Liputan6.com, Jakarta Dalam tradisi pernikahan Islam, mahar dan mas kawin merupakan dua istilah yang sering digunakan secara bergantian. Meski demikian, keduanya memiliki beberapa perbedaan penting yang perlu dipahami oleh calon pengantin.
Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan mahar dan mas kawin, serta berbagai aspek penting terkait pemberian dalam pernikahan Islam.
Definisi Mahar dan Mas Kawin
Untuk memahami perbedaan antara mahar dan mas kawin, kita perlu terlebih dahulu mengetahui definisi masing-masing istilah:
Pengertian Mahar
Mahar berasal dari bahasa Arab "al-mahr" yang secara harfiah berarti maskawin. Dalam konteks pernikahan Islam, mahar didefinisikan sebagai pemberian wajib berupa harta atau manfaat dari calon suami kepada calon istri sebagai salah satu syarat sahnya pernikahan. Mahar merupakan simbol penghargaan dan tanggung jawab suami terhadap istrinya.
Dalam Al-Qur'an, kewajiban memberikan mahar disebutkan dalam Surah An-Nisa ayat 4:
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."
Pengertian Mas Kawin
Mas kawin merupakan istilah dalam bahasa Indonesia yang sering digunakan untuk merujuk pada mahar. Secara umum, mas kawin dipahami sebagai pemberian dari calon suami kepada calon istri dalam bentuk uang atau barang berharga sebagai syarat pernikahan. Meski demikian, penggunaan istilah mas kawin terkadang lebih luas dan dapat mencakup berbagai bentuk pemberian dalam konteks budaya lokal.
Advertisement
Perbedaan Utama Mahar dan Mas Kawin
Meskipun sering dianggap sama, terdapat beberapa perbedaan penting antara mahar dan mas kawin:
1. Asal Usul Istilah
Mahar berasal dari bahasa Arab dan memiliki akar kuat dalam tradisi Islam. Sementara itu, mas kawin merupakan istilah yang lebih umum digunakan dalam bahasa Indonesia dan dapat memiliki interpretasi yang lebih luas tergantung konteks budaya.
2. Cakupan dan Fleksibilitas
Mahar cenderung memiliki definisi yang lebih spesifik dan terikat pada ketentuan syariat Islam. Sedangkan mas kawin dapat mencakup berbagai bentuk pemberian yang mungkin dipengaruhi oleh adat istiadat setempat.
3. Kewajiban Hukum
Dalam hukum Islam, mahar merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat sahnya pernikahan. Sementara itu, interpretasi mas kawin dapat bervariasi tergantung pada hukum dan tradisi lokal.
4. Kepemilikan
Mahar secara jelas menjadi hak milik istri dan tidak boleh diambil kembali oleh suami tanpa persetujuan istri. Sedangkan konsep kepemilikan mas kawin dapat berbeda-beda tergantung kesepakatan dan adat istiadat.
5. Bentuk dan Nilai
Mahar dapat berupa apa saja yang memiliki nilai, termasuk jasa atau manfaat non-materi. Mas kawin umumnya lebih sering dipahami sebagai pemberian dalam bentuk materi atau barang berharga.
Fungsi dan Makna Mahar dalam Pernikahan Islam
Mahar memiliki beberapa fungsi dan makna penting dalam pernikahan Islam:
1. Simbol Penghargaan
Pemberian mahar merupakan bentuk penghargaan dari calon suami kepada calon istri. Hal ini menunjukkan keseriusan dan komitmen pria dalam menghargai wanita yang akan menjadi pasangan hidupnya.
2. Bukti Tanggung Jawab
Mahar menjadi bukti bahwa calon suami siap dan mampu memikul tanggung jawab finansial dalam rumah tangga. Ini menunjukkan kesiapan pria untuk menjadi pemimpin keluarga.
3. Perlindungan Ekonomi
Dalam konteks historis, mahar berfungsi sebagai jaminan ekonomi bagi istri jika terjadi perceraian atau suami meninggal dunia. Meskipun saat ini fungsi ini tidak selalu relevan, namun prinsip perlindungan ekonomi tetap penting.
4. Pengikat Ikatan Pernikahan
Mahar menjadi salah satu elemen yang mengikat ikatan pernikahan secara hukum Islam. Pemberian mahar menandai dimulainya tanggung jawab suami terhadap istrinya.
5. Simbol Ketulusan
Pemberian mahar dengan kerelaan hati menunjukkan ketulusan niat calon suami dalam menikahi calon istrinya. Ini menjadi fondasi penting bagi hubungan pernikahan yang akan dibangun.
Advertisement
Ketentuan dan Syarat Mahar dalam Islam
Berikut adalah beberapa ketentuan dan syarat penting terkait mahar dalam Islam:
1. Wajib Diberikan
Mahar merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon suami. Tidak ada pengecualian dalam hal ini, meskipun besaran dan bentuknya dapat disesuaikan dengan kemampuan.
2. Menjadi Hak Milik Istri
Mahar sepenuhnya menjadi hak milik istri. Suami, keluarga, atau pihak lain tidak berhak mengambil atau menggunakan mahar tanpa izin istri.
3. Tidak Ada Batasan Nilai
Islam tidak menetapkan batasan minimal atau maksimal nilai mahar. Yang terpenting adalah kerelaaan kedua belah pihak dan tidak memberatkan calon suami.
4. Boleh Berupa Apa Saja yang Bernilai
Mahar dapat berupa uang, barang berharga, properti, atau bahkan jasa dan manfaat non-materi seperti mengajarkan Al-Qur'an.
5. Dapat Dibayar Tunai atau Terhutang
Mahar boleh dibayarkan secara tunai saat akad nikah atau terhutang dengan persetujuan calon istri. Jika terhutang, harus ada kesepakatan kapan akan dilunasi.
6. Harus Diucapkan saat Akad
Jenis dan nilai mahar harus disebutkan dengan jelas saat akad nikah untuk menghindari ketidakjelasan di kemudian hari.
7. Boleh Ditambah setelah Akad
Suami boleh menambah mahar setelah akad nikah sebagai bentuk kebaikan dan penghargaan tambahan kepada istri.
Tradisi Mas Kawin di Indonesia
Di Indonesia, konsep mas kawin sering kali berbaur dengan tradisi dan adat istiadat lokal. Beberapa contoh tradisi mas kawin di berbagai daerah Indonesia:
1. Jawa
Dalam adat Jawa, mas kawin sering disebut "tukon" atau "srah-srahan". Selain mahar sesuai syariat Islam, biasanya ada pemberian tambahan berupa seperangkat pakaian, perhiasan, atau barang-barang simbolis lainnya.
2. Minangkabau
Di Minangkabau, Sumatera Barat, mas kawin disebut "uang jemputan". Besarannya ditentukan oleh status sosial keluarga mempelai wanita dan biasanya cukup tinggi.
3. Bugis-Makassar
Dalam adat Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan, dikenal istilah "sompa" atau "sunrang" sebagai mas kawin. Nilainya bervariasi tergantung status sosial keluarga dan biasanya dalam bentuk tanah atau emas.
4. Bali
Di Bali, meskipun mayoritas penduduknya beragama Hindu, konsep mas kawin tetap ada dan disebut "paweweh". Biasanya berupa uang atau barang berharga yang diberikan kepada keluarga mempelai wanita.
5. Aceh
Dalam adat Aceh, mas kawin disebut "jinamee". Selain mahar sesuai syariat Islam, biasanya ada pemberian tambahan berupa emas atau properti.
Advertisement
Tips Memilih dan Menyiapkan Mahar atau Mas Kawin
Berikut beberapa tips praktis dalam memilih dan menyiapkan mahar atau mas kawin:
1. Diskusikan dengan Pasangan
Komunikasikan dengan calon pasangan mengenai preferensi dan harapan terkait mahar. Ini akan membantu mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
2. Pertimbangkan Kemampuan Finansial
Pilih mahar yang sesuai dengan kemampuan finansial Anda. Jangan memaksakan diri memberikan mahar yang terlalu mahal jika akan membebani keuangan di awal pernikahan.
3. Utamakan Keberkahan
Pilih mahar yang halal dan berkah. Hindari menggunakan uang atau barang yang diperoleh dengan cara yang tidak halal.
4. Kreatif namun Bermakna
Anda bisa kreatif dalam memilih bentuk mahar, namun pastikan tetap memiliki makna dan nilai yang berarti bagi pasangan.
5. Perhatikan Adat Istiadat
Jika ada tradisi mas kawin dalam adat istiadat keluarga atau daerah, pertimbangkan untuk mengakomodasinya selama tidak bertentangan dengan syariat.
6. Siapkan Dokumentasi
Pastikan ada dokumentasi tertulis mengenai jenis dan nilai mahar yang disepakati untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari.
7. Konsultasi dengan Ahli
Jika ragu, konsultasikan dengan ulama atau penghulu mengenai ketentuan mahar dalam Islam untuk memastikan keabsahannya.
Mitos dan Fakta seputar Mahar dan Mas Kawin
Berikut beberapa mitos dan fakta seputar mahar dan mas kawin yang perlu diluruskan:
Mitos: Mahar Harus Berupa Emas atau Barang Mahal
Fakta: Islam tidak mewajibkan mahar berupa emas atau barang mahal. Yang terpenting adalah nilai dan manfaatnya bagi istri, serta kerelaaan kedua belah pihak.
Mitos: Semakin Tinggi Nilai Mahar, Semakin Baik Pernikahan
Fakta: Nilai mahar tidak menentukan kualitas pernikahan. Yang lebih penting adalah niat, komitmen, dan cara pasangan menjalani kehidupan rumah tangga.
Mitos: Mahar Bisa Diambil Kembali Jika Terjadi Perceraian
Fakta: Mahar adalah hak milik istri dan tidak boleh diambil kembali oleh suami, bahkan jika terjadi perceraian, kecuali atas kerelaan istri.
Mitos: Mas Kawin Harus Sesuai Status Sosial Keluarga
Fakta: Meski ada tradisi demikian di beberapa daerah, Islam mengajarkan bahwa mahar sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan calon suami dan tidak memberatkan.
Mitos: Mahar Harus Dibayar Tunai Saat Akad
Fakta: Mahar boleh dibayar terhutang dengan persetujuan calon istri. Yang penting adalah ada kejelasan kapan akan dilunasi.
Advertisement
Perbedaan Mahar dan Seserahan
Selain mas kawin, istilah "seserahan" juga sering muncul dalam konteks pernikahan di Indonesia. Berikut perbedaan antara mahar dan seserahan:
1. Definisi
Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai syarat sah pernikahan dalam Islam. Seserahan adalah pemberian sukarela dari pihak calon suami kepada keluarga calon istri sebagai bagian dari tradisi.
2. Kewajiban
Mahar wajib diberikan dalam pernikahan Islam. Seserahan bersifat opsional dan tergantung pada adat istiadat setempat.
3. Penerima
Mahar menjadi hak milik istri. Seserahan umumnya diberikan kepada keluarga calon istri atau untuk keperluan rumah tangga baru.
4. Waktu Pemberian
Mahar disebutkan saat akad nikah dan bisa dibayarkan saat itu juga atau terhutang. Seserahan biasanya diberikan sebelum atau pada hari pernikahan.
5. Bentuk
Mahar bisa berupa apa saja yang bernilai dan bermanfaat. Seserahan umumnya berupa barang-barang untuk keperluan rumah tangga atau simbol-simbol budaya.
Pertanyaan Umum (FAQ) seputar Mahar dan Mas Kawin
1. Apakah mahar bisa diganti jika istri tidak menyukainya?
Ya, mahar bisa diganti jika istri tidak menyukainya, asalkan ada kesepakatan antara suami dan istri. Penggantian ini sebaiknya dilakukan sebelum terjadi hubungan suami istri.
2. Bolehkah mahar berupa hafalan Al-Qur'an?
Ya, mahar boleh berupa hafalan Al-Qur'an atau mengajarkan Al-Qur'an kepada istri. Ini berdasarkan hadits tentang sahabat yang menikah dengan mahar berupa mengajarkan Al-Qur'an.
3. Apakah ada batasan minimal nilai mahar?
Dalam Islam tidak ada batasan minimal nilai mahar. Yang terpenting adalah kerelaaan kedua belah pihak dan tidak memberatkan calon suami.
4. Bolehkah mahar dibayar cicil?
Ya, mahar boleh dibayar cicil atau terhutang dengan persetujuan calon istri. Harus ada kejelasan kapan akan dilunasi.
5. Apakah mas kawin bisa diganti dengan uang?
Ya, mas kawin bisa berupa uang. Bahkan, dalam banyak kasus, uang menjadi pilihan praktis sebagai mas kawin.
6. Siapa yang menentukan besaran mahar?
Besaran mahar sebaiknya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara calon suami dan calon istri, dengan mempertimbangkan kemampuan calon suami dan harapan calon istri.
7. Apakah orang tua boleh menentukan mahar untuk anaknya?
Secara prinsip, mahar adalah hak calon istri. Orang tua boleh memberi saran, tapi keputusan akhir sebaiknya ada di tangan calon pengantin.
Advertisement
Kesimpulan
Memahami perbedaan mahar dan mas kawin sangatlah penting dalam konteks pernikahan Islam dan budaya Indonesia. Meski sering digunakan secara bergantian, kedua istilah ini memiliki nuansa makna yang berbeda. Mahar lebih spesifik merujuk pada kewajiban dalam syariat Islam, sementara mas kawin dapat memiliki interpretasi yang lebih luas tergantung konteks budaya.
Yang terpenting untuk diingat adalah bahwa esensi dari pemberian ini bukanlah pada nilai materialnya, melainkan pada makna dan simbolisme di baliknya. Baik mahar maupun mas kawin merepresentasikan komitmen, tanggung jawab, dan penghargaan calon suami terhadap calon istrinya.
Dalam mempersiapkan pernikahan, pasangan sebaiknya mendiskusikan hal ini dengan terbuka, mempertimbangkan aspek agama, budaya, dan kemampuan finansial. Dengan pemahaman yang baik tentang mahar dan mas kawin, diharapkan pasangan dapat memulai pernikahan dengan fondasi yang kuat, penuh berkah, dan sesuai dengan tuntunan agama serta adat istiadat yang dianut.
