Liputan6.com, Marseille - Andreas Lubitz memilih Selasa 24 Maret 2015 sebagai penerbangan terakhirnya. Kopilot Germanwings Penerbangan 9525 itu mengunci diri dalam kokpit, dan diduga sengaja menabrakkan pesawat ke Pegunungan Alpen, Prancis.
Kejaksaan Prancis yang menyelidiki kasus kecelakaan menewaskan 150 orang itu menemukan sejumlah bukti baru, yang menguatkan dugaan bahwa Germanwings nahas akibat bunuh diri kopilotnya.
Dalam rilis yang diumumkan Kamis 11 Juni 2016, Kejaksaan Prancis mengatakan, tersangka didera kekhawatiran bahwa ia akan buta. Sejumlah dokter pun ia kunjungi.
Beberapa bulan sebelum kecelakaan, Lubitz 7 kali berkonsultasi ke dokter. "Termasuk sekali berobat ke dokter umum, 3 kali ke psikiater, dan 2 kali mengunjungi dokter spesialis THT (telinga, hidung, tenggorokan)," kata jaksa Marseille, Brice Robin seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Jumat (12/6/2015).
Pernyataan pihak Kejaksaan menyediakan detil terbaru terkait masalah medis dan psikologis -- di mana jaksa menduga -- menjadi motif Lubitz memicu kecelakaan.
Jaksa Robin menambahkan, kepada salah satu dokter, Lubitz (27) mengaku telah berkonsultasi dengan ahli mata dan dokter spesialis syaraf. Dalam 5 tahun sebelum kecelakaan, ia mengunjungi 41 dokter.
Lubitz diduga takut bukan kepalang ia bakal kehilangan penglihatannya. "Ia juga diduga menderita depresi parah yang melibatkan psikosis disertai dengan masalah penglihatan," demikian dikabarkan BFMTV.
Psikosis merupakan gangguan mental yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya.
Kepada salah satu orang yang dekat dengannya, sang kopilot pernah curhat bahwa, "Hidup tak lagi berarti jika ia kehilangan penglihatannya," kata Jaksa Robin.
Lubitz juga pernah mengeluh pada dokter bahwa ia hanya melihat, "30-35 persen objek kala gelap." Saat malam hari, pria asal Jerman itu juga mengaku kerap melihat kedipan cahaya dan tidak bisa tidur karena masalah penglihatan.
Pada bulan Maret, seorang pejabat pemerintah Eropa mengatakan kepada CNN bahwa setelah Lubitz mengeluhkan masalah penglihatan, dokter mata mendiagnosisnya dengan gangguan psikosomatik dan membubuhkan catatan "tidak layak untuk bekerja".
Meski para dokter yang merawat Lubitz menyatakan, ia dinyatakan tak layak menerbangkan pesawat, namun, mereka tak melapor pada pihak maskapai karena terikat aturan kerahasiaan pasien.
Polisi Jerman yang menggeledah apartemen Lubitz setelah kecelakaan menemukan resep untuk mengobati depresi dan kecemasan.
Jaksa Robin mengatakan, ia telah memerintahkan tes toksikologi pada jenazah sang kopilot dan masih menunggu hasilnya.
Ia juga menambahkan, Prancis membuka penyelidikan kriminal terkait kasus kecelakaan Germanwings. Hal tersebut membuka kemungkinan bahwa orang lain bisa menghadapi tuntutan, meskipun penyelidik yakin, Lubitz sengaja menjatuhkan pesawat.
Namun, pertanyaan kunci tetap belum terjawab: Apakah pihak maskapai tahu tentang masalah kesehatan yang dialami Lubitz? Dan apa yang mereka lakukan untuk mencegahnya? Sementara, pihak maskapai tak bersedia mengomentari temuan kejaksaan.
Rabu lalu, peti mati 16 anak sekolah Jerman, dan 2 guru tiba di Kota Haltern. Penduduk kota, menggenggam mawar putih, berbaris di sepanjang jalan, menyambut para jenazah.
Jasad mereka adalah yang pertama dikembalikan, menyusul penundaan akibat masalah sertifikat kematian.
Jenazah korban lain akan dipulangkan dalam waktu beberapa pekan. Penumpang Germanwings yang celaka berasal dari 18 negara termasuk Australia, Argentina, dan Japan. Namun, mayoritas berasal dari Spanyol dan Jerman. (Ein/Tnt)
Advertisement