Radiasi Masih Mengerikan, Robot Tak Bisa Hidup di PLTN Fukushima

Hingga sekarang, pihak pemerintah masih belum mengetahui cara membuang air radioaktif dengan jumlah yang semakin meningkat.

oleh Citra Dewi diperbarui 11 Mar 2016, 19:14 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2016, 19:14 WIB
Tampak keseluruhan lokasi pabrik pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi (Foto: Reuters).
Tampak keseluruhan lokasi pabrik pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi (Foto: Reuters).

Liputan6.com, Fukushima - Lima tahun lalu, salah satu gempa bumi terburuk yang terjadi dalam sejarah terjadi di wilayah Tohoku. Tak hanya itu, tsunami setinggi 15 meter juga melanda daerah tersebut dan menabrak stasiun tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang menyebabkan beberapa kebocoran.

Dalam tragedi tersebut, hampir 19.000 orang tewas dan hilang, serta 160.000 orang kehilangan rumah dan mata pencaharian mereka.

Sebagai salah satu upaya mengatasi kebocoran radiasi nuklir, robot dikirim untuk menemukan bahan bakar dengan tingkat radioaktif tinggi. 'Dinding es' yang melingkupi pabrik tersebut juga didirikan untuk menghentikan kontaminasi ke air tanah, namun hingga saat ini belum juga selesai.

Hingga sekarang, pihak pemerintah masih belum mengetahui cara membuang air radioaktif dengan jumlah yang semakin meningkat.

Saat ini, radiasi di pabrik pembangkit listirk tenaga nuklir Fukushima masih begitu kuat. Hal tersebut terbukti dengan tidak mungkinnya seseorang masuk ke dalam untuk menemukan dan menyingkirkan gumpalan fuel rods--atau disebut batang bahan bakar, tempat penyimpanan Uranium dan Plutonium yang dapat menghasilkan energi fusi.

Operator dari pabrik pembangkit, Tokyo electric Power Co (TEPCO), telah melakukan beberapa kemajuan, seperti menyingkirkan ratusan limbah fuel rods di salah satu gedung yang rusak. Namun, diperlukan teknologi lebih lanjut untuk membangun lokasi melelehnya batang bahan bakar pada tiga reaktor lain di pabrik.

"Sangat sulit untuk mengakses ke dalam pabrik tersebut," ujar ketua decommissioning--tindakan menurunkan tingkat radiasi dari reaktor serta peralatan lainnya setelah mengakhiri operasi agar tak membahayakan pekerja, masyarakat sekitar, maupun lingkungan-- TEPCO, Naohiro Masuda, dalam salah satu wawancara.

"Hambatan terbesar adalah radiasi," tambahnya.

Atap dari bangunan reaktor nomor 3 yang hancur (Foto: Reuters.com).

Fuel rods meleleh melalui celah kurungan di dalam reaktor dan tak ada yang tahu di mana benda itu sekarang.

Karena benda itu sangat berbahaya bagi manusia, TEPCO telah membuat robot yang dapat berenang di dalam air serta melewati hambatan dalam terowongan dan pipa yang rusak untuk mencari fuel rods yang meleleh.

"Namun, setelah robot tersebut dekat dengan reaktor, radiasi menghancurkan kabel dan membuatnya tak berfungsi," ujar Masuda.

Masing-masing robot harus didesain berdasarkan bangunan yang akan dieksplorasi

"Membutuhkan dua tahun untuk mengembangkan robot dengan fungsi tunggal," tambahnya.

TEPCO yang dulu dikecam keras karena lambatnya menangani bencana, saat ini kondisi di pabrik pembangkit Fukushima meningkat lebih baik secara drastis. Seperti yang dikutip dari Japan Today, Rabu (11/3/2016), radiasi di banyak tempat pada lokasi tersebut, saat ini setara dengan Tokyo.

Hal tersebut tak dapat dipisahkan dengan dedikasi lebih dari 8.000 pekerja. Mereka secara konstan tersebar di lokasi itu, menyingkirkan puing-puing, membangun tangki penyimpanan, meletakkan pipa, dan mempersiapkan pembongkaran bagian dari pabrik.

Banyak pekerjaan melibatkan pemompaan air ke dalam reaktor yang hancur dan teradiasi dengan tujuan untuk mendinginkan. Setelah itu, air yang terkontaminasi dengan radioaktif dipompa keluar dari pabrik dan disimpan di dalam tangki yang tersebar di sekitar lokasi.

Satu juta ton air radioaktif adalah salah satu tantangan terbesar, ujar pengelola lokasi, Akira Ono. Ia mengatakan bahwa sangat khawatir tangki penyimpanan akan bocor dan mengalir ke laut.

Para awak media dan pekerja TEPCO nampak memakai baju dan masker pelindung di depan pabrik pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi (Foto: Reuters).

Ono memperkirakan bahwa TEPCO telah menyelesaikan 10 persen dari pekerjaan pembersihan lokasi, yang jika ditotal akan membutuhkan waktu 30 sampai 40 tahun.

Saat ini TEPCO sedang membangun dinding es terbesar di dunia untuk menjaga air tanah mengalir ke ruang bawah tanah reaktor yang rusak dan menjadi terkontaminasi.

Dinding tersebut pertama kali diusulkan pada 2013 dan didukung oleh pemerintah. Pembangunannya selesai pada Februari setelah berbulan-bulan ditunda dan dipertanyakan efektivitasnya.

"Menghentikan gangguan air tanah ke dalam pabrik adalah hal yang penting," ujar seorang insinyur nuklir, Arnie Gundersen.

"Reaktor terus merembeskan radiasi ke air tanah dan dari situ akan mengalir ke Samudra Pasifik," ujar Gundersen.

"Ketika TEPCO dapat menghentikan air tanah, hal itu akan menjadi awal berhentinya radiasi nuklir," tambahnya.

Sementara ia tak mengelak sebagian kecil radiasi akan sampai ke samudra, Masuda berkata bahwa kebocoran tersebut akan berakhir ketika perusahaan tersebut membangun dinding sepanjang garis pantai di dekat reaktor yang mempunyai kedalaman hingga dasar laut.

"Saya tak akan mengatakan bahwa hal tersebut (dapat menurunkan radiasi hingga) nol, namun karena dinding tersebut, pelepasan (radiasi) akan menurun secara drastis," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya