Liputan6.com, Aleppo - Kehancuran merupakan salah satu akibat yang dapat dirasakan secara langsung setelah peperangan terjadi. Seperti salah satunya yang tengah terjadi di Aleppo, Suriah.
Dengan semakin 'sengit' konflik yang terjadi di daerah itu, negara yang dulunya terkenal akan kekayaan budayanya itu kini menjadi kota mati.
Pasar, tempat ibadah, jalan raya, sekolah, dan berbagai fasilitas umum lainnya yang dulu banyak dikunjungi dan merupakan salah satu tujuan wisata bagi para pelancong, kini tak berpenghuni.
Advertisement
Puing-puing bangunan bekas dihantam rudal dan bom berserakan serta menjadikan tempat-tempat tersebut menjadi menyedihkan. Ditambah lagi dengan adanya anak-anak yang terkubur hidup di dalam puing rumah atau bangunan.
Seperti dikutip dari Independent, Minggu ( 23/10/2016), beberapa fasilitas umum seperti sekolah menjadi 'korban' pengeboman dan serangan udara yang lancarkan oleh pihak musuh maupun pemerintah.
Gambar-gambar 'penampakan' seperti apa kondisi di tempat konflik itu pun disebarkan oleh seorang pemilik restoran di Aleppo, Carlo Ohanian.
Sejak perang pertama kali pecah pada 2012, Ohanian telah mulai mem-posting foto-foto kotanya yang menunjukkan gambar sebelum dan sesudah konflik terjadi. Hal tersebut dilakukan oleh pemilik restoran itu untuk menunjukkan pada dunia, bahwa sebelum perang terjadi Aleppo merupakan sebuah kota kaya kebudayaan.
"Kamu bisa membayangkan bagaimana kondisi kota kami sebelum perang -- bangunan masjid, jalan, Katedral, dan kota. Namun kini semuanya hilang dan sudah tak dapat dikenali lagi," kata Ohanian.
Banyak situs bersejarah Aleppo seperti pasar yang telah ada sejak Abad ke-14, hancur lebur dan menyatu dengan tanah akibat konflik antara pemberontak Suriah dan Pasukan pemerintah.
Sementara itu bangunan Citadel yang merupakan salah satu bangunan tertua -- dibangun pada abad sebelum masehi -- juga tak luput menjadi sasaran dan terkena dampak perang.
Sebelum perselisihan panjang yang masih berlanjut ini terjadi, Suriah merupakan destinasi wisata populer, dengan Aleppo bertindak sebagai 'perhiasan' dan termasuk dalam salah satu kota tertua di dunia.
"Tapi mereka (penyerang) merusak salah satu warisan budaya yang indah dan penting. Tempat ini juga pernah menjadi jalur perdagangan Sutra," kata Ohanian.
Selama perang berlangsung, lebih dari 400.000 orang tewas dan angka kematian itu terus bertambah.
"Apa yang terjadi pada negeriku merupakan kehilangan terbesar terhadap peradaban manusia," ujar pemilik restoran itu.
Mimpi Buruk yang Tak Pernah Terbayangkan
"Jujur, aku tidak pernah membayangkan keadaannya akan menjadi seperti ini. Ini semua bagaikan mimpi buruk, tak ada alasan mengapa semua ini harus terjadi dan kami alami." sambung Ohanian.
Dari dalam gambar dapat dilihat bangunan yang dulunya berdiri dengan megah, hancur berantakan dan bahkan hampir menjadi rata dengan tanah. Tidak bisa dikenali lagi, yang tersisa hanyalah batu-batu bertebaran dan kenangan menyakitkan.
"Walaupun jika suatu saat nanti perang usai dan kami bisa membangun kembali bangunan-bangunan ini, kenangan pahit yang pernah dirasakan tidak akan hilang," kata Ohanian.
Selain Aleppo kota lainnya yang dulunya merupakan 'perhiasan' Suriah, namun kini tak dapat dikenali lagi adalah Palmyra.
Kota yang termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO itu menjadi hancur berantakan akibat serangan ISIS yang menyerbu wilayah itu selama 10 bulan terakhir.
Namun, walaupun banyak monumen berharga yang hancur dalam serangan kelompok teror tersebut, kebanyakan dari situs reruntuhan kota kuno dilaporkan tetap utuh, seperti dikutip dari BBC.
"Kami telah mempersiapkan diri untuk hal yang paling buruk, tapi untungnya, secara garis besar, tempat itu dalam kondisi yang baik," kata kepala organisasi barang antik Suriah, Maamoun Abdulkarim.
ISIS menduduki wilayah warisan UNESCO itu pada Mei 2015, tak lama setelah mereka membunuh arkeolog yang telah merawat Palmyra selama 40 tahun.
Palmyra terletak di daerah strategis penting di jalan antara ibukota, Damaskus, dan kota di timur yang diperebutkan dari Deir al-Zour.
Mereka menghancurkan situs arkeologi dan memprovokasi kemarahan global. Puncaknya adalah ketika ISIS meruntuhkan gerbang menara penguburan kuil yang berusia 2.000 tahun.
Hal tersebut ISIS lakukan karena mereka berpendapat bahwa situs tersebut dijadikan berhala oleh penduduk.
Advertisement