Liputan6.com, Istambul - Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu akan segera turun dari jabatannya sebagai kepala pemerintahan pada akhir bulan Mei 2016.
Menurut laporan media lokal, Davutoglu mengajukan pengunduran diri setelah terjadi perbedaan pendapat antara PM tersebut dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Baca Juga
Sang perdana menteri menentang rencana Presiden Erdogan untuk menjadikan Turki sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial.
Advertisement
Dikutip dari CNN, Jumat (6/5/2016), PM tersebut akan melepas jabatannya dengan resmi setelah kongres partai yang akan dilaksanakan pada 22 Mei 2016.
"Partai kita akan memasuki era yang baru," kata Davutoglu
Menurut wawancara yang dilakukan Davutoglu dengan media lokal, ia mengaku mengambil keputusan untuk turun dari jabatannya setelah AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) menghapus kekuasaannya untuk memilih pimpinan partai lokal.
Pria 57 tahun itu akan menjabat sebagai anggota parlemen AKP, setelah menyerahkan jabatan kepada penerusnya.
"Aku akan tetap menghormati Presiden kita. Tidak akan ada satu kata pun dari mulutku yang akan menjelekkan Presiden" kata Davutoglu
Menuju Kekuasaan Presiden yang Lebih Besar
Pengunduran diri Davutoglu berarti keleluasaan bagi Erdogan untuk menguasai Turki dan menunjuk PM yang patuh kepadanya.
Davutoglu diangkat oleh Erdogan sebagai kepala pemerintahan pada tahun 2014, saat ia dinobatkan sebagai Presiden Turki yang baru saat itu.
Walaupun sudah memiliki PM, Erdogan dianggap tidak ingin melepaskan kekuasaannya dari pemerintahan dan partai. Ia masih ikut andil dalam setiap keputusan parlemen dan partai.
Sebelum menjabat sebagai kepala negara, Erdogan menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 2003 hingga 2014.
Pada masa jabatannya sebagai kepala pemerintahan, Erdogan terang-terangan menunjukkan ambisinya untuk mengubah sistem pemerintahan menjadi presidensial.
Langsirnya Davutoglu dari jabatannya dikhawatirkan akan berdampak pada perekonomian dan hubungan politik Turki, terutama dengan negara Barat.
Dalam sebuah wawancara, ia meyakinkan, AKP akan tetap menjadi sumber kestabilan politik di negaranya. "Saya tegaskan, investor dan pebisnis untuk tidak meragukan kestabilan negara ini" kata Davutoglu.
Pernyataan itu tidak terlalu menenangkan karena pada Kamis 5 Mei 2016, indeks saham Istanbul turun 1 persen.
Kritik berdatangan dari berbagai kalangan mengatakan Presiden Erdogan menjadi terlalu otoriter, memaksakan sistem kepresidenan.
Erdogan juga mendapatkan banyak kritik karena memenjarakan jurnalis dan pembangkang.