Liputan6.com, Riverside - Pertumbuhan jumlah kendaraan listrik dan perangkat mobile diperkirakan akan sangat meningkat dalam beberapa dekade mendatang. Namun dengan teknologi baterai saat ini, pemenuhan kebutuhan daya bagi unit tersebut akan berdampak buruk pada lingkungan.
Untuk menjawab tantangan itu, seperti diberitakan University of California Riverside (UCR), yang dikutip Rabu (1/10/2015), sejumlah peneliti di sana menggagas upaya menggunakan baterai yang terbuat dari kulit jamur portabella.
Baca Juga
Portabella merupakan salah satu jamur yang lazim digunakan sebagai bahan dasar sup.
Advertisement
Upaya ini bukan hanya mengurangi biaya ekonomis dan lingkungan terkait produksi baterai, tapi juga menghadirkan inovasi terkait daya tampung yang makin lama makin besar seiring berjalannya waktu.
Baterai lazimnya terdiri dari 3 unsur utama: kutub negatif (katoda), kutub positif (anoda), dan benda padat ataupun cair yang bertindak sebagai zat elekrolit yang memisahkan dua kutub itu.
Pada teknologi baterai Li-ion yang banyak dipakai sekarang ini memerlukan proses pembuatan yang tidak mudah. Kutub positif baterai Li-ion memakai grafit sintetis, padahal bahan ini memerlukan zat kimia asam hidrofluorida ataupun asam belerang untuk proses pemurnian dan persiapan.
Dua jenis zat kimia itu merupakan asam yang berbahaya. Karena itu, proses ini bukan hanya mahal, tapi juga menghasilkan zat buangan yang berbahaya bagi lingkungan.
Berlatar hal itu, para peneliti di UCR kemudian menjajal penggunaan jamur portabella sebagai bahan alamiah pengganti grafit dalam baterai.
Alasan Penggunaan Jamur
Ada dua alasan. Pertama, penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa jamur sangat berpori dan menjadi sifat yang diperlukan untuk pembuatan baterai, karena lubang-lubang kecil itu menjadi tempat penyimpanan dan pengalihan energi, sehingga meningkatkan kerja baterai.
Yang kedua, jamur jenis ini mengandung banyak sekali garam potassium yang menyebabkan pori-pori jamur ini semakin aktif seiring dengan berjalannya waktu. Dengan demikian, bertambah juga kandungan bahan elekrolit aktif selama penggunaan.
Dampaknya, daya tampung baterai pun malah meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Tim ini menemukan bahwa pengambilan kulit dari kepala jamur portabella dan pemanasannya pada suhu hingga 500 derajat Celcius mengubahnya menjadi susunan alamiah bahan-bahan pita nano (nanoribbon) karbon. Pemanasan lanjutan bahan itu hingga 1.100 derajat Celcius mengubahnya menjadi pita nano bahan karbon yang saling terhubung seperti suatu jaringan (network) berpori.
Bahan seperti ini dinilai para peneliti cocok sekali menjadi bahan rancangan baterai, karena memiliki permukaan yang luas untuk penyimpanan energi.
Menurut para peneliti UCR, hasil ini mengisyaratkan bahwa jika dilakukan secara optimal, kutub positif (anoda) berbahan karbon yang dihasilkan dari jamur tadi dapat dipakai menggantikan anoda berbahan grafit yang ada sekarang ini.
"Dengan adanya bahan baterai seperti ini, telepon selular di masa depan memiliki masa pakai yang malah bertambah setelah dipakai berulang kali, bukan malah berkurang. Ini disebabkan oleh aktivasi pori-pori kosong dalam arsitektur karbonnya setelah sel baterainya diisi dan dikosongkan berkali-kali," kata mahasiswa pasca sarjana di UCR, Brennan Campbell yang dikutip dari laman universitas tersebut.
Penelitian ini sudah diterbitkan dalam bentuk makalah di jurnal Nature Scientific Reports pada 29 September 2015, dengan judul "Bio-Derived, Binderless, Hierarchically Porous Carbon Anodes for Li-ion Batteries" oleh Cengiz Ozkan dan Mihri Ozkan.
Selain 2 orang yang mengajar di Bourns College of Engineering di UCR itu, penulisan tersebut juga digarap bersama dengan 3 mahasiswa dan mantan mahasiswa pasca sarjana Campbell, Robert Ionescu and Zachary Favors. (Alx/Tnt)
Advertisement