Ini Tanggapan Trump dan Hillary soal Ras dan Senjata Api di AS

Dalam segmen kedua debat perdana Capres AS 2016, Hillary dan Trump menanggapi soal penembakan warga kulit hitam oleh polisi.

oleh Citra Dewi diperbarui 27 Sep 2016, 10:23 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2016, 10:23 WIB
Donald Trump dan Hillary Clinton berjabat tangan tanda dimulainya debat perdana yang dihelat di Hofstra University pada 26 September 2016 waktu setempat
Donald Trump dan Hillary Clinton berjabat tangan tanda dimulainya debat perdana yang dihelat di Hofstra University pada 26 September 2016 waktu setempat (Reuters)

Liputan6.com, New York - Calon Presiden Amerika Serikat, Hillary Clinton dan Donald Trump, telah melakukan debat perdananya yang digelar di Hofstra Univeristy, Hempstead, New York, pada Senin, 26 September waktu setempat.

Debat Capres AS yang berlangsung satu setengah jam itu terdiri atas tiga segmen dan dipandu oleh pembawa berita NBC News, Lester Holt.

Dalam segmen kedua yang membahas tentang "Arah Amerika", Holt mengajukan pertanyaan mengenai penembakan terhadap orang keturunan kulit hitam oleh polisi yang terjadi di Amerika Serikat.

Hillary diberi kesempatan pertama untuk menjawab. Ia menyebut bahwa ras menentukan banyak hal, seperti di mana mereka tinggal dan bagaimana mereka diperlakukan dalam sistem peradilan pidana.

"Kita harus mengembalikan kepercayaan antara masyarakat dan polisi. Kita harus bekerja untuk memastikan bahwa polisi telah menjalani pelatihan terbaik, teknik terbaik, bahwa mereka siap untuk menggunakan kekuatan...setiap orang harus dihormati oleh hukum dan harus menghormati hukum," ujar Hillary.

Mantan Menteri Luar Negeri AS tersebut juga mengatakan bahwa dirinya akan membahas tentang reformasi peradilan pidana.

"Dan kita harus mengambil senjata dari orang-orang yang seharusnya tak memiliki benda tersebut. Kita harus mengatasi wabah kekerasan senjata," tutur Hillary.

Sementara itu Donald Trump mengatakan bahwa Amerika membutuhkan hukum dan ketertiban. Ia juga sempat menyebut soal stop and frisk--menghentikan pengendara dan melakukan penggeledahan-- dan menyebutnya sebagai sesuatu yang efektif dilakukan di New York.

Namun Holt mengatakan bahwa stop and frisk bukan hal yang konstitusional karena hanya menargetkan orang berkulit hitam. Senada dengan Holt, Clinton menyebut bahwa taktik itu bukanlah hal konstitusional dan tidak efektif.

"Ini merupakan fakta bahwa jika Anda merupakan pria Amerika-Afrika muda, dan Anda melakukan hal yang sama dengan orang berkulit putih, maka Anda lebih mungkin untuk dituduh, dihukum, dan dipenjara...," ujar Hillary.

"Kita tak hanya bisa mengatakan 'hukum dan ketertiban'. Kita harus menindaklanjutinya dengan sebuah rencana," imbuh dia.

Dilansir dari The Guardian, Selasa (27/9/2016), ucapan Hillary selaras dengan data yang dirilis oleh Bureau of Justice Statistics pada 2008.

Berdasarkan data tersebut, pengemudi berkulit hitam, putih, maupun keturunan Spanyol diberhentikan dengan tingkat yang sama oleh polisi. Namun, pengemudi berkulit hitam tiga kali lebih sering dicari selama dilakukan pemberhentian lalu lintas dibanding dengan pengemudi kulit putih.

Sebuah studi yang dipublikasi di Yale Law Journal pada 2013 mengungkap hakim lebih cenderung menjatuhkan hukuman lebih lama kepada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih meskipun mereka memiliki kejahatan yang sama.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya