Kecopetan Dompet, Turis China Jadi Pengungsi Jerman

Seorang turis China yang kehilangan dompetnya secara tidak sengaja malah membubuhkan tanda tangan pada formulir untuk pengungsi.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 09 Agu 2016, 17:54 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2016, 17:54 WIB
Kamp pengungsi
Ilustrasi kamp pengungsi di Jerman. Seorang turis China yang kehilangan dompetnya secara tidak sengaja malah membubuhkan tanda tangan pada formulir untuk pengungsi. (Sumber Kai Pfaffenbach/Reuters)

Liputan6.com, Dülmen - Seorang turis China yang kecopetan dompet ketika sedang berwisata ke Heidelberg, Jerman. Gara-gara hel itu, ia terjebak di tempat penampungan sementara di Dulmen.

Tempat penampungan itu sebenarnya ditujukan bagi orang-orang yang mengajukan diri menjadi pengungsi di Jerman. Dikutip dari The Guardian pada Selasa (9/8/2016), pria berusia 31 tahun itu tidak sengaja membubuhkan tanda tangan pada formulir pengungsi.

Pria dengan inisial Mr. L itu hanya bisa bahasa Mandarin. Ia tidak mengerti bahasa Inggris maupun Jerman, sehingga tidak mengerti tentang formulir yang disuguhkan kepadanya ketika melapor telah kecopetan dompet.

Pihak berwenang Jerman bahkan menempatkan Mr. L selama 2 minggu di tempat penampungan tersebut, hingga akhirnya mereka mendapat bantuan penerjemah dari pihak pemilik restoran China. Demikian disebutkan oleh Palang Merah setempat pada Senin 8 Agustus lalu.

Christoph Schlütermann, seorang pejabat pada Palang Merah Jerman yang mengelola tempat penampungan menjelaskan kepada media Deutsche Presse-Agentur (DPA) Senin lalu, bahwa pria itu tak sengaja berada di tempat tersebut.

"Ia menghabiskan waktu 12 hari, terjebak dalam belantara birokratis karena kami tidak dapat berkomunikasi. Begitulah, Jerman adalah negara yang sangat birokratis. Apalagi dalam krisis pengungsi seperti ini."

Setelah kecopetan di Heidelberg, pria itu berjalan ke balai kota yang dikiranya kantor polisi. Di sana, ia menandatangani formulir permohonan menjadi pengungsi.

Ia kemudian diangkut 360 kilometer ke tempat penampungan di Dulmen, lalu diberi makanan dan uang saku seperti pengungsi lainnya. Schlütermann menambahkan, "Ia hanya menuruti apa yang diperintahkan."

Ada lebih dari 1 juta pengungsi tiba di Jerman tahun lalu. Mereka melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Suriah, Irak, Afghanistan, dan sejumlah tempat lain. "Hanya ada segelintir pengungsi dari China," kata Schlütermann.

Mr. L kemudian dimintakan sidik jari dan menjalani pemeriksaan kesehatan, tapi menjadi perhatian karena pakaiannya yang rapih. Menurut Schlutermann, "Ia juga berperilaku berbeda dibandingkan dengan para pengungsi lainnya."

"Ia berusaha menceritakan kisahnya kepada orang-orang lain, tapi tidak ada yang mengerti. Ia terus-menerus meminta kembali paspornya, sungguh terbalik dengan permintaan para pengungsi lainnya."

Dengan bantuan aplikasi penerjemah dan seorang ahli bahasa dari sebuah restoran China, jelaslah bahwa pria itu sedang ingin berwisata ke Prancis dan Italia, bukan menjadi pengungsi.

Schlutermann menambahkan, "Sungguh suatu momen luar biasa bagi kami semua. Ia mengatakan bahwa Eropa ternyata tidak seperti yang dibayangkannya."

Pria itu senang telah boleh pergi. "Bisa berharap apa kalau datang sebagai turis ke Eropa tapi malah menginap 12 hari di pusat penampungan pengungsi," imbuh Schlutermann.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya