Liputan6.com, Jakarta Dalam syariat Islam, hukum qisas adalah salah satu bentuk hukuman yang diterapkan berdasarkan prinsip pembalasan setimpal. Konsep ini sering menimbulkan perdebatan, namun sebenarnya memiliki tujuan mulia untuk menegakkan keadilan dan melindungi nyawa manusia. Mari kita telaah lebih dalam mengenai apa itu hukum qisas, bagaimana penerapannya, serta hikmah di baliknya.
Pengertian Hukum Qisas dalam Islam
Secara bahasa, qisas berasal dari kata Arab "qashsha" yang berarti mengikuti jejak atau membalas. Dalam terminologi hukum Islam, qisas didefinisikan sebagai hukuman pembalasan yang setara dengan tindak kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Qisas umumnya diterapkan dalam dua jenis tindak pidana:
- Pembunuhan sengaja
- Penganiayaan yang mengakibatkan luka atau hilangnya fungsi anggota tubuh
Prinsip dasarnya adalah "nyawa dibalas dengan nyawa" atau "luka dibalas dengan luka serupa". Namun perlu dipahami bahwa qisas bukanlah hukuman yang wajib dilaksanakan, melainkan menjadi hak bagi keluarga korban untuk menuntutnya atau justru memberikan pengampunan.
Dasar hukum qisas tertuang jelas dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 178:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita..."
Ayat ini menegaskan bahwa qisas diwajibkan bagi orang-orang beriman sebagai bentuk keadilan, namun tetap membuka peluang pengampunan sebagaimana lanjutan ayat tersebut.
Advertisement
Sejarah Penerapan Hukum Qisas
Konsep qisas sebenarnya telah ada jauh sebelum Islam datang. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab mengenal sistem balas dendam yang tidak terkendali. Jika terjadi pembunuhan, keluarga korban akan membalas dengan membunuh siapa saja dari keluarga pelaku, bahkan bisa memicu perang antar suku yang berkepanjangan.
Islam hadir membawa perubahan dengan menetapkan aturan qisas yang lebih adil dan terukur. Beberapa poin penting terkait sejarah penerapan qisas:
- Pada masa Rasulullah SAW, qisas diterapkan sebagai upaya menghentikan budaya balas dendam yang mengakar kuat.
- Qisas menjadi sarana untuk menyeimbangkan hukuman dan menciptakan keadilan yang lebih terukur.
- Banyak kasus di mana Rasulullah menganjurkan pengampunan sebagai pilihan yang lebih utama daripada qisas.
- Penerapan qisas terbukti efektif menurunkan angka kejahatan di Madinah pada masa itu.
Seiring perkembangan zaman, penerapan qisas mengalami dinamika di berbagai negara Muslim. Beberapa negara seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan masih menerapkannya, sementara negara lain menggantinya dengan hukuman penjara atau denda.
Syarat-syarat Penerapan Hukum Qisas
Meski terkesan keras, penerapan qisas dalam Islam memiliki syarat-syarat yang ketat. Hal ini untuk memastikan bahwa hukuman tersebut benar-benar diterapkan secara adil dan proporsional. Berikut adalah syarat-syarat utama yang harus dipenuhi:
-
Pelaku sudah baligh dan berakal sehat
Qisas tidak diberlakukan bagi anak-anak atau orang yang mengalami gangguan jiwa. Namun perlu dicatat, seseorang yang sengaja mabuk lalu melakukan pembunuhan tetap dapat dikenai qisas karena ada unsur kesengajaan dalam tindakannya memabukkan diri.
-
Pembunuhan atau penganiayaan dilakukan dengan sengaja
Unsur kesengajaan menjadi kunci penting. Jika terbukti tidak ada niat membunuh atau melukai, maka hukuman akan berbeda.
-
Korban bukan keturunan langsung dari pelaku
Orang tua yang membunuh anaknya tidak dikenai qisas, namun tetap ada hukuman lain seperti diyat (denda) atau ta'zir (hukuman yang ditetapkan hakim). Sebaliknya, anak yang membunuh orang tuanya tetap dapat dikenai qisas.
-
Korban setara dengan pelaku dalam hal agama dan status sosial
Ini menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa muslim yang membunuh non-muslim tidak dikenai qisas. Namun pendapat lain menyatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesetaraan sebagai manusia.
-
Ada tuntutan dari keluarga korban
Qisas tidak otomatis dilaksanakan, melainkan harus ada tuntutan dari pihak keluarga korban. Mereka juga memiliki hak untuk memaafkan dan memilih alternatif diyat.
-
Pelaksanaan qisas tidak menyebabkan kezaliman lain
Misalnya, qisas tidak boleh dilakukan terhadap wanita hamil karena akan membahayakan janin yang tidak bersalah.
Syarat-syarat di atas menunjukkan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam menerapkan hukuman qisas. Tujuannya bukan semata-mata pembalasan, melainkan untuk menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan serupa terulang di masyarakat.
Advertisement
Perbedaan Qisas, Hudud, dan Ta'zir
Dalam hukum pidana Islam, dikenal tiga jenis hukuman utama: qisas, hudud, dan ta'zir. Meski ketiganya merupakan bentuk sanksi, namun memiliki karakteristik dan penerapan yang berbeda. Mari kita telaah perbedaan ketiganya:
1. Qisas
- Diterapkan untuk kasus pembunuhan dan penganiayaan sengaja
- Hukuman setimpal dengan perbuatan
- Ada pilihan pengampunan atau diyat dari keluarga korban
- Bertujuan melindungi hak individu
2. Hudud
- Hukuman yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadits
- Meliputi zina, qadzaf (menuduh zina), mencuri, minum khamr, hirabah (perampokan), murtad, dan pemberontakan
- Tidak ada pengampunan atau pengurangan hukuman
- Bertujuan melindungi hak Allah (kepentingan umum)
3. Ta'zir
- Hukuman yang tidak ditentukan secara pasti dalam nash
- Bentuk dan beratnya hukuman ditentukan oleh hakim
- Mencakup berbagai pelanggaran yang tidak termasuk hudud atau qisas
- Lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi zaman
Perbedaan utama antara qisas dengan hudud dan ta'zir terletak pada sifat hak yang dilanggar. Qisas lebih menekankan pada hak individu, sehingga pihak korban memiliki wewenang untuk menuntut atau memaafkan. Sementara hudud dan ta'zir lebih berfokus pada hak Allah atau kepentingan umum.
Pemahaman akan perbedaan ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan hukum Islam. Qisas seringkali dianggap sebagai hukuman yang kejam, padahal sebenarnya memberi ruang bagi perdamaian dan pengampunan.
Hikmah dan Tujuan Penerapan Hukum Qisas
Meski terkesan keras, hukum qisas sebenarnya memiliki tujuan dan hikmah yang mulia. Berikut beberapa hikmah di balik pensyariatan qisas dalam Islam:
- Melindungi nyawa manusia
Qisas berfungsi sebagai pencegah (deterrent) bagi mereka yang berniat melakukan pembunuhan atau penganiayaan. Ketika seseorang tahu bahwa membunuh berarti nyawanya juga terancam, ia akan berpikir ulang sebelum melakukan kejahatan tersebut.
- Menegakkan keadilan
Prinsip "nyawa dibalas nyawa" atau "luka dibalas luka serupa" mencerminkan keadilan yang setara. Ini mencegah terjadinya pembalasan berlebihan atau ketidakadilan dalam penghukuman.
- Memberikan ketenangan bagi keluarga korban
Dengan adanya qisas, keluarga korban merasa bahwa hak mereka terpenuhi dan keadilan ditegakkan. Ini dapat mencegah tindakan main hakim sendiri atau dendam berkepanjangan.
- Menciptakan efek jera
Hukuman yang setimpal diharapkan dapat membuat pelaku dan masyarakat umum jera untuk melakukan kejahatan serupa di masa depan.
- Menjaga keharmonisan sosial
Qisas membuka peluang untuk pengampunan dan perdamaian. Ketika keluarga korban memilih memaafkan, ini dapat memulihkan hubungan sosial yang rusak akibat kejahatan tersebut.
- Mendorong sikap pemaaf
Islam sangat menganjurkan pemberian maaf sebagai pilihan yang lebih utama daripada qisas. Ini mendorong tumbuhnya sikap pemaaf dalam masyarakat.
- Menjamin hak korban dan keluarganya
Qisas memberikan pilihan kepada korban atau keluarganya untuk menuntut keadilan atau justru memberikan pengampunan. Ini menghargai posisi mereka sebagai pihak yang dirugikan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 179:
"Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."
Ayat ini menegaskan bahwa di balik hukum qisas yang terkesan keras, sebenarnya terkandung jaminan kehidupan bagi masyarakat. Ketika nyawa manusia sangat dihargai dan dilindungi, maka kehidupan sosial akan menjadi lebih aman dan damai.
Advertisement
Alternatif Hukuman Selain Qisas
Meski qisas merupakan hukuman yang disyariatkan dalam Islam untuk kasus pembunuhan dan penganiayaan sengaja, namun bukan berarti harus selalu dilaksanakan. Islam memberikan alternatif hukuman lain yang dapat dipilih oleh pihak korban atau keluarganya. Berikut adalah beberapa alternatif tersebut:
1. Diyat (Denda)
Diyat adalah kompensasi finansial yang dibayarkan oleh pelaku atau keluarganya kepada korban atau ahli waris korban. Jumlah diyat telah ditentukan dalam syariat, namun dapat disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak. Diyat menjadi pilihan ketika keluarga korban bersedia memaafkan pelaku namun tetap menginginkan ganti rugi atas kerugian yang dialami.
2. Pemaafan Total
Islam sangat menganjurkan sikap pemaaf. Keluarga korban dapat memilih untuk memaafkan pelaku secara total tanpa menuntut qisas maupun diyat. Ini dianggap sebagai perbuatan yang sangat mulia dan dijanjikan pahala besar dari Allah SWT.
3. Ta'zir
Jika keluarga korban memaafkan pelaku dari qisas dan diyat, hakim masih dapat menjatuhkan hukuman ta'zir. Ini adalah bentuk hukuman yang tidak ditentukan secara pasti dalam nash, melainkan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Tujuannya untuk memberikan efek jera dan mencegah kejahatan serupa terulang di masyarakat.
4. Kaffarah
Untuk kasus pembunuhan tidak sengaja, selain diwajibkan membayar diyat, pelaku juga dikenai kaffarah berupa memerdekakan budak yang beriman. Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut.
Adanya alternatif hukuman ini menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam menegakkan keadilan. Qisas bukan satu-satunya jalan, melainkan ada ruang untuk perdamaian dan pengampunan yang justru lebih diutamakan.
Kontroversi dan Kritik Terhadap Hukum Qisas
Meski memiliki tujuan mulia, penerapan hukum qisas tidak lepas dari kontroversi dan kritik, terutama di era modern ini. Beberapa poin kritik yang sering dilontarkan antara lain:
-
Dianggap melanggar HAM
Banyak pihak menganggap hukuman mati dalam qisas bertentangan dengan hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup. Namun pendukung qisas berargumen bahwa justru dengan melindungi nyawa korban, qisas menegakkan HAM secara lebih luas.
-
Potensi kesalahan dalam vonis
Ada kekhawatiran jika terjadi kesalahan dalam proses peradilan, hukuman qisas yang telah dilaksanakan tidak dapat dibatalkan. Ini menjadi alasan beberapa negara menghapus hukuman mati.
-
Dianggap tidak relevan dengan zaman modern
Kritik menyatakan bahwa hukum qisas adalah produk zaman dahulu yang tidak sesuai lagi diterapkan di era modern. Namun pendukungnya menegaskan bahwa prinsip keadilan dalam qisas bersifat universal dan tidak terikat waktu.
-
Berpotensi menimbulkan trauma
Pelaksanaan hukuman qisas di muka umum dianggap dapat menimbulkan trauma bagi yang menyaksikan, terutama anak-anak. Namun ada pula yang berpendapat bahwa justru dengan menyaksikan hukuman tersebut, masyarakat akan lebih takut melakukan kejahatan.
-
Membatasi ruang rehabilitasi
Hukuman mati dalam qisas dianggap menutup kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri. Sementara pendukung qisas menyatakan bahwa justru ancaman hukuman ini yang membuat orang berpikir ulang sebelum melakukan kejahatan.
Menanggapi berbagai kritik tersebut, para ulama dan cendekiawan Muslim terus melakukan kajian untuk menemukan titik temu antara prinsip qisas dengan tuntutan zaman modern. Beberapa negara Muslim telah melakukan modifikasi dalam penerapan qisas, misalnya dengan membatasi pelaksanaannya hanya untuk kasus-kasus tertentu atau memberikan pilihan hukuman alternatif.
Advertisement
Perbandingan Hukum Qisas dengan Sistem Hukum Modern
Untuk memahami posisi hukum qisas dalam konteks modern, penting untuk membandingkannya dengan sistem hukum pidana yang umum diterapkan di berbagai negara saat ini. Berikut beberapa poin perbandingan:
1. Tujuan Pemidanaan
- Qisas: Bertujuan untuk menegakkan keadilan, memberikan efek jera, dan melindungi hak korban.
- Hukum Modern: Umumnya bertujuan untuk rehabilitasi pelaku, perlindungan masyarakat, dan pencegahan kejahatan.
2. Peran Korban/Keluarga Korban
- Qisas: Memberikan hak kepada korban/keluarga untuk menuntut hukuman atau memaafkan.
- Hukum Modern: Keputusan hukuman sepenuhnya di tangan negara, meski ada sistem yang mulai mempertimbangkan pendapat korban (restorative justice).
3. Fleksibilitas Hukuman
- Qisas: Memberi pilihan antara hukuman setimpal, diyat, atau pemaafan.
- Hukum Modern: Umumnya memiliki rentang hukuman yang dapat dijatuhkan hakim sesuai pertimbangan.
4. Prinsip Kesetaraan
- Qisas: Menekankan kesetaraan antara pelaku dan korban dalam penerapan hukuman.
- Hukum Modern: Cenderung melihat latar belakang pelaku dan dampak kejahatan dalam menentukan hukuman.
5. Hukuman Mati
- Qisas: Membolehkan hukuman mati untuk kasus pembunuhan sengaja, namun memberi pilihan pengampunan.
- Hukum Modern: Sebagian negara masih menerapkan hukuman mati, sementara banyak yang telah menghapuskannya.
6. Kompensasi Korban
- Qisas: Menyediakan mekanisme diyat sebagai kompensasi langsung dari pelaku ke korban/keluarga.
- Hukum Modern: Beberapa sistem memiliki skema kompensasi korban, namun umumnya dikelola oleh negara.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa meski ada perbedaan mendasar, beberapa aspek dalam hukum qisas sebenarnya memiliki kemiripan dengan tren hukum modern, seperti perhatian pada hak korban dan fleksibilitas dalam penerapan hukuman. Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan prinsip-prinsip qisas yang positif ke dalam sistem hukum modern tanpa mengorbankan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Penerapan Hukum Qisas di Negara-negara Muslim Modern
Penerapan hukum qisas di negara-negara Muslim modern mengalami variasi yang cukup signifikan. Beberapa negara masih menerapkannya secara ketat, sementara yang lain telah melakukan modifikasi atau bahkan menggantikannya dengan sistem hukum lain. Mari kita tinjau beberapa contoh:
1. Arab Saudi
Arab Saudi masih menerapkan hukum qisas secara ketat sebagai bagian dari syariat Islam. Keluarga korban memiliki hak untuk menuntut qisas atau memaafkan dengan imbalan diyat. Eksekusi hukuman mati biasanya dilakukan dengan cara penggal kepala di tempat umum.
2. Iran
Iran juga menerapkan qisas, namun dengan beberapa modifikasi. Misalnya, ada batasan usia minimal untuk hukuman qisas dan upaya mediasi sebelum vonis dijatuhkan. Keluarga korban masih memiliki hak untuk memaafkan hingga detik-detik terakhir sebelum eksekusi.
3. Pakistan
Pakistan menerapkan qisas dalam undang-undangnya, namun pelaksanaannya sering menghadapi tantangan. Ada upaya untuk mereformasi sistem ini, terutama terkait perlindungan terhadap kelompok minoritas dan perempuan.
4. Malaysia
Malaysia menerapkan sistem hukum campuran antara hukum Islam dan hukum sipil. Qisas tidak diterapkan secara langsung, namun prinsip-prinsipnya memengaruhi sistem peradilan pidana, terutama di pengadilan syariah.
5. Indonesia
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak menerapkan qisas dalam sistem hukum nasionalnya. Namun, beberapa daerah dengan otonomi khusus seperti Aceh menerapkan aspek-aspek syariat Islam tertentu.
6. Turki
Turki, meski mayoritas penduduknya Muslim, menganut sistem hukum sekuler dan tidak menerapkan qisas. Hukuman untuk pembunuhan mengikuti standar hukum pidana modern.
7. Uni Emirat Arab
UEA menerapkan qisas, namun dengan beberapa modifikasi. Misalnya, pelaksanaan hukuman mati harus mendapat persetujuan dari pemimpin negara dan ada upaya untuk mendorong pengampunan dari keluarga korban.
Variasi penerapan ini menunjukkan bahwa interpretasi dan implementasi hukum qisas di dunia Muslim modern sangat beragam. Faktor-faktor seperti sejarah, budaya, dan sistem politik memengaruhi bagaimana negara-negara ini menyikapi hukum qisas dalam konteks modern.
Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana menyeimbangkan antara prinsip-prinsip syariat dengan tuntutan hak asasi manusia dan standar hukum internasional. Banyak negara Muslim terus melakukan kajian dan reformasi untuk menemukan formula yang tepat dalam menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam sistem hukum modern mereka.
Advertisement
Kesimpulan
Hukum qisas dalam Islam merupakan bentuk keadilan yang bertujuan melindungi nyawa dan menegakkan keharmonisan sosial. Meski sering disalahpahami sebagai hukuman yang kejam, sebenarnya qisas membuka ruang bagi pengampunan dan perdamaian. Penerapannya di era modern menghadapi berbagai tantangan, namun prinsip-prinsip di baliknya tetap relevan dalam upaya menciptakan sistem hukum yang adil dan manusiawi.
Memahami qisas secara komprehensif penting bagi umat Islam maupun non-Muslim untuk menghindari kesalahpahaman dan membangun dialog konstruktif tentang konsep keadilan dalam berbagai sistem hukum. Pada akhirnya, tujuan utama dari setiap sistem hukum adalah menciptakan masyarakat yang aman, damai, dan berkeadilan bagi semua warganya.