahwa alasannya mendirikan sekolah mode tidak `seberat` itu.

“Saat bersekolah di luar negri, saya memutuskan bahwa saya harus kembali ke Indonesia untuk jadi desainer fesyen dan membuka sekolah fesyen. Terus terang keinginan membuat sekolah fesyen hanya dilatarbelakangi oleh kesulitan yang saya hadapi saat dulu mencari sekolah fesyen di Indonesia. Tak ada pemikiran saat itu untuk membuat sekolah fesyen dengan tujuan membangun dunia fesyen Indonesia,” kenangnya.

Desainer Berkualitas di Mata Susan Budihardjo

Desainer Berkualitas di Mata Susan Budihardjo

Relasi Susan Budihardjo dengan dunia fesyen memang tidak ringkas terjalin. Cita-cita pertamanya adalah menjadi seorang arsitek. Katanya, orangtua-orangtua zaman dulu belum memandang profesi desainer fesyen sebagai sesuatu yang terpandang. Maklum, dunia fesyen saat itu belum `ada` di Indonesia.

Setahun berkuliah di bidang arsitektur, Susan merasa bidang itu bukan dunianya. Berhenti kuliah di tengah jalan juga dialaminya saat mempelajari musik. Pintu menuju dunia fesyen terbentuk saat menyadari bahwa dirinya selalu ingin berpenampilan beda dalam menghadiri acara-acara saat remaja. Keinginan tampil beda itu mendorongnya untuk mendesain baju sendiri.

Teman-teman Susan yang melihat baju-baju hasil rancangannya itu ternyata suka dan memintanya untuk membuatkan mereka baju seperti itu. Hal ini membuat Susan percaya diri untuk masuk sekolah fesyen di Indonesia hingga lulus pada tahun 1972 dan melanjutkan studinya ke luar negri. Lama kemudian berkecimpung di dunia fesyen Indonesia, baik sebagai desainer maupun pendiri sekolah mode, Susan punya pandangannya sendiri tentang apa itu desainer berkualitas.

Kata Susan, “Desainer berkualitas adalah desainer yang memiliki konsep kreatif dan dapat mewujudkannya. Jika seorang desainer kreatif dalam membuat konsep namun tak bisa mewujudkannya, atau sebaliknya hanya mahir mewujudkan konsep tapi konsep itu tidak kreatif bahkan merupakan hasil jiplakan, maka ia belum dapat dikatakan sebagai desainer berkualitas”.

Susan, Dimana Couturier Indonesia?

Susan, Dimana Couturier Indonesia?

Bicara tentang kondisi fesyen Indonesia saat ini, Susan melihat bahwa dunia fesyen Indonesia memang masih sangat muda, masih butuh waktu untuk membuat desainer-desainernya dipandang sejajar dengan desainer-desainer yang ada di Paris, Milan, London, dan New York. Meski dikatakan bahwa desainer-desainer Indonesia punya kreatifitas yang bagus, Susan melihat bahwa kendala terkait tekstil di Indonesia menjadi satu hal yang menghambat perkembangan seorang desainer di Indonesia.

Round-neck top biru yang dipasangkan dengan printed skirt berwarna senada menjadi gaya busana yang dipilih Susan pada hari itu. Aksesori cuff warna emas dengan ankle strap heels berwarna senada melengkapi penampilannya. Kesan kasual hadir pada dirinya. Obrol-obrol tentang busana-busana kasual yang banyak digarap oleh para desainer muda Indonesia , terutama dengan desain-desain clean cut, Liputan6.com bertanya kepadanya, “Di mana couturier Indonesia?”

Jawabnya, “Di Indonesia saat ini ada couturier namun tidak terekspos. Memang dunia ready to wear dengan cutting yang clean saat ini lebih mendominasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan orang-orang zaman sekarang yang menginginkan kepraktisan, terutama mereka yang tinggal di kota metropolitan.”

Fesyen memang tak bisa dipisahkan dari kebutuhan zaman. Namun sisi eksplorasi estetik dan artistik yang hadir pada busana-busana couture tentu tak boleh ditinggalkan sebagai apresiasi kemampuan manusia dalam merasakan keindahan. Tak salah rasanya bila dunia fesyen Indonesia berharap agar LPTB Susan Budihardjo kembali menelurkan couturier sekelas Seba (Sebastian Gunawan) atau bahkan lebih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya