Gaya Hidup Minimalis Garis Keras: Cuma Punya 3 Kaos dan 4 Celana

Pengikut gaya hidup minimalis di Jepang merasa cocok diterapkan di negerinya yang kerap gempa.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 20 Jun 2016, 13:09 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2016, 13:09 WIB
Gaya Hidup Minimalis Garis Keras: Cuma Punya 3 Kaos dan 4 Celana
Gaya Hidup Minimalis Garis Keras: Cuma Punya 3 Kaos dan 4 Celana (Reuters)

Liputan6.com, Tokyo - Apartemen satu kamar Fumio Sasaki di Tokyo mengingatkan pada ruangan interogasi di film-film detektif. Perabotannya hanya meja dan kursi.

Tengoklah lemarinya, Fumio hanya punya 3 kaos, empat pasang celana, 4 pasang kaos kaki dan perintilan lainnya.

Uang bukan masalah. Editor berusia 36 tahun itu tengah mengganti gaya hidupnya secara sadar, yaitu mengikuti tren minimalis di Jepang yang makin berkembang.

Terpengaruh oleh ajaran Budhaisme Zen, minimalis di sini mengurangi gaya hidup berlebihan dan konsumerisme berbelanja.

Fumio dahulu adalah kolektor buku, CD, DVD. Lama-kelamaan ia menjadi lelah karena menyimpan barang-barang itu selama 2 tahun.

"Aku terus berpikir, apa yang aku belum punya, apa yang hilang," kata Fumio seperti dilansir dari The Guardian, Senin (20/6/2016).

Selama satu tahun ia menghabiskan waktunya untuk menjual barang-barang koleksinya itu atau memberikan kepada temannya.

"Memiliki waktu sedikit untuk bersih-bersih rumah atau belanja membuat aku punya waktu lebih banyak lagi bersama teman-teman, pergi keluar, atau traveling. Aku juga jauh lebih aktif," ujarnya.

Yang lain pun menyukai ide 'memiliki yang hanya disukai'--- sebuah filosofi yang diterapkan oleh Mari Kondo, konsultan 'KonMari' yang terkenal di AS atas gaya hidup minimalis.

Gaya Hidup Minimalis Garis Keras: Cuma Punya 3 Kaos dan 4 Celana (Reuters)

"Ini bukan masalah aku punya lebih banyak barang dibanding orang rata-rata, tapi jugba bukan berarti aku menghargai benda yang aku miliki," kata Katsuya Toyoda, editor online yang hanya punya 1 meja dan 1 futon di apartemen seluas 22 m2.

"Aku menjadi minimalis sehingga aku menyukai kehidupanku," ungkap Katsuya.

Para penganut minimalis di Jepang, justru terinspirasi dari AS.  Salah satu pengikut gaya hidup itu adalah Steve Jobs.

Definisi dari gaya hidup seperti itu bervariasi. Karena, tujuannya adalah bukan mengurangi barang-barang namun mengevaluasi apa itu keinginan. Untuk mencari sesuatu yang lain--dalam kasus Fumio adalah waktu untuk lebih banyak lagi untuk traveling.

Fumio percaya ada ribuan minimalis garis keras, dan ribuan lainnya tertarik untuk mengikuti gaya hidup itu.

Beberapa orang mengatakan aliran minimalis tidak berasal dari luar negeri, namun secara natural tumbuh dalam falsafah Zen.

"Di Barat, ruangan kosong berarti harus menempati sesuatu di situ," ujar Naoki Numahata, penulis freelance.

"Namun dalam upacara minum teh, atau Zen, tujuan hidup akan samar ketika imajinasi ruang kosong diisi oleh benda," terang perempuan berusia 41 tahun.

Para pengikut minimalis itu juga bersikukuh gaya hidup itu cocok diterapkan di Jepang karena alamnya yang kerap terkena gempa.

Tahun 2011, gempa berkekuatan 9.0 SR dan tsunami yang menewaskan 20.000 orang membuat banyak orang mengevaluasi keinginan mereka.

"Tiga puluh hingga 50 persen luka saat gempa terjadi karena objek yang jatuh," ujar Fumio sambil memperlihatkan apartemennya kosong.

"Namun, di ruangan ini, Anda tak perlu khawatir akan kejatuhan barang mengenai kepala..."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya