Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru mengindikasikan kalau sekitar 8.000 tahun yang lalu, sebuah tsunami amat dahsyat melanda Afrika. Fenomena itu dipicu oleh tabrakan meteor di Samudera Hindia.
Tsunami adalah gelombang raksasa yang biasanya dipicu oleh gempa bumi. Sebagai contoh, Gempa Aceh tahun 2004 yang disusul tsunami menewaskan sekitar 250.000 orang, dan tsunami Tohoku yang melanda lepas pantai Jepang tahun 2011 memakan korban lebih dari 15.000 jiwa.
Meski tsunami yang dipicu oleh gempa bumi semacam ini tergolong sangat berbahaya, penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan kalau tinggi gelombang tsunami yang timbul biasanya kurang dari 150 meter. Hal ini diungkapkan oleh Dallas Abbott, ahli geologi di Lamont-Doherty Earth Observatory in Palisades milik Columbia University di Palisades, New York.
Advertisement
Namun, para peneliti saat ini terus mengungkap bukti-bukti baru akan adanya tsunami raksasa yang membuat tsunami-tsunami tadi seolah-olah biasa saja. Para ilmuwan baru-baru ini mengungkapkan kalau mega tsunami setinggi gedung pencakar langit 50 lantai, bahkan lebih, pernah menghantam pulau Santiago di lepas pantai barat Afrika, sekitar 73.000 tahun yang lalu.
Baru-baru ini, Abbott dan rekan-rekannya menemukan kalau bukit-bukit pasir raksasa di negara pulau Madagaskar kemungkinan dihasilkan oleh mega tsunami dengan ketinggian sekitar 90 meter yang terjadi sekitar 8.000 tahun silam.
"Sungguh menarik bahwa kita mungkin memiliki peristiwa sedahsyat ini yang masih dalam jangkauan sejarah manusia," sebut Abbott kepada Live Science. "Ini akan menunjukkan kalau manusia berhasil selamat dari peristiwa-peristiwa bencana yang cukup dahsyat."
Baca Juga
Para ilmuwan meneliti sekumpulan bukit yang terletak di sepanjang pantai selatan Madagaskar. Bukit-bukit pasir berbentuk seperti huruf V ini biasanya tersusun bersama seperti garis-garis tanda pangkat di seragam militer -- yang terbesar tingginya sekitar 185 meter di atas permukaan laut dengan panjang lebih dari 40 kilometer.
Penelitian sebelumnya kebanyakan mengasumsikan kalau material pembentuk bukit-bukit ini terbawa tiupan angin. Namun Abbott dan para koleganya menduga kalau material di bukit ini dibawa oleh tsunami raksasa purba.
Para peneliti menganalisis 22 sampel dari dua kumpulan bukit Madagaskar dan sekitarnya, yang mereka kumpulkan pada tahun 2006. Mereka berfokus pada mineral-mineral semisal kalsium karbonat yang sering ditemukan di kulit kerang.
Para peneliti menemukan bahwa tingkat kalsium karbonat pada bukit-bukit pasir tersebut umumnya lebih besar dari 40 persen. Akan tetapi, tingkat kalsium karbonat di wilayah di luar bukit pasir tersebut hanya berkisar antara 0 hingga 9 persen.
"Bukit pasir hasil tiupan angin biasanya 100 persennya pasir kuarsa," jelas Abbott, seperti dikutip dari Live Science, Jumat (15/1/2016). "Bukit-bukit pasir ini mengandung banyak karbonat. Pasir tepat di luar area tersebut pada dasarnya tidak mengandung karbonat."
Bukit-bukit pasir ini juga mengandung fosil laut mikroskopik utuh dalam jumlah berlimpah.
"Kalau fosil-fosil ini tertiup ke daratan oleh angin, kemungkinan mereka akan pecah berkeping-keping karena terpental di permukaan," jelas Abbot. "Akan tetapi kalau dibawa oleh air, kemungkinan fosil tersebut tetap utuh. Kami menemukan fosil mikro lengkap yang utuh, sebagian besarnya. Anda mungin melihat sedikit aus di ujungnya, tapi itu mungkin akibat efek angin setelah dibawa oleh air. Anda tak akan menemukan fosil-fosil itu pecah berkeping-keping."
Selain itu, adanya magnesium di fosil tersebut menunjukkan kalau fosil tersebut, pada suatu waktu, terbenam dalam air payau yang hangat dan dangkal. "Mereka tak cuma diam terekspos di pantai -- mereka tergali, entah bagaimana," kata Abbott lagi.
Dipicu Komet?
Para peneliti menduga kalau tsunami raksasa mungkin dipicu oleh komet atau asteroid yang menabrak Samudera Hindia. Tabrakan kosmik inilah yang kemungkinan menghasilkan Kawah Burckle, lubang dengan lebar sekitar 29 km yang terletak sekitar 1.450 km di tenggara Madagaskar, pada kedalaman sekitar 3.800 meter di bawah permukaan laut.
"Ada kandungan material lainnya di sekitar Samudera Hindia yang menunjukkan kalau kawah dan bukit-bukit pasir Madagaskar adalah bukti adanya tabrakan kosmik," kata Abbott. "Di Australia Barat, anda bisa menemukan pasir kaya karbonat yang tingginya hingga 150 meter di atas permukaan laut dan terletak 7 kilometer di dalam pulau. Situs-situs tersebut bisa jadi terbentuk di masa yang sama dengan yang di Madagaskar, walau kita belum memiliki cukup bukti."
Namun tambah Abbot lagi, "Sulit untuk mengkonfirmasi bahwa Burckle adalah kawah hasil tumbukan. Itulah masalah dengan kawah bawah air - sulit untuk memverifikasi asal-usulnya."
Ada kemungkinan bahwa mega tsunami yang melanda Madagaskar tidak dipicu oleh tabrakan tabrakan kosmik, melainkan akibat peristiwa-peristiwa di daratan seperti longsor besar. "Namun, efek dari longsor besar biasanya cukup lokal," kata Abbott. "Jika peristiwa Madagaskar dan Australia terjadi di masa yang sama di sepanjang Samudera Hindia, maka kemungkinan memang tabrakan kosmiklah penyebabnya."
Abbot menyebut kalau pada penelitian ke depannya, akan dikumpulkan lebih banyak sampel dari Madagaskar untuk dianalisis. Eksperimen di terowongan angin pada fosil-fosil mikro juga akan dilakukan untuk melihat apakah fosil tersebut tetap utuh setelah terpental-pental, atau pecah seperti yang diduga.