Liputan6.com, Rio de Janeiro - Dua reptil aneh yang tampak seperti mamalia berkeliaran di era Brasil purba, sekitar 235 juta tahun lalu. Hewan-hewan ini mirip seperti tikus bersisik. Memiliki gigi-gigi tajam dan diduga pemakan serangga.
Hewan itu disebut berasal dari spesies cynodont. Hal itu terungkap dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE pada 5 Oktober 2016.
Advertisement
Baca Juga
Menurut para peneliti, analisis terhadap dua spesies cynodont yang baru ditemukan ini mengungkap bagaimana mamalia dari spesies akhir Periode Trias berkembang.
Dikutip dari LiveScience pada Kamis (6/10/2016), AgustÃn Martinelli, seorang ahli paleoantologi dari Federal University, Rio Grande do Sul, Brasil, menjelaskan hal tersebut.
"Fosil-fosil ini membantu kita mengerti lebih jelas tentang evolusi dari bentuk-bentuk pra-mamalia yang membuka jalan kepada terbentuknya kelompok mamalia, termasuk manusia (Homo sapiens) seperti kita," ujar Martinelli.
Hewan-hewan cynodont ada sebelum dinosaurus. Mereka pertama kali muncul dalam catatan fosil dari 260 juta tahun lalu, dalam masa Permian.
Para peneliti mengatakan bahwa keturunan mereka mencakup marsupial, mamalia yang memiliki rahim dan juga monotrem, yaitu mamalia yang bertelur untuk meneruskan keturunan, semisal platypus dan echidna.
Namun demikian, seperti dijelaskan lebih lanjut oleh para peneliti, cynodont yang hidup di akhir masa Permian dan awal Triassic (Periode Trias) bukanlah mamalia. Mereka adalah reptil yang memiliki tengkorak dan rahang mirip mamalia.
Spesimen salah satu spesies cynodont yang baru ditemukan itu disimpan sebagai koleksi di Museum Ilmu Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, sejak 1946.
Saat itulah seorang ahli paleoantologi Brasil bernama L.I. Price menemukan 2 tengkorak dan 2 rahang dalam bebatuan yang bertarikh antara 237 dan 235 juta tahun lalu.
Bebatuan itu ditemukan di Santa Cruz do Sul, di negara bagian Rio Grande do Sul yang terletak di selatan Brasil.
Spesimen-spesimen itu berasal dari hewan kecil berukuran panjang sekitar 30 cm dengan gigi-gigi taring atas yang mencuat sehingga diduga sebagai pemakan serangga.
Anatomi mahluk itu menandakan bahwa ia termasuk dalam bagian keluarga cynodont pemakan daging yang sudah punah, yaitu Probainognathidae.
Kenyataannya, spesies yang baru ditemukan itu kemungkinan memiliki kaitan dengan Probainognathus jenseni, suatu spesies yang ditemukan pada bebatuan zaman Triassic di La Rioja, Argentina bagian barat.
Para peneliti mengatakan bahwa makhluk yang baru ditemukan itu cukup berbeda sehingga layak memiliki genus dan spesies sendiri, yaitu Bonacynodon schultzi.
Nama itu diberikan untuk menghormati dua ahli paleoantologi ternama, Jose Bonaparte dari Argentina dan Cesar Schultz dari Brasil. Keduanya membaktikan hidup mereka untuk meneliti fosil-fosil Triassic di Amerika Selatan.
Spesies cynodont yang lainnya juga ditemukan di Rio Grande do Sul. Ia dikenali melalui peninggalan yang lebih sedikit, yaitu sebuah rahang dengan beberapa gigi.
Para peneliti menyebutnya Santacruzgnathus abdalai untuk menghormati Fernando Abdala, seorang ahli paleoantologi yang meneliti cynodont Amerika Selatan dan Afrika.
Ukuran S. abdalai kira-kira setengah ukuran B. schultzi. Hanya kira-kira 15 cm. Bentuk dan susunan gigi-gigi S. abdalai "menyerupai yang ada pada mamalia mula-mula," demikian menurut Martinelli.
Namun demikian, dua cynodont itu hidup jutaan tahun sebelum kemunculan mamalia pertama yang diketahui, yaitu makhluk mirip cecurut. Makhluk ini hidup sekitar 160 juta tahun di wilayah yang sekarang masuk otoritas China. Demikian menurut para ahli kepada LiveScience pada 2011.
Teori Nenek Moyang Manusia dari Ikan Aneh
Asal-usul manusia memiliki banyak versi. Salah satu yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences tahun 2010 lalu menyebut, manusia harus 'berterima kasih' pada nenek moyangnya -- ikan prasejarah -- yang membuka jalan evolusi manusia.
Disebutkan dalam jurnal itu, sekitar 360 juta tahun lalu, terjadi peristiwa kepunahan massal hingga memutar ulang kehidupan di Bumi. Peristiwa itu melontarkan vertebrata atau mahluk bertulang belakang, dari air ke tanah, termasuk ikan-ikan purba. Spesies yang beruntung selamat dari tahapan ini menjadi pioner menuju tahapan evolusi vertebrata modern.
Dan pada 2014 lalu, para ilmuwan menemukan, ikan yang diduga jadi nenek moyang makhluk yang memiliki anggota tubuh, seperti manusia, diduga mengalami proses evolusi dengan pembentukan kaki belakang sebelum mereka pindah ke tanah. Leluhur ini mungkin bahkan telah mampu berjalan di bawah air.
Temuan ini menunjukkan, langkah kunci dalam evolusi kaki belakang terjadi pada ikan, sekaligus menentang teori sebelumnya yang menyebut anggota tubuh pelengkap tumbuh hanya saat mereka pindah ke tanah.
Para ilmuwan pun menyelidiki fosil ikan berusia 375 juta tahun yang dikenal sebagai Tiktaalik roseae. Ikan ini ditemukan pada 2004 lalu di Ellesmere Island di utara Kanada.
Punya kepala datar yang lebar dan gigi tajam, Tiktaalik mirip campuran ikan dan buaya. Ia bisa tumbuh hingga sepanjang 2,7 meter.
Tak ada keraguan bahwa Tiktaalik roseae adalah ikan. Ia memiliki insang, sisik, dan sirip. Namun, ia juga memiliki tampilan tetrapoda yang modern -- makhluk berkaki 4 seperti amfibi, reptil, burung, dan mamalia -- seperti leher yang bisa bergerak dan tulang rusuk kuat.
Ikan yang sudah lama punah itu juga memiliki bahu, siku, dan pergelangan tangan parsial yang memungkinkan ia bergerak di tanah. Membuatnya menjadi contoh hewan perantara terbaik dari hewan bersirip dan hewan beranggota badan. Menandai lompatan evolusioner dari air ke darat untuk vertebrata.
Analisis awal dari fosil lain yang berasal dari masa transisi air ke tanah, ditemukan bahwa anggota badan mereka bagian belakang lebih kecil dan lemah dibandingkan bagian depan. Hal tersebut membuat para ilmuwan berpendapat nenek moyang awal tetrapoda mungkin lebih bergantung pada kaki belakang mereka. Sementara, makhluk berkaki 4 dengan pinggul dan kaki belakang kuat mungkin berkembang setelah evolusi tetrapoda.
Sejauh ini, satu-satunya spesimen Tiktaalik yang diteliti para ilmuwan, baru mengungkap bagian depan ikan aneh tersebut. Blok batu berisi fosil hewan itu kali pertama diekskavasi pada 2004.
Para peneliti mengaku terkejut saat menemukan Tiktaalik memiliki tulang panggul yang kuat dan besar, mirip dengan tetrapoda awal.
"Saya awalnya mengira menemukan sirip belakang kecil dan panggul," kata penulis utama studi, Neil Shubin, ahli paleontologi di University of Chicago seperti dimuat LiveScience. "Namun, saya melihat panggul itu kembali, saya cukup terkejut."
Namun, Shubin memperingatkan bahwa Tiktaalik bukanlah nenek moyang dari semua vertebrata berkaki. Setidaknya ia merupakan kerabat terdekat yang dikenal. "Tapi bukan satu-satunya nenek moyang langsung," kata dia. "Seperti sepupu terdekat kita."
Dan masih belum jelas bagaimana anggota badan pelengkap bagian belakang milik vertebrata berkaki awal digunakan. "Apakah mereka digunakan untuk berjalan, berenang, atau keduanya?" tanya Shubin.
Para ilmuwan menjelaskan temuan mereka secara rinci dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences 13 Januari 2014.
Advertisement