Strategi Perang 'Brutal' Lawan Narkoba Presiden Filipina Dikecam

Sebulan menjadi orang nomor satu di Filipina, 420 orang tewas dalam operasi pengendalian obat bius.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 04 Agu 2016, 11:47 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2016, 11:47 WIB
Cara Sadis Presiden Duterte Libas Jaringan Narkoba di Filipina
Salah satu korban penembakan tak dikenal terkait narkoba (Reuters)

Liputan6.com, Manila - Semenjak Rodrigo Duterte menjadi Presiden Filipina, sebulan lalu, ia membuktikan janjinya untuk bersikap keras terhadap segala bentuk kriminal apalagi narkoba.

Kepada polisi dan militer, sang pemimpin membolehkan kapan dan siapa saja yang terlibat perdagangan obat bius untuk di-dor.

Sebulan menjadi orang nomor satu di Filipina, sudah 420 orang tewas dalam operasi pemberantasan narkoba.

Kebanyakan mereka tewas adalah dalam aksi tembak-menembak dengan polisi secara langsung. Sementara, 154 orang meninggal dibunuh orang tak dikenal.

Menurut catatan kepolisian, sebanyak 114.833 orang menyerahkan diri, entah itu pecandu obat-obatan ataupun pengedar.

Dalam pidatonya minggu lalu, Duterte meminta aparat mengambil tindakan tegas itu. Ia memerintahkan polisi untuk tiga kali lebih keras melawan kejahatan.

"Kami tidak akan berhenti sampai bos narkoba terakhir, pemasok dana terakhir dan pemakai terakhir tertanggap, hingga mereka menyerah, atau berada di dalam penjara, atau di sel bawah tanah-- kalau itu yang mereka inginkan," ujar Duterte seperti dilansir dari New York Times, Kamis (4/8/2016).

Namun, kelompok hak asasi manusia, aktivis gereja Katolik, dan keluarga korban mengatakan, kebanyakan korban tewas justru adalah kaum papa Filipina. Mereka yang meninggal tak ada hubungannya dengan perdagangan obat bius.

Para pemakai dan pengedar mengambil sumpah tidak akan mengulangi aksinya lagi (Reuters)

"Mereka --para korban tewas-- sama sekali tidak kaya, bukan bos kartel obat bius yang sebenarnya yang mengontrol suplai narkoba. Yang tewas justru orang miskin yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan obat bius," kata Phelim Kine, wakil direktur Human Righst Watch di Asia.

Kritik tajam terhadap presiden disebabkan oleh kematian Michael Siaron, pengemudi becak di Manila. Pemuda 29 tahun itu ditembak hingga tewas pada suatu malam oleh seorang tak dikenal.

Siaron tengah mencari penumpang di malam hari. Saat mendengar suaminya tewas, sang istri segera menemui jasadnya tergeletak penuh darah. Seorang fotografer mengambil foto saat sang istri memeluk tubuh suaminya yang tak bernyawa di kawasan kumuh di Manila.

Dengan segera foto itu lantas mendunia.

Sebuah papan bertuliskan 'pengedar' tergeletak di dekat jasadnya. Keluarga bersikukuh, Siaron sama sekali bukan pengedar, meskipun sesekali ia menggunakan methamphetamine.

"Suamiku orang sederhana. Ia mungkin pernah menggunakan narkoba, tapi ia tak pernah melakukan kekerasan. Ia hanya cari pelanggan agar kami bisa makan 3 hari sekali," kata sang istri Jennilyn Olayres.

Duterte tak peduli.

"Di foto itu, kalian mengibaratkan Bunda Maria memeluk Yesus yang meninggal. Drama sekali," ujar Duterte terkait pertanyaan seorang wartawan tentang kematian tukang becak Siaron.

Duterte justru menantang para pengguna dan pengedar narkoba menyerahkan diri atau akan dikejar hingga tewas. Ancamannya itu nyata. Hampir setiap hari jasad ditemukan di kota-kota di Filipina.

Jasad 'Pengedar' kerap ditemui tiap hari di jalanan kota-kota di Filipina (Reuters)

Kendati demikian, menurut polisi, aksi sadis Duterte 'membuahkan hasil'. Lebih dari 2.700 orang ditahan terkait narkoba di Filipina. Angka kriminal nasional turun hingga 13 persen semenjak pemilu digelar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya