Liputan6.com, Elizabeth - Lepas tengah hari, 8 Juni 1968, keluarga besar Kennedy dan ratusan orang lainnya memenuhi 21 gerbong kereta yang berangkat dari Penn Station, New York.
Itu bukan perjalanan penuh suka cita. Setelah menggelar upacara pelepasan di Katedral St. Patrick, mereka akan mengantar jenazah Senator Robert F. Kennedy ke Washington DC, untuk dimakamkan di sisi saudaranya yang lebih dulu berpulang, John.
Dua bersaudara itu menemui nasib tragis yang sama. John F Kennedy ditembak saat menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat.
Baca Juga
Sementara, hidup Robert berakhir di tangan Sirhan Bishara di Los Angeles pada 6 Juni 1968, yang menembakkan 3 peluru ke arahnya, sesaat setelah memenangkan pemilihan pendahuluan Partai Demokrat di California. Padahal, dengan kemenangan itu, langkahnya kian dekat menuju Gedung Putih.
Perjalanan kereta tersebut dijadwalkan selama 4 jam, menempuh rute yang pernah dilintasi kereta jenazah Abraham Lincoln seabad sebelumnya.
Namun, kereta itu tak pernah tiba tepat waktu. Dibutuhkan waktu 8 jam untuk menempuh jarak 362 km, membelah kerumunan massa.
"Saat kereta melewati terowongan pertama, yang kulihat adalah ratusan orang yang berduka...," kata Paul Fusco, seorang jurnalis foto yang berada di kereta kala itu seperti dikutip dari situs HBO.
Diperkirakan ada sekitar 1 juta orang yang menyemut di sepanjang rel kala itu.
Advertisement
Orang-orang itu datang dari semua kalangan -- kulit putih atau hitam, tua atau muda, pria dan wanita; mengenakan jas hitam necis atau hanya bercelana pendek, dengan gaun yang disetrika licin atau mengenakan daster -- memberikan penghormatan terakhir. Ada yang memberikan hormat ala militer, mengibarkan bendera, membentangkan spanduk, sementara anak-anak kecil memanjat pohon atau tiang untuk melambaikan tangan.
Insiden Mengerikan
Saat kereta melintasi Elizabeth, New Jersey kerumunan orang mendekat ke arah rel, untuk menyaksikan kereta yang membawa peti mati Robert Kennedy.
Mereka tak sadar, ada kereta lain yang segera melintas, The Admiral, yang saat itu menuju New York dari Chicago.
Admiral sudah menurunkan kecepatannya, klakson juga berkali-kali dibunyikan, namun kerumunan tersebut tak bubar tepat waktu.
Eileen Sciscione nyaris jadi korbannya. "Tiba-tiba aku terdorong keluar dari rel. Aku tak tahu siapa yang melakukannya. Aku merasakan angin berhembus kuat melewati wajahku, dari kereta lain. Kemudian, kekacauan terjadi," kata dua.
Kereta yang melewati Eileen menewaskan dua orang lainnya, termasuk ayah dari Richard dan John Curia yang kala itu berdiri di rel bersama seorang teman perempuan.
"Ia mencoba mendorong perempuan itu keluar rel, namun tak berhasil. Keduanya tertabrak," kata John.
Ia menambahkan, perempuan tersebut menggendong cucunya saat itu, namun ia sempat menyelamatkan bocah itu dengan cara melemparnya.
Selain dua orang meninggal dunia, ada 4 warga Elizabeth lainnya terluka parah.
Saksi mata, James Milo ada di stasiun mengabadikan kereta jenazah Robert Kennedy yang melintas, juga Admiral. Ia tak sadar kejadian mengerikan juga terjadi di sana.
"Aku merasa ngeri ketika melihat berita malam dan mengetahui ada kecelakaan tragis yang melibatkan Admiral, yang kurekam dengan kameraku," kata dia seperti dikutip situs steamlocomotive.com.
Pagi harinya, ia membaca isi artikel surat kabar yang menggambarkan Admiral sebagai 'kereta yang melaju liar' yang mengakibatkan kematian di Elizabeth.
Milo kemudian mengontak pihak berwenang, memberikan rekamannya itu, untuk membantah penggambaran yang beredar di surat kabar. Ia mengatakan bukan Admiral yang memicu tragedi.
Tiba di Washington DC, Robert Kennedy kemudian dimakamkan dekat kakaknya di Arlington National Cemetery in Arlington, Virginia -- meski ia pernah berucap ingin dimakamkan di Massachusetts.
Upacara pemakaman yang berlangsung 15 menit dimulai pada pukul 20.30. Kala itu langit sudah gelap pekat.
Setelah kejadian tersebut, President Lyndon B. Johnson memerintahkan pengamanan untuk para kandidat presiden AS.
Selain iring-iringan kendaraan yang membawa jenazah Robert Kennedy dan pemakaman sang senator, tanggal 8 Juni juga menjadi momentum sejumlah kejadian.
Pada 1783, Gunung Laki di Islandia memulai erupsi panjangnya, yang berlangsung selama 8 bulan. Akibatnya, lebih dari 9 ribu orang tewas, kelaparan pun terjadi selama 7 tahun.
Pada 1949, 1984 karya George Orwell terbit. Sesuai dengan judulnya, buku tersebut menyajikan ramalan suram tentang masa depan pada tahun itu.
Sementara pada 8 Juni 2014, setidaknya 28 orang meninggal dunia dalam penyerangan di Bandara Internasional Jinnah, Karachi, Pakistan.