Alat Penunjuk Arah Ini Bisa Digunakan Tuna Netra dan Tuna Rungu

Seorang insinyur Yale University menciptakan alat petunjuk arah yang memanfaatkan perubahan bentuk kubus.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 05 Sep 2015, 22:02 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2015, 22:02 WIB
Kubus Ini Berubah Bentuk Untuk Menunjukkan Arah (05/09)
Gambar dari Yale University

Liputan6.com, New Haven - Dengan kemajuan teknologi telepon pintar yang dipadu dengan GPS, sekarang lebih mudah mencari arah. Tapi, kalau telepon pintarnya sedang bermasalah, malah lebih cepat menanyakan arah kepada seseorang.

Teknologi ciptaan insinyur Yale University ini bisa menjadi jalan tengah. Sang insinyur, Adam Spiers, menciptakan Animotus, suatu benda mungil berbentuk kubus yang dapat berubah bentuk selagi menunjukkan arah kepada penggunanya.

Animotus itu sendiri tidak menunjukkan arah langsung dari GPS, tapi alat itu terhubung dengan telepon pintar secara nirkabel. Telepon pintar itulah yang berhubungan dengan GPS.

Insinyur itu mendapat ilham menciptakan Animotus ketika ia sedang memainkan peran dalam cerita Flatland berdasarkan kisah karangan Edwin A. Abbott pada tahun 1884.

Pada saat pementasan, para penonton yang tuna netra sekaligus tuna rungu, ditaruh dalam ruang gelap dan berjalan dalam kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 orang.

Kelompok-kelompok itu diminta berjalan dalam kegelapan hanya berdasarkan perintah melalui suara. Setiap peserta memegang Animotus yang berubah-ubah bentuknya hingga tiba di tempat tujuan.

Karena merupakan benda yang padat, Animotus dapat diraba kaum tuna netra ketika berkelana mencari arah.

Paduan seni dan teknologi

Dalam penciptaan alat itu, profesor muda postdoktoral bidang robotika itu bekerja sama dengan Extant, suatu perusahaan pementasan di London. Mula-mula, ia menamai alat itu Haptic Sandwich, namun kemudian diganti dengan Animotus.

Gambar dari Yale University

 

Peralatan haptic lazimnya menggunakan getaran, sehingga terkadang dirasa mengganggu. Kalau dengan suara, lebih mengganggu lagi.

Setelah serangkaian uji coba, ia memutuskan untuk menggunakan benda padat yang berubah bentuk.

Dalam pementasan Flatland, para hadirin diperlengkapi dengan perlengkapan untuk pemantauan dan pelacakan gerakan. Dengan demikian, sejumlah perlengkapan Animotus bertukar data secara nirkabel (wireless) dengan sebuah peta berbasis komputer.

Dari pementasan interaktif itu, Adam Spiers terkesan dengan kecepatan para pengunjung tuna ganda itu ketika bergerak dari suatu titik ke titik lain di dalam kegelapan. Kecepatan pencarian arahnya hanya beberapa sedikit lebih lambat daripada orang biasa yang mencari arah titik ke titik ketika terang.

Menurut pandangan insinyur itu, Animotus memiliki potensi yang lebih luas daripada sekedar petunjuk arah untuk pejalan kaki ataupun pengelana sehingga mereka bisa lebih menikmati lingkungan sekitarnya daripada sekedar sibuk dengan getaran atau suara pada teknologi petunjuk arah yang ada.

"Saya ingin mencoba alat ini di alam terbuka, menghubungkannya dengan Google Maps dan melihat apa jadinya," kata dia. (Alx/Ein)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya