Liputan6.com, Jakarta - Asia Tenggara adalah 'surga' bagi para babi. Kawasan tersebut memiliki keanekaragaman babi hutan tertinggi di dunia.
Hal tersebut diduga dipengaruhi naik turunnya level permukaan air laut, yang memisah dan menghubungkan pulau-pulau yang ada di wilayah tersebut selama 5 juta tahun.
Baca Juga
Saat hewan menjadi terisolasi di pulau-pulau, spesies baru bisa berkembang. Hal itulah yang diduga terjadi pada babi.
Salah satu produk evolusi adalah babi liar yang dikenal sebagai babi kutil Bawean.
Spesies tersebut hanya bisa ditemukan di Pulau Bawean, kawasan bekas gunung berapi yang punah di Laut Jawa.
Advertisement
Hingga saat ini para ilmuwan tak tahu pasti ada berapa banyak babi kutil yang ada di sana.
Mengapa sampai dinamakan babi kutil?
Gara-garanya, "babi jantan memiliki tiga pasang tonjolan daging yang mengeras seperti kutil di sisi wajahnya," kata Johanna Rode-Margono, peneliti di Chester Zoo, Inggris sekaligus anggota IUCN/SSC Wild Pig Specialist Group.
Tak ada yang tahu mengapa para jantan memiliki kutil besar seukuran buah anggur.
"Ada sejumlah teori soal itu," kata kolega Rode-Margono, Eric Meijaard, pendiri Borneo Futures dan ketua IUCN/SSC Wild Pig Specialist Group. "Itu mungkin terkait dengan penampilan."
Bisa jadi kutil yang bagus -- di mata sesama babi -- bisa menarik para betina.
Alternatif lain, tonjolan itu mungkin punya peran dalam pertarungan atau pertahanan diri.
"Babi hutan saling bertarung dengan menubrukkan taring yang ada di bawah moncong, kutil itu mungkin bisa melindungi bagian wajah, khususnya mata," kata Colin Groves dari Australian National University.
Tak hanya tonjolan yang relatif besar, sejumlah babi kutil Bawean juga punya jenggot putih dan rambut berwarna emas yang mencuat dari dua sisi kepalanya.
Lagi-lagi tak jelas mengapa bulu-bulu panjang semacam itu bisa muncul.
Para ahli juga belum memutuskan apakah babi kutil Bawean adalah spesies yang benar-benar berbeda.
Sejumlah ilmuwan berpendapat, mereka disebut dengan nama Latin Sus blouchi, namun lainnya bersikukuh hewan tersebut adalah subspesies dari babi kutil Jawa (Sus verrucosus) -- atau dalam hal ini ia harus dijuluki Sus verrucosus blouchi.
"Dalam hal konservasi, apalah arti sebuah nama. Itu adalah taksonomi yang berbeda dari spesies babi langka yang memerlukan perhatian khusus, untuk dikonservasi," kata Meijaard.
Babi Hutan Misterius
Babi Hutan Misterius
Untuk mendapatkan gambaran tentang babi hutan yang misterius, tim yang terdiri atas 6 ilmuwan -- termasuk Rode-Margono dan Meijaard -- memasang kamera di 100 titik di hutan lindung di seantero Pulau Bawean dari November 2014 hingga Januari 2015.
Temuan yang mereka hasilkan telah terpublikasi di jurnal ilmiah PLOS ONE.
Berdasarkan hasil pengamatan kamera, para peneliti mengkalkulasi, ada sekitar 172 hingga 377 babi yang tinggal di Bawean, tak sebanding dengan jumlah manusia yang mencapai 90 ribu.
Para ilmuwan belum bisa menyimpulkan apakah jumlah babi kutil tersebut meningkat, stabil, atau justru menyusut.
Angka yang kecil tersebut tidak mengejutkan. Sebab, Bawean adalah wilayah yang tak seberapa luas. Dan, babi kutil hanya bisa ditemukan di sejumlah wilayah yang terisolasi di pulau itu.
Dari jumlahnya yang hanya segelintir, bisa disimpulkan bahwa babi kutil Bawean memenuhi syarat sebagai spesies yang terancam punah secara global.
Salah satu masalahnya, babi kutil tersebut terisolasi di sebuah pulau kecil. "Populasi mereka yang kecil bisa berujung ke kepunahan," kata Meijaard. Misalnya, mereka bisa binasa akibat penyakit.
Gaya hidup mereka juga membawa masalah.
Rekaman dalam video menunjukkan bahwa hewan tersebut bersifat noktunal alias berkeliaran pada malam hari. Mereka lebih memilih untuk tinggal di pinggiran hutan rakyat.
Dari sana, mereka bisa menyerang lahan pertanian di mana makanan lebih berlimpah. Kebiasaan menggasak tanaman penduduk bisa memicu konflik dengan manusia.
Ancaman terbesar bagi babi kutil adalah perburuan, "karena masyarakat lokal ingin melindungi tanaman mereka," kata ode-Margono.
Mayoritas penduduk lokal Bawean yang beragama Islam dan taat menjadi keuntungan bagi para babi. Sebab, mereka tak memburu hewan tersebut untuk dimakan.
Rode-Margono optimistis, meski memiliki reputasi sebagai perusak tanaman, ada kemauan warga lokal untuk berperan dalam konservasi babi kutil Bawean.
Saat para peneliti menunjukkan hasil rekaman kamera pengintai ke warga Bawean, banyak dari mereka yang terpana menyaksikan hewan tak biasa itu. "Mereka berpendapat, babi itu sangat unik, dengan kutilnya, dan keren," kata perempuan tersebut.
Apalagi, ada manfaat yang dihasilkan dari hewan-hewan terancam punah itu. "Babi hutan adalah 'teknisi dalam ekosistem' (ecosystem engineers)," kata dia. "Mereka berperan dalam pemupukan dan penyebaran benih di hutan."
Mereka juga merupakan spesies payung (umbrella species). Melindungi binatang langka tersebut berarti juga melindungi mamalia langka lainnya seperti rusa Bawean (Axis kuhlii).
Lantas bagaimana cara agar kelestarian babi kutil Bawean tak mengganggu kehidupan masyarakat?
Menurut para ahli, ada cara sederhana. Misalnya, 'memagari' lahan dengan cara menaburkan bubuk cabai -- cara yang sama untuk mengusir gajah. Demikian ungkap Mark Rademaker dari VHL University of Applied Sciences di Belanda.
"Karena populasi babi kutil Bawean sungguh penting karena hanya satu-satunya di dunia," kata Rode-Margono.
Hanya ada 250 ekor babi kutil di alam liar, hanya di Bawean. "Sangat penting untuk mengawasi keberadaannya," kata dia.
Advertisement