Liputan6.com, Singapura - Kabar duka datang dari Singapura. Mantan presiden negeri itu, S R Nathan, dilaporkan meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2016 waktu setempat.
"Ia mengembuskan napas terakhir pada usia 92 tahun," menurut pernyataan dari Perdana Menteri (PM) Singapura saat ini, Lee Hsien Loong, seperti dikutip dari CNN, Selasa (23/8/2016).
"Tiga pekan sebelumnya, Nathan menderita stroke," ujar PM Singapura itu.
Advertisement
Reuters memberitakan, serangan stroke yang dialami mantan Presiden Singapura itu adalah yang kedua dalam beberapa tahun terakhir. Yang terbaru ini dilaporkan membuat kondisinya kritis.
Menurut PM Lee, Nathan yang menjabat 1999-2011 adalah presiden terlama Singapura.
PM Lee menggambarkan Nathan sebagai pemimpin yang "hangat dan ramah" yang "membuat pengunjung terkesan dengan pengetahuan dunia, dan memimpin dengan martabat dan berbeda dari lainnya."
"Dia adalah putra sejati Singapura," ujar Lee.
"Sebuah layanan pemakaman kenegaraan akan diselenggarakan Jumat, 25 Agustus di University Cultural Centre," demikian informasi yang disampaikan kantor PM Lee.
Penerima Penghargaan Bergengsi
Lahir pada 1924, Nathan dibesarkan di Muar, Malaysia, sebelum pindah dengan keluarganya ke Singapura. Dia bekerja untuk Jepang selama Perang Dunia II, sebagai penerjemah dan kemudian menjadi pejabat polisi sipil.
Setelah perang berakhir, ia masuk ke jajaran birokrasi Singapura. Lalu memegang sejumlah peran dalam urusan keamanan dan luar negeri dan menjadi duta besar untuk Amerika Serikat.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden Singapura saat itu, Tony Tan, memuji Nathan yang telah mendirikan Institute for Defence and Strategic Studies atau Institut Pertahanan dan Studi Strategi--sebuah lembaga pemikiran berpengaruh di Asia Tenggara, dan juga President Challenge serta kampanye filantropis tahunan.
Pada tahun 2009, Nathan menandatangani penggunaan dana besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Uang sebesar $ 4,9 miliar dari cadangan nasional Singapura digelontorkan untuk mengekang efek dari resesi besar. Ketika ekonomi pulih, ia memutuskan untuk tidak kembali menjabat sebagai presiden di periode ketiga.
Setelah masa jabatannya usai, Nathan memegang beberapa posisi akademis, meluncurkan dana pendidikan untuk membantu siswa yang kurang beruntung, menerbitkan dua riwayat hidup, serta menerbitkan buku anak-anak.
Tiga tahun lalu, Nathan adalah penerima Orde Temasek, salah satu penghargaan paling bergengsi di Singapura.