10 Wanita Paling Berkuasa di Amerika Serikat Versi Fortune

Para perempuan mendapat tempat sejajar bahkan melampaui kaum pria. Salah satunya, mantan pejabat CIA yang kini jadi bos.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 09 Sep 2016, 13:17 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2016, 13:17 WIB
Rosie the Riveter
Rosie the Riveter. (Sumber nocamels.com)

Liputan6.com, Jakarta Setelah perjalanan sejarah yang cukup panjang, kaum wanita di beberapa negara berhasil mendapatkan tempat sejajar dengan kaum pria. Termasuk dalam urusan karier.

Penjelasan di laman Cornell University menyebutkan bahwa, di Amerika Serikat (AS), Komisi Kesetaraan Kesempatan Pekerjaan (Equal Employment Opportunity Commission, EEOC) dibentuk berdasarkan UU Hak-hak Sipil (Civil Rghts Act) 1964.

Dalam Bab VII tercantum larangan diskriminasi seseorang berdasarkan ras, warna kulit, asal-usul kebangsaan, jenis kelamin, dan agama.

Perusahaan juga dilarang membalas dendam kepada karyawan yang menegakkan haknya. Hari ini, EEOC menegakkan statuta anti-diskriminasi di tingkat federal.

EEOC juga memberikan pengawasan dan koordinasi semua peraturan, kebijakan, dan praktik kesetaraan kesempatan tersebut.

Jadi, jangan heran kalau ada wanita-wanita berpotensi meraih pucuk-pucuk pimpinan di AS, termasuk dalam dunia korporasi. Dikutip pada Jumat (9/9/2016) dari Fortune, berikut ini adalah 10 wanita digdaya yang bertengger di pucuk pimpinan perusahaan-perusahaan besar AS:

1. Mary Barra (54), CEO dan Pimpinan di General Motors

Mary Barra. (Sumber Marvin Shaouni)

Mary Barra kembali masuk dalam daftar Fortune's Most Powerful Woman setelah perbaikan pemasukan perusahaan General Motor (GM) dalam setahun terakhir ini.

Ia mampu membawa GM dari krisis saklar pengapian pada yang menerpa pada 2014, membuat keputusan berani ketika menutup operasi di Rusia dan ikut dalam kepemilikan perusahaan pertebengan Lyft.

Ia juga membeli perusahaan baru Cruise Automation senilai US $581 juta dan membukukan rekor keuntungan perusahaan senilai US$ 9,7 miliar pada 2015.

Walau sudah meningkatkan pemasukan menjadi US$ 152,4 miliar, ia masih belum mendongkrak harga saham perusahaan yang masih datar-datar saja walaupun pasar sedang bergairah.

Sebagai bentuk kepercayaan, ia diangkat menjadi pimpinan perusahaan (chairwoman) pada Januari lalu.

2. Indra Nooyi (60), CEO dan Pimpinan di PepsiCo

Indra Nooyi. (Sumber Marc Peterson/Redux)

Nooyi sekarang memasuki tahun ke 10 sebagai CEO dan masih terus bergerak. Pangsa pasar PepsiCo senilai US $ 155 miliar merupakan peningkatan 18 persen selama 12 bulan belakangan.

Itu dicapai bahkan pada saat gonjang-ganjing internasional yang berdampak pada penjualan dan keuntungan 2015. Pada saat itu penjualan turun 5 persen dan keuntungan turun 13 persen.

Investor menyukai langkah Nooyi menuju sajian makanan dan minuman yang lebih sehat, demikian juga pemangkasan biaya senilai US$ 3 miliar pada perusahaan senilai US$ 63 miliar dalam 3 tahun terakhir.

Ada dugaan Noyi akan merambah ke dalam bidang kesehatan, karena Nooyi berniat melakukan diversifikasi menjauhi kategori soda yang mengalami penurunan.

Dominasi Industri Teknologi

3. Marillyn Hewson (62), CEO, Pimpinan, dan Presiden di Lockheed Martin

Marillyn Hewson. (Sumber Lockheed Martin)

Ketika musuh-musuh baru bermunculan, Hewson memperkokoh kepemimpinan Lockheed Martin dalam teknologi pertahanan militer.

Pada November 2015, ia membeli Sikorsky Aircraft senilai US$ 9 miliar yang menjadi pembelanjaan terbesar Lockheed Martin dalam satu dekade terakhir

Dengan demikian, Lockheed Martin menjadi pemimpin dalam pembuatan helikopter militer dan meningkatkan penguasaan teknologi drone.

Ia juga merampingkan bisnis senilai US $ 46,1 miliar dengan melepas divisi IT dan layanan teknis pada Agustus lalu. Langkah ini menambah nilai pasar hingga hampir US 10 juta selama tahun lalu.

4. Ginni Rometty (59), CEO, Pimpinan, dan Presiden di IBM

Ginni Rometty. (Sumber Steve Marcus/Reuters)

Sepak terjang Rometty dalam IBM bukan hal yang mudah. Raksasa teknologi itu baru saja menerbitkan laporan berturutan ke 17 tentang penurunan pemasukan triwulan perusahaan.

Tapi ada sisi terangnya. Pada masa fiskal 2015, sejumlah bisnis IBM yang masih berkembang merupakan 35 persen dari pemasukan US$ 81,7 bagi perusahaan tersebut. Angka pemasukan itu termasuk 10 persen peningkatan dibanding tahun sebelumnya.

Sebagian dari pengembangan itu berasal dari 25 akuisisi yang dilakukan dalam 18 bulan terakhir dengan nilai US$ 9 miliar. Di dalamnya ada pembelian perusahaan analisis kesehatan, Truven Health dan Merge Healthcare.

5. Abigail Johnson (54 ), CEO dan Presiden di Fidelity Investments

Abigail Johnson. (Sumber Fidelity Investments)

Dunia pengelolaan investasi sedang berubah dan Johnson ingin memastikan bahwa Fidelity ikut berubah bersamanya.

Perusahaan pengelola dana terbesar ke dua di AS itu terkenal mumpuni memilih saham sehingga lebih dari 76 persen dana sahamnya di AS mengalahkan perusahaan-perusahaan sejenis pada 2015.

Tapi, dana sahamnya mahal dan orang mulai enggan. Pada tahun lalu, investor menarik US$ 18,8 miliar dari portfolio yang dikelola aktif oleh Fidelity.

Karena itu, Johnson memangkas ongkos pada dana-dana pasif Fidelity dan menyasar pelanggan generasi baru menggunakan pendekatan digital.

6. Sheryl Sandberg (47), COO di Facebook

Sheryl Sandberg. (Sumber Huffington Post)

Perkembangan luar biasa yang dialami Facebook bahkan sejak Sandberg masih menjadi COO. Pemasukan iklan mobile jejaring sosial itu meningkat 80 persen, menjadi US$ 17,9 miliar.

Ke depan, perusahaan menggagas pemasukan dari layanan streaming, yaitu video dan Facebook Live. Belum lagi Instagram yang diramalkan meraup pemasukan iklan senilai US$ 3 miliar pada 2016.

Selain jabatannya sekarang, ia juga sedang menulis buku 'Option B' setelah kematian tragis suaminya.

Hewlett Packard Pecah Kongsi

7. Meg Whitman (60), CEO dan Presiden di Hewlett Packard Enterprise

Meg Whitman. (Sumber Eric Draper)

Ia menjadi pelaku pemisahan terbesar perusahaan teknologi dalam sejarah. Pada Oktober 2015, Hewlett Packard (HP) terbagi menjadi HP Enterprise dan HP Inc.

Whitman sedang merampingkan HP Enterprise, bisnis storage senilai US$ 52 miliar yang dijalankannya, walaupun ia juga menduduki jabatan di HP Inc.

Pada Mei lalu, ia mengatakan bahwa HP Enterprise akan menggabungkan unit layanan IT nyaa dengan Computer Sciences pada 2017 untuk menjadi satu perusahaan baru. Padahal Computer Sciences baru saja melepas unit perangkat lunak seharga US$ 8,8 juta.

Mantan calon gubernur Republikan ini aktif mendukung Clinton, calon presiden AS.

8. Phebe Novakovic (58), CEO dan Chairman di General Dynamics

Phebe Novakovic. (Sumber Kathy Almand)

Mantan pejabat CIA ini naik ke tampuk pimpinan General Dynamics pada 2013. Ia membawa kontraktor pertahanan itu keluar dari kerugian dan membukukan rekor laba US$ 3 miliar pada 2015, suatu peningkatan 17 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Saham General Dynamics naik dua kali lipat sejak ia menjadi pimpinan. Bisnis pesawat jet pribadi Gulfstream memang sedang mandek, tapi perusahaan itu baru saja memenangkan kontrak besar dengan Angkatan Laut AS (US Navy) , dan juga proyek pemerintah Denmark dan Inggris.

9. Irene Rosenfeld (63), CEO dan Pimpinan, Mondelez International

Irene Rosenfeld. (Sumber Bob Stefko)

Pada Agustus lalu, Rosenfeld batal membeli Hershey, salah satu dari sekian banyaknya gerak-gerik yang dilakukannya sebagai transformasi perusahaan pangan kemasan konsumen senilai US$ 29,6 miliar sejak masih sebagai Kraft.

Dengan kegagalan membeli Hershey, banyak pihak menduga Mondelez sendirilah yang akan menjadi sasaran pengambil alihan. Sekitar 75 persen penjualan berasal dari luar Amerika Utara, tapi perkembangan di pasar-pasar tumbuh sedang melambat.

Pemasukan menurun 13,5 persen pada tahun lalu, terutama karena konversi kurang menguntungkan dalam pertukaran mata uang.

10. Safra Catz (54), CEO bersama di Oracle

Safra Catz. (Sumber Oracle)

Catz menghindari sorotan dan sedang sibuk, dimulai dengan perubahan proses kontrak Oracle untuk menyederhanakan dan mempercepat pembelian layanan berbasis cloud, yang merupakan bisnis berkembang pesat bagi Oracle.

Dalam triwulanke empat pada 2016, hampir 2/3 bisnis cloud untuk Oracle disebabkan oleh proses baru itu. Tapi, pemasukan tahunan masih US $37 miliar, turun 3 persen dari tahun sebelumnya.

Penjualan cloud meningkat seiring dengan teknologi-di-tempat yang menjadi bisnis lama Oracle.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya