Liputan6.com, Kos - Duka menyelimuti perasaan banyak orang, tak terkecuali Mehmet Ciplak. Pria yang membawa jasad bocah Aylan dari bibir pantai.
"Hatiku hancur ketika mengetahui bocah kecil itu meninggal. Dengan hati-hati aku membawa balita laki-laki berusia 3 tahun itu dari pantai di Bodrum, pada Rabu 3 September," tutur Mehmet Ciplak, petugas penjaga pantai itu menggambarkan upayanya mengevakuasi jenazah Aylan, seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (7/9/2015).
Baca Juga
Foto-fotonya saat ia membopong bocah Aylan pun banjir simpati dari ratusan orang, yang kemudian meninggalkan karangan bunga di lokasi kejadian dan menyebar kelopak bunga ke laut sebagai penghargaan terhadap bocah Aylan.
Advertisement
Meski potret pilu itu telah beredar luas, Ciplak yang baru pertama kali buka suara sejak insiden itu, mengaku tak tahu menahu soal foto itu. Saat itu, ia hanya berharap bocah kecil yang tergeletak di pinggir pantai tersebut masih hidup.
"Ketika aku melihat bayi itu di pantai, aku segera mendekatinya dan berkata dalam hati 'Ya Tuhan, aku berharap dia masih hidup'," tuturnya.
"Ketika menyadari ia sudah tak bernyawa, hatiku dari lubuk yang paling dalam merasa hancur. Itu adalah pemandangan yang mengerikan, aku merasa sangat kehilangan," sambungnya.
Aylan, dam kakaknya Galip yang berusia 5 tahun serta sang bunda Rehan, semuanya tewas tenggelam setelah kapal mereka terbalik di Laut Aegean. Mereka tengah berjuang hidup menempuh segala marabahaya dari Suriah ke Kos, agar terlepas dari konflik bersama para pengungsi lainnya.
Hanya sang ayah, Abdullah Kurdi yang selamat. Ia lah yang menceritakan bagaimana ia memohon agar anak-anaknya tetap bernapas. Saat itu ia berharap agar buah hati dan pasangan hidupnya bisa bertahan di tengah gelombang kuat.
Dari 23 pengungsi yang ada dalam perahu, hanya 9 yang selamat. Sejauh ini, baru 12 jenazah ditemukan, termasuk 5 anak-anak.
Saudari perempuan Abdullah, Tima, mengaku ayah yang tengah berduka itu menceritakan insiden tragis anak-anaknya melalui percakapan telepon.
"Ketika gelombang besar datang dan membalik perahu yang ditumpanginya, Abdullah berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keluarga kecilnya agar tak tenggelam. "Bernapaslah, bernapas, aku tak ingin kalian mati!' kata Tima mengutip Abdullah.
Menurut kisah Abdullah, kapal yang mereka naiki terbalik akibat hantaman ombak tinggi. Sang kapten yang panik pilih terjun ke laut, menyelamatkan diri. Kendali kapal diserahkan tangan Abdullah. "Aku mengambil alih kemudi. Namun ombak begitu dahsyat hingga membalikkan kapal," katanya.
"Aku memegangi tangan istriku. Namun, anak-anak terlepas dariku. Kami mencoba berpegangan pada perahu," tambah dia.
Saat itu gelap. Semua orang berteriak. Panik. "Yang paling aku inginkan saat ini adalah bisa bersama anak-anakku," kata dia, menangis dan merasa bersalah.
"Lalu ia memandang Aylan dan melihat darah segar mengalir dari matanya, dan ia segera menutup mata buah hatinya dan berkata: 'Istirahat dengan tenang anakku'."
Keluarga muda Kurdi-Suriah telah melarikan diri kota asal mereka dari Kobane setelah ISIS mengepung kota mereka di Suriah utara dekat perbatasan Turki. Di sana adalah pusat pertempuran antara kelompok ekstremis dan para pejuang Kurdi selama hampir 1 tahun.
Abdullah, anak dan istrinya mencoba untuk bergabung dengan kerabat mereka di Kanada setelah aplikasi untuk mensponsori keluarganya gagal pada bulan Juni.
Sebelumnya, mereka sempat mengungsi ke Turki tahun lalu, namun kembali memilih pergi, untuk menghindari angkara ISIS.
Sudah ribuan migran tewas sejak awal tahun ini dalam upaya memasuki Eropa lewat jalur laut. Untuk lari dari perang dan mencari peluang hidup dan harapan di tanah orang.
Menurut petugas penjaga pantai Turki, sekelompok migran meninggalkan Turki melalui Semenanjung Bodrum menuju Pulau Kos di Yunani pada Rabu 2 September 2015 dini hari, namun tidak lama kemudian 2 perahu yang ditumpangi mereka karam.
Pemakaman Bocah Aylan
Jenazah bocah Suriah, Aylan Kurdi dan keluarganya yang meninggal dunia setelah kapal yang ditumpanginya tenggelam di pantai Turki telah dimakamkan di Kobane, Suriah.
Sang ayah, Abdullah Kurdi, terlibat langsung dalam proses pemakaman 2 anak dan istrinya di wilayah kota Kobane, Suriah, yang dikuasai oleh kelompok Kurdi.
"Saya tidak lagi mempunyai masa depan. Masa depan saya telah sirna," kata Abdullah Kurdi dengan agak terisak saat memberi ucapan perpisahan di pemakaman, seperti dikutip BBC, Minggu 6 September.
(Tnt/Rie)