Liputan6.com, Washington - Presiden Obama pada Minggu 6 Desember 2015 mendeklarasikan bahwa penembakan massal San Bernardino, California, adalah aksi terorisme. Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan menyerah dan akan melawan ISIS dengan kekuatan dan kampanye yang cerdas.
"Insiden itu adalah aksi terorisme yang diciptakan untuk membunuh orang tak bersalah," kata Obama seperti dilansir CNN.
Obama yang berbicara di podium di Gedung Oval, Washington DC, mengatakan bahwa pasangan San Bernardino adalah bukti nyata jejak gelap radikalisme.
Advertisement
Pernyataan itu ia sampaikan bahwa ada peningkatan serangan terorisme di seantero AS.
Baca Juga
"Ancaman teroris itu nyata, namun kita akan menghadapinya. Kita akan hancurkan ISIS dan organisasi sejenis yang dapat menyakiti kita," ujar presiden AS ke-44 itu.
"Kami akan menang dengan cara yang kuat dan cerdas, tangguh, dan tak kenal lelah untuk melawan ISIS," ia menambahkan.
Obama juga meminta kongres untuk bekerja sama membatasi pembelian senjata dan merampungkan peraturan pembelian persenjataan militer untuk sipil.
Kendati pidatonya ini bisa membuat 'marah' kaum konservatif, Obama memaksa bahwa kontrol senjata api merupakan kunci untuk melawan ISIS. Ia menegaskan bahwa saat ini di AS begitu mudahnya orang menyakiti masyarakat dengan membeli senjata.
"Kongres harus melakukan sesuatu bahwa tidak ada satu pun orang yang berada di daftar yang dicurigai bisa membeli senjata dengan mudah. Argumen apa yang bisa diucapkan ketika seorang teroris dengan mudahnya membeli senjata semi otomatis? Ini adalah masalah keamanan nasional," tutur Obama yang mempertanyakan betapa mudahnya membeli senjata-senjata jenis militer yang digunakan oleh pelaku San Bernardino.
Terorisme, keamanan nasional dan Muslim di AS adalah top isu di kampanye 2016 dan telah mendominasi perbincangan politisi semenjak 9/11.
Publik Ragu Obama bisa Lawan ISIS
Dalam jajak pendapat terbaru oleh CNN / ORC yang dirilis Minggu 6 Desember 2015, 60 persen orang Amerika tidak setuju penanganan Obama terhadap terorisme. Jumlah tersebut naik 9 poin sejak Mei. Dua pertiga dari mereka yang disurvei mengatakan mereka tidak menyetujui cara penanganan presiden atas ISIS.
Jajak pendapat ini dilakukan sebelum serangan di San Bernardino dan menunjukkan pergeseran opini publik, tentang bagaimana mengatasi kelompok ISIS yang rupanya naik hingga 53 persen. Untuk pertama kalinya, opini publik mengatakan AS harus mengirim pasukan darat untuk melawan kelompok terorisme itu. Sementara 68 persen mengatakan respons AS untuk melawan kelompok belum cukup agresif.
Angka-angka tersebut mencerminkan perjuangan Obama yang sejauh ini meyakinkan para pengkritik dan lawan-lawannya bahwa ia memiliki strategi yang layak untuk menghancurkan ISIS di Irak dan Suriah. Obama juga telah dianggap mengecilkan ancaman dari kelompok itu karena alasan politik.
Pidatonya kali ini dianggap dilakukan di bawah tekanan kuat, menyusul serangkaian komentar tentang ISIS yang membuatnya rentan terhadap klaim oleh lawan bahwa ia tidak mengambil tindakan atas ancaman ISIS yang semakin meningkat.
Obama berkali-kali menyebut ISIS sebagai pembunuh yang memiliki jaringan media sosial baik, meskipun jejak kekuasaan mereka dari Timur Tengah ke Barat perlahan-lahan semakin jelas terlihat.
Sejauh ini, Partai Republik telah melipatgandakan 'serangan' terhadap Demokrat setelah penembakan massal California. Hal itu dilakukan menjelang ajang pencalonan presiden mendatang, sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan Obama terkait hal itu tidak berhasil. (*)