Liputan6.com, Jakarta BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (Majelis Permusyawaratan Federal) merupakan sebuah komite yang dibentuk oleh pemerintah Belanda pada 7 Juli 1948 di Bandung. Komite ini terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom yang dibentuk Belanda di wilayah Indonesia. Tujuan utama pembentukan BFO adalah untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama masa Revolusi Nasional Indonesia tahun 1945-1949.
Latar belakang terbentuknya BFO tidak bisa dilepaskan dari upaya Belanda untuk mempertahankan pengaruhnya di Indonesia melalui sistem federal. Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus Johannes van Mook, merupakan tokoh utama di balik gagasan pembentukan negara federal di Indonesia. Van Mook berupaya mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi federasi melalui serangkaian konferensi seperti Konferensi Malino (15-25 Juli 1946) dan Konferensi Denpasar.
Advertisement
Pembentukan BFO merupakan kelanjutan dari upaya van Mook tersebut. Melalui BFO, Belanda berharap dapat membentuk pemerintahan federal sementara yang terdiri dari negara-negara bagian bentukan Belanda, tanpa melibatkan Republik Indonesia. Namun dalam perkembangannya, BFO justru menjadi katalisator penting dalam proses diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda.
Advertisement
Fungsi dan Tujuan Utama BFO
Fungsi utama BFO sebagaimana dimaksudkan oleh pemerintah Belanda adalah:
- Mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama masa transisi menuju kemerdekaan
- Membentuk pemerintahan federal sementara pada tahun 1948
- Menjadi wadah perwakilan negara-negara bagian bentukan Belanda
- Mempersiapkan pembentukan negara federal Indonesia
Namun dalam perkembangannya, BFO memiliki peran yang lebih luas, yaitu:
- Menjadi mediator antara pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda
- Memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi
- Mempersiapkan struktur pemerintahan Republik Indonesia Serikat
- Menyatukan visi berbagai kelompok di Indonesia menjelang kemerdekaan
Tujuan utama BFO mengalami pergeseran seiring berjalannya waktu. Pada awalnya BFO dibentuk untuk mendukung rencana Belanda membentuk negara federal tanpa melibatkan Republik Indonesia. Namun setelah Agresi Militer Belanda II pada Desember 1948, sebagian besar anggota BFO mulai berpihak pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. BFO kemudian berperan penting dalam mendorong perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berujung pada Konferensi Meja Bundar.
Advertisement
Struktur Organisasi dan Keanggotaan BFO
BFO terdiri dari perwakilan 15 negara bagian dan daerah otonom bentukan Belanda di Indonesia. Masing-masing negara bagian memiliki satu suara dalam pengambilan keputusan BFO. Struktur organisasi BFO terdiri dari:
- Ketua
- Wakil Ketua
- Sekretaris
- Anggota-anggota yang mewakili negara bagian dan daerah otonom
Beberapa tokoh penting yang pernah menjabat sebagai ketua BFO antara lain:
- Tengku Bahriun (7 Juli 1948 - 13 Januari 1949)
- Sultan Hamid II (13 Januari 1949 - 17 Agustus 1950)
Negara-negara bagian yang menjadi anggota BFO antara lain:
- Negara Indonesia Timur
- Negara Sumatera Timur
- Negara Pasundan (Jawa Barat)
- Negara Jawa Timur
- Negara Madura
- Negara Sumatera Selatan
Sementara daerah-daerah otonom yang menjadi anggota BFO meliputi:
- Banjar
- Bangka
- Belitung
- Riau
- Kalimantan Barat
- Dayak Besar
- Kalimantan Tenggara
- Kalimantan Timur
- Jawa Tengah
Dalam perkembangannya, terdapat dua kubu utama dalam tubuh BFO:
- Kubu pro-Republik yang dipimpin oleh Ide Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur) dan R.T. Adil Puradiredja (Pasundan)
- Kubu pro-Belanda yang dipimpin oleh Sultan Hamid II (Kalimantan Barat) dan Tengku Mansur (Sumatera Timur)
Persaingan antara kedua kubu ini mewarnai dinamika internal BFO, terutama dalam menentukan sikap terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Peran BFO dalam Proses Kemerdekaan Indonesia
Meskipun awalnya dibentuk untuk mendukung rencana Belanda, BFO justru memainkan peran krusial dalam proses kemerdekaan Indonesia. Beberapa peran penting BFO antara lain:
- Menjadi mediator antara pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda
- Mendorong dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar
- Memperjuangkan pembebasan dan pemulihan kedaulatan pemerintah Republik Indonesia
- Mempersiapkan struktur pemerintahan Republik Indonesia Serikat
- Menyatukan visi berbagai kelompok di Indonesia menjelang kemerdekaan
Salah satu momen penting adalah ketika BFO mengeluarkan resolusi pada 4 Maret 1949 yang mendesak:
- Pembebasan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan
- Pemulihan pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta
- Pelibatan Komisi PBB untuk Indonesia dalam perundingan
Resolusi ini menunjukkan pergeseran sikap BFO yang semakin mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. BFO kemudian berperan penting dalam Konferensi Inter-Indonesia dan Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Advertisement
Konferensi-konferensi Penting yang Melibatkan BFO
BFO terlibat dalam beberapa konferensi penting yang menentukan arah perjuangan kemerdekaan Indonesia, antara lain:
1. Konferensi Bandung (7 Juli 1948)
Ini merupakan konferensi pertama BFO yang dihadiri oleh perwakilan negara-negara bagian dan daerah otonom bentukan Belanda. Konferensi ini membahas rancangan pemerintahan federal untuk Indonesia.
2. Konferensi Inter-Indonesia I (20-23 Juli 1949, Yogyakarta)
Konferensi ini mempertemukan perwakilan BFO dengan pemerintah Republik Indonesia untuk pertama kalinya. Hasil penting konferensi ini antara lain:
- Kesepakatan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS)
- RIS akan dipimpin oleh Presiden Konstitusional
- Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat
3. Konferensi Inter-Indonesia II (31 Juli - 2 Agustus 1949, Jakarta)
Konferensi lanjutan yang membahas isu-isu lebih luas seperti:
- Ketatanegaraan
- Keuangan dan perekonomian
- Keamanan
- Kebudayaan
Konferensi ini juga menyepakati pembentukan Komisi Persiapan Nasional untuk mempersiapkan Konferensi Meja Bundar.
4. Konferensi Meja Bundar (23 Agustus - 2 November 1949, Den Haag)
Konferensi puncak yang mempertemukan delegasi Indonesia (termasuk BFO), Belanda, dan PBB. Hasil utama konferensi ini adalah:
- Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda
- Pembentukan Republik Indonesia Serikat
- Penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada pemerintah RIS
Dalam KMB, delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dan bekerja sama erat dengan delegasi Republik Indonesia yang dipimpin Mohammad Hatta.
Dampak dan Warisan BFO dalam Sejarah Indonesia
Meskipun hanya berumur pendek, BFO meninggalkan dampak dan warisan penting dalam sejarah Indonesia:
- Percepatan proses kemerdekaan: Dukungan BFO terhadap Republik Indonesia memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda, sehingga mempercepat proses pengakuan kedaulatan.
- Penyatuan visi nasional: BFO berperan dalam menjembatani perbedaan pandangan antara kelompok federalis dan unitaris, sehingga memungkinkan terbentuknya konsensus nasional menjelang kemerdekaan.
- Pengalaman bernegara federal: Meskipun singkat, pembentukan Republik Indonesia Serikat memberikan pengalaman berharga tentang sistem federal di Indonesia.
- Pembelajaran diplomasi: Keterlibatan BFO dalam berbagai perundingan memberikan pembelajaran berharga tentang diplomasi internasional bagi para pemimpin Indonesia.
- Penguatan identitas nasional: Keputusan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan Merah-Putih sebagai bendera nasional RIS memperkuat identitas nasional Indonesia.
Warisan BFO juga terlihat dalam struktur ketatanegaraan Indonesia pasca kemerdekaan, seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan evolusi dari konsep Senat dalam RIS.
Advertisement
Kontroversi dan Kritik terhadap BFO
Meskipun memiliki peran penting, keberadaan BFO tidak lepas dari kontroversi dan kritik:
- Tuduhan sebagai "boneka" Belanda: Pada awalnya, BFO dianggap sebagai alat Belanda untuk memecah belah Indonesia dan mempertahankan pengaruhnya.
- Legitimasi negara-negara "boneka": Keberadaan BFO dianggap memberikan legitimasi pada negara-negara bagian bentukan Belanda yang ditentang oleh kaum republiken.
- Dualisme kepemimpinan: Keberadaan BFO sempat menimbulkan kebingungan tentang siapa yang berhak mewakili Indonesia dalam perundingan internasional.
- Perpecahan internal: Adanya kubu pro-Republik dan pro-Belanda dalam BFO menimbulkan ketegangan dan perpecahan internal.
- Inkonsistensi sikap: Perubahan sikap BFO dari pro-Belanda menjadi pro-kemerdekaan dianggap sebagai bentuk oportunisme politik oleh sebagian kalangan.
Terlepas dari kontroversi ini, mayoritas sejarawan sepakat bahwa BFO pada akhirnya memberikan kontribusi positif dalam proses kemerdekaan Indonesia, terutama setelah Agresi Militer Belanda II.
Perbandingan BFO dengan Organisasi Serupa di Negara Lain
Untuk memahami keunikan BFO, menarik untuk membandingkannya dengan organisasi atau lembaga serupa di negara-negara lain yang mengalami proses dekolonisasi:
-
India: Chamber of Princes
- Dibentuk oleh Inggris untuk mewadahi para raja dan pangeran India
- Berbeda dengan BFO, Chamber of Princes cenderung mendukung kekuasaan kolonial
- Tidak memiliki peran signifikan dalam proses kemerdekaan India
-
Vietnam: State of Vietnam
- Dibentuk Prancis sebagai negara boneka di Vietnam Selatan
- Mirip BFO, namun tidak berevolusi mendukung kemerdekaan
- Akhirnya runtuh dan digantikan oleh pemerintahan nasionalis
-
Filipina: Commonwealth of the Philippines
- Dibentuk AS sebagai pemerintahan transisi menuju kemerdekaan
- Lebih terstruktur dan memiliki legitimasi lebih kuat dibanding BFO
- Menjadi cikal bakal pemerintahan Filipina merdeka
Dibandingkan dengan lembaga-lembaga serupa ini, BFO memiliki keunikan dalam hal:
- Evolusi sikap dari pro-kolonial menjadi pro-kemerdekaan
- Peran aktif dalam proses diplomasi dan perundingan internasional
- Kontribusi dalam menyatukan berbagai kelompok menjelang kemerdekaan
Advertisement
Pelajaran dari Sejarah BFO untuk Indonesia Kontemporer
Sejarah BFO menyimpan beberapa pelajaran penting yang masih relevan untuk Indonesia kontemporer:
- Pentingnya persatuan nasional: Kemampuan BFO menyatukan berbagai kelompok mengingatkan pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman Indonesia.
- Kekuatan diplomasi: Keberhasilan BFO dalam mendorong perundingan menunjukkan efektivitas diplomasi dalam menyelesaikan konflik.
- Fleksibilitas dalam perjuangan: Perubahan sikap BFO mengingatkan pentingnya fleksibilitas dan pragmatisme dalam mencapai tujuan nasional.
- Pentingnya konsensus: Proses pengambilan keputusan di BFO menekankan pentingnya mencapai konsensus dalam isu-isu krusial.
- Belajar dari pengalaman federal: Pengalaman singkat Indonesia dengan sistem federal bisa menjadi bahan pembelajaran dalam diskusi tentang desentralisasi dan otonomi daerah.
Pemahaman mendalam tentang sejarah BFO dapat membantu generasi saat ini dan masa depan dalam menghadapi tantangan-tantangan berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan
BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg merupakan lembaga yang memainkan peran krusial namun kontroversial dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Dibentuk oleh Belanda sebagai wadah negara-negara bagian, BFO justru berevolusi menjadi pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peran pentingnya terlihat dalam mendorong perundingan yang berujung pada Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kedaulatan Indonesia.
Meskipun hanya berumur pendek, warisan BFO masih terasa dalam struktur ketatanegaraan dan pembelajaran sejarah Indonesia. Kontroversi seputar BFO mengingatkan kita akan kompleksitas proses kemerdekaan dan pentingnya memahami nuansa sejarah. Pelajaran dari sejarah BFO, seperti pentingnya persatuan, kekuatan diplomasi, dan fleksibilitas dalam perjuangan, masih relevan untuk Indonesia kontemporer.
Memahami sejarah BFO tidak hanya penting untuk menghargai perjuangan masa lalu, tetapi juga untuk memetik pelajaran berharga dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa depan. Sebagai bagian integral dari sejarah kemerdekaan Indonesia, BFO menjadi pengingat akan kompleksitas perjalanan bangsa dan pentingnya terus menjaga persatuan dalam keberagaman.
Advertisement