Ukraina Timur Gelar Referendum, Pemerintah Kiev Anggap Lelucon

Belum jelas apakah kemerdekaan ini berarti otonomi luas, pembentukan negara, atau bergabung dengan Rusia.

oleh Anri Syaiful diperbarui 12 Mei 2014, 07:04 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2014, 07:04 WIB
Ukraina Makin Panas, Pasukan Dimobilisasi
Perpecahan di Ukraina nampaknya semakin dalam dan sejak sepekan terakhir sejumlah gedung pemerintahan di Ukraina Timur diduduki warga dan pasukan pro Rusia.

Liputan6.com, Donetsk - Di tengah kecaman dan desakan penundaan, kelompok separatis pro-Rusia akhirnya tetap menggelar referendum kemerdekaan pada Minggu 11 Mei 2014 waktu setempat. Kendati demikian, pemerintah Ukraina di Kiev menyebut pemungutan suara tersebut suatu lelucon kriminal.

Seperti dikutip Liputan6.com dari VOA News, Senin (12/5/2014), para pemilih di kawasan Donetsk dan Luhansk, yang penduduknya sekitar 15 persen dari populasi Ukraina, memberikan suara mengenai apakah mereka akan mendukung kemerdekaan.

Namun belum jelas apakah kemerdekaan ini berarti otonomi yang lebih luas di dalam wilayah Ukraina, pembentukan negara merdeka. Ataukah kemungkinan merupakan upaya kawasan yang penduduknya berbahasa Rusia itu untuk bergabung dengan negara pimpinan Vladimir Putin tersebut.

Sementara itu, Pemerintah Kiev dan Amerika Serikat bersama sekutu-sekutu Eropa-nya mencela referendum yang disebut ilegal itu. Kiev menyatakan pemungutan suara itu tidak akan memiliki konsekuensi hukum bagi keutuhan wilayah Ukraina. Terlebih Ukraina akan menggelar pemilihan presiden dalam 2 pekan mendatang.

Banyak orang di Ukraina Timur tampaknya mengabaikan referendum hari Minggu ini. Pejabat Presiden Ukraina Oleksandr Turchynov telah memperingatkan para pendukung pemisahan diri bahwa kemerdekaan itu akan menjadi satu langkah menuju jurang bagi kawasan-kawasan tersebut. Ia pun mengimbau para pemberontak mengikuti pembicaraan mengenai otonomi lebih luas di bagian timur Ukraina.

Donetsk dan Luhansk, mengikuti jejak Crimea menggelar referendum guna menentukan kemerdekaan bagi wilayah yang banyak dihuni oleh pemberontak pro-Rusia. Referendum untuk menentukan nasib warga Crimea untuk tetap bersatu dengan Ukraina atau berpisah dan menjadi bagian Rusia, telah digelar pada Minggu 16 Maret silam.

Saat itu Ketua Komisi Referendum Valery Medvedev mengatakan sekitar 95 persen pemilih memutuskan untuk bergabung ke Rusia. "Sekitar 95 persen pemilih dalam referendum Crimea telah menjawab 'ya' untuk republik otonom bergabung dengan Rusia. Dan kurang dari 5 persen suara ingin wilayah ini tetap menjadi bagian dari Ukraina, menurut hasil awal referendum," demikian dilansir Russian Today.

Terkait referendum di Donetsk dan Luhansk, pihak berwenang Ukraina dan beberapa negara Barat telah menolak referendum bahkan menyatakannya ilegal. Oleksandr Turchynov, Presiden sementara Ukraina mengatakan, kemerdekaan bagi wilayah timur akan menghancurkan perekonomian negara ini.

"Ini adalah euforia yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang sangat kompleks dan banyak orang sudah bisa merasakan. Mereka yang menyerukan kemerdekaan tidak menyadari bahwa itu adalah kehancuran penuh ekonomi, terutama program sosial dan kehidupan warga di daerah ini (Ukraina timur)," tulis Turchynovn dalam situs resminya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya