Liputan6.com, Boston - Beredar kabar bahwa ilmuwan dari Harvard Medical School melakukan pertemuan tertutup untuk membahas penciptaan manusia dari ketiadaan.
Untuk mencari tahu kebenaran tersebut, seorang penulis LiveScience yang merupakan seorang peneliti biologi sintestis menghubungi pihak penyelenggara.
Pada 10 Mei diadakan pertemuan bernama "HGP-Write: Testing Large Synthetic Genomes in Cells". HGP atau Human Genome Project adalah upaya kolaborasi terbesar di dunia biologi yang menghasilkan pengurutan genom manusia pada tahun 2003.
Advertisement
Menurut penyelenggara pertemuan tersebut, kegiatan itu bertujuan untuk menginspirasi ilmuwan dan masyarakat dengan tantangan proyek besar baru, yakni meningkatkan pembacaan genom hingga menuliskannya, dengan membuatnya dari blok bangunan DNA perorangan.
Baca Juga
Berdasarkan keterangan penyelenggara, pertemuan tersebut tak bermaksud untuk dilaksanakan secara tertutup. Mereka mengaku memiliki rencana untuk melibatkan komunitas ilmiah secara luas, serta mengundang industri, pembuat kebijakan, dan masyarakat.
Namun karena publikasi artikel hasil terlambat, para penyelenggara dilarang untuk membahas hal tersebut kepada umum hingga telah dipublikasi -- kebijakan jurnal yang dikenal sebagai embargo.
Keterlambatan tersebut diumumkan beberapa hari sebelum pertemuan tersebut. Namun pihak penyelenggara memutuskan untuk tetap melanjutkan kegiatan itu, namun tak menyertakan para jurnalis hingga embargo dicabut.
"Aku rasa itu bukan keputusan terbaik," ujar seorang penyelenggara dan seorang ilmuwan genetik Harvard, George Church, kepada STAT News.
Genom adalah keseluruhan informasi genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme, atau khususnya keseluruhan asam nukleat yang memuat informasi tersebut. Secara teoritis, genom manusia buatan dapat digunakan untuk menghasilkan manusia tanpa orang tua biologis.
"Ide ini merupakan langkah besar bagi spesies manusia dan seharusnya tak dibahas secara tertutup," ujar ahli bioetis Laurie Zoloth kepada STAT News.
Kebenaran Tentang DNA Sintetis
Kebenaran Tentang DNA Sintetis
Terlepas dari pertemuan tersebut memang sengaja dirahasiakan atau tidak, namun hal itu tak mengganggu tujuan awal, yakni mendiskusikan tentang keberlanjutan DNA sintesis.
Proses pembuatan DNAÂ buatan mirip dengan pencetakan letterpress -- masing-masing karakter berkumpul dalam urutan yang benar. Hasilnya adalah identik secara kimia dan muncul secara alamiah.
Kabarnya DNA Sintetis dapat digunakan untuk perawatan kanker, sakit jantung, HIV, dan Alzheimer. Sel yang telah dibuat juga diharapkan dapat didesain untuk memproduksi biofuel, membersihkan polusi, atau menghentikan penyebaran pandemi.
Dikutip dari LiveScience pada Kamis (26/5/2016), beberapa tahun terakhir sintetis DNA makin menunjukkan kemajuannya.
Pada 2010, J Craig Venter dan timnya membuat 1 juta basis genom bakteri dan mentransplantasikannya ke sebuah sel.
Selain itu, pada 2014, penyelenggara pertemuan, Jef Boeke, berhasil menyelesaikan hal yang sama dengan satu dari 16 kromosom ragi, dan saat ini sedang berusaha mensintesis sisanya.
Tujuan untuk mensintesis genom manusia bukan menjadi hal yang baru lagi. Penyelenggara pertemuan, Andrew Hessel, telah memulai ketertarikannya pada awal 2012.
Namun masih terdapat banyak tantangan untuk membuat genom manusia tunggal. Saat ini seluruh produksi global tahunan DNA sintetis tak akan cukup untuk mencetak genom manusia tunggal.
Sementara itu, pertemuan tersebut berfokus untuk mulai menangani hambatan dalam membuat genom manusia.
Debat Etik
Banyak kecurigaan bahwa peneliti yang hadir dalam pertemuan tersebut berfokus untuk mengkloning manusia melalui DNA sintetis dan secara kimia memproduksi genom manusia.
Jika teknologi semacam itu ada, genom individu dapat diterjemahkan dan kemudian disintesis pada siapapun melalui pengetahuan.
Namun banyak orang yang berkata bahwa tindakan seperti itu terlalu angkuh dilakukan oleh manusia.
Dalam esai mereka, Drew Endy dan Laurie Zoloth berargumen bahwa mensintesis hidup merupakan 'gerakan moral yang sangat besar' yang tak dapat dianggap enteng. Mereka juga khawatir bahwa menghubungkan masa depan biologi sintetis dengan tujuan kontroversial dapat membahayakan seluruh upaya.
Memang masuk akal jika mengkloning manusia mendapat banyak perdebatan secara etis, walaupun pada kenyataannya tindakan tersebut belum diaplikasikan di dunia nyata.
Hingga saat ini belum ditemukan cara untuk mencangkokkan genom artifisial menjadi sel manusia. Bahkan pencapaian seperti yang dilakukan Boeke terhadap sel ragi, ratusan kali lebih kecil dari pembuatan kloning manusia.
Advertisement