Desa yang Diramalkan Jadi Lokasi 'Perang Kiamat' Lepas dari ISIS

Pengambilalihan Dabiq jadi pukulan telak bagi ISIS yang terancam kehilangan ibu kota Mosul di Irak.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 17 Okt 2016, 15:16 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2016, 15:16 WIB
ISIS berkoar Dabiq akan menjadi lokasi perang paripurna dan dahsyat melawan kekuatan Barat.
ISIS berkoar Dabiq akan menjadi lokasi perang paripurna dan dahsyat melawan kekuatan Barat (REUTERS/Khalil Ashawi)

Liputan6.com, Ankara - Dabiq--desa kecil di Suriah yang diyakini menjadi lokasi pertempuran akhir zaman, antara muslim dan nonmuslim yang menandai terjadinya kiamat di Bumi--kini lepas dari cengkeraman ISIS.

Senada dengan itu, ISIS juga berkoar bahwa Dabiq akan menjadi lokasi perang paripurna dan dahsyat melawan kekuatan Barat.

Alih-alih melancarkan perlawanan epik seperti yang dijanjikan, militan ISIS terakhir yang mempertahankan Dabbiq melarikan diri tanpa perlawanan saat digempur pasukan kecil pemberontak Free Syrian Army (FSA) yang didukung tank-tank Turki dan serangan udara Amerika Serikat pada Minggu, 16 Oktober 2016.

Pasukan pemberontak juga merebut desa tetangga, Soran. "Mitos Daesh tentang pertempuran besar di Dabiq tamat," kata Ahmed Osman, kepala kelompok Sultan Murad, salah satu faksi Free Syrian Army (FSA), seperti dikutip dari Reuters, Senin (17/10/2016).

Daesh adalah nama lain ISIS. Sementara, juru bicara Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan, pembebasan Dabiq bermakna secara strategis dan simbolis.

Dabiq selalu digunakan dalam propaganda ISIS. Organisasi teror itu memilih desa itu sebagai lokasi pembunuhan Peter Kassig, seorang pekerja kemanusiaan berkewarganegaraan Amerika Serikat pada 2014. Algojonya adalah Mohammed al-Emwazi yang dikenal sebagai Jihadi John.

Namun, terkait kekalahannya, ISIS berdalih pertempuran mereka melawan FSA yang didukung pasukan Turki bukanlah perang yang dideskripsikan dalam ramalan.

Meski secara strategis Dabiq memiliki makna tak terlalu penting, secara simbolis desa itu luar biasa bermakna.

Lembaga Syrian Observatory for Human Rights mengatakan, sekitar 1.200 militan dikerahkan ISIS untuk mempertahankan Dabiq.

Desa yang berada di kaki bukit kecil di dataran subur barat laut Suriah, sekitar 14 kilometer dari perbatasan Turki dan 33 kilometer utara Aleppo.

Pada Agustus 2016, Turki menggelar aksi untuk membersihkan wilayah perbatasannya dari para militan ISIS dan pasukan Kurdi yang melawan Daesh.

Sebulan kemudian, PM Turki mengatakan wilayah perbatasan wilayahnya yang sepanjang 91 kilometer telah diamankan.

Perang yang dimulai dari pergolakan untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad telah  memecah-belah Suriah menjadi beberapa bagian. Konflik telah berlangsung selama lebih dari 5 tahun dan menewaskan lebih dari 300 ribu nyawa.

Merebut Mosul

Pasukan Irak Berhasil Rebut Pangkalan Udara Militer ISIS di Mosul (AFP/News.com.au)


Sementara itu, pasukan pemerintah Irak bersiap merebut Mosul dari cengkeraman ISIS.

Mosul adalah kota terbesar yang berada di bawah kendali ISIS. Mosul menjadi salah satu dari ibu kota kekhalifahan yang secara sepihak diproklamasikan oleh kelompok teror itu.

"Daesh sudah ada di Mosul selama dua tahun. Dan mereka punya kesempatan untuk membangun sejumlah pertahanan yang cukup rumit," kata Kolonel John Dorrian, juru bicara militer Irak di Bagdad, seperti dikutip dari Washington Post.

Pengambilalihan Dabiq menjadi pukulan telak bagi moral para militan ISIS jelang pertempuran besar di Mosul, yang diperkirakan terjadi dalam beberapa hari.

Itu sekaligus sebuah pengingat bagi ISIS bahwa mereka terus kehilangan wilayah mereka yang menyusut dengan cepat di Irak dan Suriah.

"Daesh berkoar akan ada pertempuran dahsyat di sana. Namun, itu tak berbukti. Dabiq kini bebas dari ISIS."

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya