10 Peraturan Paling Aneh yang Diberlakukan pada Masa Romawi Kuno

Beberapa aturan yang amat dibanggakan bangsa Romawi cukup janggal dan beberapa lagi jelas-jelas tak masuk akal.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 18 Okt 2016, 08:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2016, 08:00 WIB
10 fakta (0) Ilustrasi dunia pelacuran Romawi Kuno
Ada sejumlah adat istiadat kuno terkait dengan pernikahan, pertanda cinta, dan seks yang terdengar tidak biasa dalam ukuran masa kini. (Sumber liostverse.com)

Liputan6.com, New York - Pada zamannya, Romawi menjadi panutan peradaban dunia. Bangsa Romawi mengistilahkan imperiumnya sebagai "tempat bertenggernya nilai-nilai, kekaisaran, dan harga diri" yang tunduk kepada hukum.

Namun demikian, tentu saja definisi nilai-nilai dan harga diri pada masa itu berbeda dengan pengertian pada masa kini.

Beberapa aturan yang amat dibanggakan bangsa Romawi cukup janggal dan beberapa lagi jelas-jelas tak masuk di akal. Dikutip dari Listverse.com pada Senin (17/10/2016), berikut ini adalah 10 aturan janggal yang dimaksud:

1. Pemidanaan Warna Ungu

(Sumber Wikimedia)

Pada masa Romawi Kuno, warna ungu dipandang sebagai yang paling mulia dan agung. Para kaisar mengenakan toga terbaiknya berwarna ungu setiap pagi. Orang lain dilarang memakainya.

Peraturan pelarangan pengenaan warna ungu dimaksudkan agar warga kelas rendah dilarang mempertontonkan kekayaan. Hal tersebut untuk memastikan tidak ada orang yang tidak sengaja bersopan santun kepada rakyat jelata.

Peraturan itu sangat ketat. Orang yang bukan warga negara dilarang mengenakan toga. Toga berwarna ungu hanya diperuntukkan bagi kaisar, karena pewarna ungu sangat mahal.

Pewarna itu diimpor dari Funisia dan dibuat dari tiram. Untuk membuat pewarna satu toga diperlukan 10.000 tiram, jadi memang mahal sekali.

2. Kaum Wanita Dilarang Menangis di Pemakaman

(Sumber Marie-Lan Nguyen)

Pemakaman ala Romawi dimulai dengan prosesi orang-orang yang terisak-isak berjalan mengekor arak-arakan jenazah. Semakin banyak yang menangisi, orang yang meninggal dianggap semakin populer, sehingga ada saja keluarga yang membayar orang-orang khusus untuk menangis.

Beberapa wanita-wanita dibayar untuk berjalan bersama arak-arakan sambil menarik-narik rambut dan mencakari muka dalam kesedihan, walaupun mereka tidak mengenal orang yang meninggal.

Tapi hal itu semakin menjadi-jadi sehingga diciptakan peraturan melarang mereka menangis di pemakaman Romawi, maksudnya untuk meniadakan wanita-wanita bayaran tersebut.

Menghukum Pelaku Selingkuh

3. Ayah Boleh Membunuh Pacar Putrinya

(Sumber Ad Meskens)

Jika seorang pria mendapati istrinya berselingkuh, ia dianjurkan untuk mengurung istri dan pacar istrinya, lalu memanggil para tetangga untuk menonton pasangan selingkuh itu.

Suami memiliki waktu 20 jam untuk memanggil sebanyak mungkin tetangga dan mengundang mereka untuk memeriksa pria yang sudah tidur dengan istrinya.

Suami memiliki 3 hari untuk membuat pernyataan umum yang menjelaskan tempat ia memergoki istrinya, pacar selingkuhan istrinya, dan beberapa kisah seru seputar perselingkuhan.

Suami itu juga diwajibkan untuk menceraikan istrinya atau suami itu sendiri bisa dituduh menjadi mucikari. Ia boleh membunuh selingkuhan istrinya jika pria itu adalah seorang budak atau pekerja seks komersial.

Tapi, jika pria selingkuhan istrinya adalah seorang warga negara Romawi, maka suami bisa membicarakan dengan ayah mertua.

Kaum ayah Romawi boleh secara legal membunuh selingkuhan putrinya, tak peduli betapa indah toga yang dipakai selingkuhan itu.

Sebaliknya, jika seorang wanita memergoki suaminya berselingkuh, secara hukum istri itu hanya boleh menangis.

4. Hukuman Dikarungi Bersama Binatang

(Sumber Wikimedia)

Jika seseorang melakukan suatu hal yang buruk, ia bisa dihukum pancung. Tapi, kalau pelanggarannya sangat jahat, orang itu bisa diseret ke atap penjara dan didorong hingga jatuh.

Jika seseorang membunuh ayahnya, ia dihukum secara mengerikan. Terhukum akan ditutup matanya dan dituduh tidak layak melihat cahaya. Kemudian terhukum akan digelandang ke lapangan di luar kota, ditelanjangi, dan dipukuli dengan tongkat.

Ketika sudah tak tertahankan, ia dimasukkan dalam karung yang diisi dengan seekor ular, seekor anjing, seekor monyet, dan seekor ayam jantan. Karung itu kemudian dijahit dan dibuang ke laut.

PSK Wajib Berambut Pirang

5. Warna Rambut Pekerja Seksual Komersial Harus Diwarnai Pirang

(Sumber Wolfgang Rieger)

Kaum wanita Romawi secara alamiah memiliki rambut berwarna hitam. Warna rambut pirang alamiah, pada masa itu, dimiliki oleh kaum barbar, terutama bangsa Galia.

Pelacuran dilarang dikaitkan dengan kehormatan seorang wanita Romawai, jadi pekerja seks komersial  (PSK) harus terlihat seperti kaum barbar. Rambut mereka harus diwarnai pirang.

Aturan itu tidak terlalu berhasil karena kaum wanita Romawi kemudian cemburu kepada kaum barbar pirang itu. Mereka mulai ikut-ikutan mewarnai rambut menjadi pirang.

Sebagian lagi bahkan mencabuti rambut pirang kaum budak untuk dijadikan wig. Kaum wanita terhormat itu pun akhirnya tak terbedakan dibandingkan para PSK.

6. Izin untuk Bunuh Diri

(Sumber Cesare Maccari)

Dalam beberapa keadaan, bunuh diri dianggap sebagai pemikiran yang cermat. Raja-raja biasanya menyimpan racun untuk dipakai saat keadaan memburuk dan orang-orang sakit dianjurkan minum racun untuk menyudahi penderitaan.

Orang-orang yang dilarang bunuh diri adalah tentara, budak, dan narapidana, semua karena alasan ekonomi. Tentara memiliki kegunaan dan tidak boleh undur.

Terpidana tidak diizinkan mati sebelum dijatuhi hukuman supaya harta bendanya masih bisa disita oleh negara. Kalau seorang budak bunuh diri, ia berhak meminta kembali uang pembelian budak itu.

Untuk suatu keadaan, mereka mengundangkan sistem untuk memohon bunuh diri. Seorang yang depresi dapat mengajukan kepada senat agar diijinkan mati. Jika senat menyetujuinya, orang itu menerima sebotol racun. Gratis.

Tumbal Dewa Yupiter

7. Larangan Mengubur Orang Tersambar Petir

(Sumber Matthias Kabel/Wikimedia)

Dalam masyarakat Romawi Kuno, sambaran petir dipandang sebagai tindakan Dewa Yupiter. Kalau ada sesuatu yang tersambar petir, itu bukan nasib sial, tapi karena sang dewa membencinya, entah pohon atau orang.

Kalau teman kita tersambar petir, kita secara legal dilarang untuk mengangkat jasadnya di atas batas dengkulnya. Yang jelas, dilarang menguburnya. Jika tetap dilakukan, itu berarti mencuri korban dari Yupiter.

Tapi ada cara mengganti hukuman. Jika ada yang mengubur seseorang yang tersambar petir, maka orang yang menguburnya itulah yang kemudian dibunuh untuk dijadikan korban sesembahan kepada Yupiter.

8. Ayah Hanya Boleh 3 Kali Menjual Putranya Sebagai Budak

(Sumber Pascal Radigue)

Kaum ayah pada masa itu memiliki hak legal untuk menjual anak-anak mereka secara temporer.

Penjualan dilakukan melalui perjanjian dengan pembeli, lalu putranya menjadi milik pembeli. Sebagai bagian dari tawar-menawar, pembeli diharapkan mengembalikan anak itu ke ayahnya setelah masa kerja berakhir.

Siapapun yang lebih dari 3 kali menjual anak mereka sebagai budak dipandang sebagai tidak layak sebagai ayah. Anak itu harus menyelesaikan sesi ke tiga perbudakan seturut perjanjian, tapi setelah itu harus diambil dari orangtuanya.

Batasnya hanya 3 kali penjualan sebagai budak untuk setiap anak. Jadi, kalau si sulung sudah dijual 2 kali, berikutnya adalah giliran adiknya.

Izin untuk Membunuh

9. Kaum Wanita Harus Keluar Rumah 3 Hari dalam Setahun

(Sumber Stefano Bolognini)

Aturan Romawi ini dikenal sebagai 'usuacpio', yaitu peraturan lama waktunya untuk memiliki sesuatu sebelum boleh dijadikan properti.

Jika terlalu lama berpegang pada sesuatu, maka benda itu secara legal menjadi milik, demikian juga dengan manusia.

Secara legal, istri menjadi benda milik suami jika ia tinggal di rumah yang sama selama setahun penuh. Jika wanita itu ingin tetap mempertahankan kebebasannya, ia harus hengkang keluar rumah selama 3 hari berturutan dalam setahun itu.

Jadi, di Romawi, istri bisa pergi meninggalkan rumah dan bersembunyi selama beberapa hari. Jika tidak, ia menjadi benda milik.

10. Ayah Boleh Membunuh Seluruh Keluarganya

(Sumber listverse.com)

Di masa awal Romawi, tidak ada batasan tentang hal-hal yang boleh dilakukan seorang ayah terhadap keluarganya. Ia boleh melakukan segala bentuk kekerasan.

Bukan hanya memukul bokong anak, tapi ia berhak membunuh anaknya kalau anak itu bandel. Hak ayah tetap berlaku bahkan setelah anak-anaknya sudah dewasa.

Anak-anak perempuan masih ketakutan kepada ayahnya bahkan setelah menikah dan anak-anak lelaki baru merdeka setelah ayah meninggal dunia.

Seiring berjalannya waktu, aturan ini sedikit diperlunak. Hak untuk membunuh para anggota keluarga diakhiri pada Abad I SM, tapi ada beberapa perkecualian. Dalam aturan baru, ayah boleh membunuh putra-putranya kalau putranya didakwa pidana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya