Liputan6.com, Auschwitz-Birkenau - Sejumlah foto kekejaman Perang Dunia II ditemukan dan isinya mengungkapkan proses pemilihan tahanan kaum Yahudi di kamp konstrasi Auswitch .
Disarikan dari tayangan ahctv.com pada Senin (18/1/2016), seorang gadis remaja lolos dari maut hanya melalui perbincangan singkat dengan penjaga kamp konsentrasi.
Baca Juga
Baca Juga
Advertisement
Peristiwa ini terjadi pada Mei 1944, ketika para tawanan Yahudi Hungaria tiba untuk pertama kalinya di kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau.
Di tempat itu, ada aturan umum yang melarang pengambilan foto. Namun demikian, satu orang anggota pasukan SS Jerman -- entah karena alasan apa -- mengambil sejumlah foto kedatangan para tahanan baru ke sana.
Foto-foto ini kemudian menjadi bukti sangat berharga tentang apa yang terjadi di kamp konsentrasi pada akhir Perang Dunia II. Dalam foto-foto itu terlihat proses penentuan nasib para tahanan yang baru tiba.
Pihak tentara Nazi memilah-milah tahanan berdasarkan kemampuan mereka untuk melakukan kerja paksa. Pertama, mereka memisahan wanita dan anak-anak dari kaum pria.
Kemudian, di dalam dua kelompok itu, pasukan Nazi memilih lagi siapa yang langsung dimusnahkan.
Seorang penyintas bernama Alice Lok Cahana tiba bersama keluarganya dan mengambil tempat bersama kelompok ibu beserta anak-anak mereka. Seorang tentara Jerman mendekatinya dan bertanya, “Apakah kamu memiliki anak-anak?”
Alice menjawab, “Tidak, saya baru berumur 15 tahun.” Dan tentara itu kemudian memindahkannya ke kerumunan tahanan lain, bersama-sama dengan kaum wanita yang sehat dan bugar untuk dijadikan tenaga kerja paksa. Kerumunan ibu dan anak yang ditinggalkannya langsung dibawa ke ruang pemusnahan.
Momen pemilahan yang direkam dalam foto-foto ini berlangsung dalam hitungan detik. Pemilahan ini merupakan suatu prosedur yang dialami oleh semua kaum Yahudi yang baru saja tiba di kamp konsentrasi.
Menurut Morriz Venezia, seorang penyintas, “Pasukan Jerman memisahkan kami. Mereka melihat kepada kaum lanjut usia dan memindahkan ke baris kanan. Kaum muda diminta ke kiri.”
Lanjutnya, “Begini caranya memisahkan kami. Barisan yang kanan—mereka segera membawanya pergi…ke dalam kamar gas.”
Seni Sebagai Pencerita Kekejian
Lalu apa yang dilakukan oleh para penyintas yang tersebut dalam video singkat temuan foto-foto langka tersebut?
Penelusuran lebih lanjut di Wikipedia menyebutkan bahwa Alice Lol Cahana menjadi terkenal dengan karya tulis dan lukisannya tentang Holocaust.
Selain menjadi tahanan semasa remaja di Auschwitz-Birkenau, ia juga pernah ditahan di kamp-kamp konsentrasi di Guben dan Bergen-Belsen. Kebanyakan karyanya merupakan penghargaan kepada diplomat Swedia bernama Raoul Wallenberg yang menyelamatkan ayahnya di masa perang.
Alice sendiri dibebaskan dari kamp Bergen-Belsen pada 15 April 1945, bersama-sama dengan Edit, kakak perempuan yang 2 tahun lebih tua daripadanya. Namun demikian mereka akhirnya terpisah, dan Alicia mencari-cari kakaknya seumur hidupnya.
Dikutip dari laman University of Minnesota, dijelaskan bahwa pada 1978 Alicia tergerak untuk menceritakan kisah hidupnya dan sejumlah penyintas lain melalui karya seni.
Katanya, “…di kamp konsentrasi saya mengatakan kepada diri sendiri, jika saya selamat, saya harus menceritakan kisah saya sebagaimana yang saya saksikan. Saya melukis selama 20 tahun untuk mengembangkan kemampuan untuk menceritakannya dan saya menulis puisi pertama segera setelah pembebasan, untuk menantang diri saya agar tidak membisu.”
Dalam laman yang sama, beginilah kutipan kisahnya, “Pada 1978, saya kembali ke kampung halaman. Kereta yang sama yang membawa kami ke Auschwitz itulah yang membawa saya kembali."
"Sepertinya tidak ada yang berubah -- kota itu masih sunyi dan senyap -- tidak ada tugu peringatan, tidak ada kenangan, tidak ada yang merindukan kami ataupun peduli. Setelah 35 tahun, tidak ada yang mengingat bahwa seluruh komunitas ditelan menjadi asap.”
Mengenai karya wanita penyintas itu, sejarawati seni bernama Barbara Rose mengatakan, “Untuk menciptakan pesan universal yang mengkomunikasikan pengalaman emosional yang subyektif adalah tugas seorang seniman sejati.”
Lanjutnya, “Tugas ini secara khusus menjadi sulit ketika sang seniman, misalnya Alice Lok Cahana, harus menghadapi masa-masa paling kelam dalam sejarah manusia, menyampaikan bencana yang bukan khayalan, namun nyata.
“Cahana membuat pernyataan artistik yang menjadi testimoni yang menetap kepada pengalaman Holocaust secara langsung. Ia bertekad untuk mengatasi kontradiksi antara keindahan dan pembunuhan massal, dua hal berlawanan yang tidak dapat digabungkan, mewakili kesadaran tertinggi dan terendah manusia.”
“Ia merasa ia harus mengabdikan keseniannya untuk menciptakan peringatan bagi mereka yang telah binasa dan terlupakan. Pada saat yang sama, ia percaya seni tidak bisa mengenai membumbungnya semangat manusia dan kemenangan spiritualitas manusia atas kedengkian dan kebencian yang tidak manusiawi.”
Advertisement