Liputan6.com, Michigan - Ketika Stacey Wehrman Feely menemukan anak perempuannya, Chandler, berdiri di atas dudukan toilet, ia segera mengambil kamera dan mengabadikan tingkah laku bocah itu.
Seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya, ia ingin membagi 'kepiawaian', putrinya berdiri seimbang di atas toliet.
Namun, kebahagiaannya menghilang berubah menjadi kekhawatiran. Alasan Chandler berdiri seimbang di atas dudukan toilet ternyata membuat bulu kuduknya merinding.
Advertisement
Dengan polos, kepiawaian Chandler berdiri seimbang di atas dudukan toilet itu justru menjadi 'pelajaran' di pusat penitipan anak, untuk melindungi diri dari penembak.
Stacey tiba-tiba sadar kalau realitas menampar mukanya, bahwa ia tinggal di negara di mana undang-undang senjata api tak ada sama sekali. Bocah perempuannya harus bersiap menghadapi serangan penembakan massal di tempat ia seharusnya merasa aman.
Kekhawatiran Stacey lalu ia bagi lewat media sosial. Memohon orang-orang melihat 'aksi' anak perempuan 3 tahun menghadapi negara yang tak punya aturan senjata api.
Dalam statusnya, ia mempertanyakan peraturan senjata api di AS, mempertanyakan bagaimana seorang warga sipil memiliki senjata yang dimiliki militer.
"Politikus... lihat foto ini. Ini anakmu, anak-anakmu, cucu-cucumu, generasi mendatang. Mereka akan hidup dan tumbuh di dunia ini berdasarkan keputusanmu. Mereka baru saja berusia 3 tahun dan harus belajar sembunyi di toilet menghindari penembak? Mencoba seimbang di atas dudukan toilet dan berusaha tenang?" tulis Stacey dalam Facebook-nya seperti dilansir dari News.com.au, Selasa (21/6/2016).
Sulit bagi Stacey melihat alasan di balik foto Chandler berdiri di atas dudukan toilet. Namun, kenyataannya adalah, hari-hari 'horor' itu bisa datang kapan saja.
Selamat Berkat ToiletÂ
Pada Desember 2012, guru kelas satu Kaitlin Roig-Debellis menyembunyikan 15 muridnya di toilet, menyelamatkan nyawa mereka dari Adam Lanza. Pemuda 20 tahun itu dengan dingin menghujani peluru dari kelas ke kelas di Sandy Hook Elementary School.
Pagi hari yang nahas itu, 20 siswa dan 6 guru tewas. Kebanyakan korban berusia 5 hingga 6 tahun.
"Di mana kami semua bisa sembunyi? Toilet. Kamar kecil itu hanya ada satu WC dan tempat tisu dalam bilik," tulis guru Kaitlin dalam bukunya Choosing Hope.
"Aku bahkan tidak pernah ke kamar mandi anak-anak sebelumnya. Orang dewasa tidak akan nyaman di dalam. Bagaimana bisa aku menyembunyikan 16 anak di sana? Ini adalah satu-satunya kesempatan kami. Yang mustahil harus menjadi mungkin."
"Kami semua masuk ke kamar mandi dan ketika tidak ada 1 milimeter ruang yang tersisa, aku mulai mengangkat siswa dan menumpuk mereka di dalam. Aku menempatkan satu siswa, kemudian dua, lalu tiga di atas toilet dan menduduki gadis terkecil di dispenser kertas toilet."
Murid-murid kelas 1 itu panik, gemetar dan ketakutan.
Untungnya, Kaitlin berhasil menyelamatkan mereka. Namun, trauma dan kerusakan mental bocah-bocah itu tak terbayangkan.