6 'Pengkhianatan' Donald Trump pada Para Pendukungnya

Selama masa kampanye, Trump terkenal dengan sosoknya yang nyinyir, dan penuh retorika kebencian. Di kantor New York Times, ia berubah.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 23 Nov 2016, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2016, 14:00 WIB

Liputan6.com, New York - Presiden terpilih Donald Trump ternyata tidak terlalu idealis. Dia adalah seorang 'salesman' yang mencari keuntungan dari siapapun yang ada di dekatnya.

Selama masa kampanye. Trump memberi energi kepada orang-orang yang tidak 'tersentuh' oleh Hillary Clinton.. Slogannya 'Make American Great Again' terdengar menjanjikan, ia berjanji bakal berbuat apapun untuk melindung warga AS dan berkoara bakal memenjarakan Hillary.

Dilansir dari Quartz, pada Rabu (23/11/2016), saat berkunjung ke surat kabar yang pernah Trump tuduh curang, New York Times, miliarder nyentrik itu berubah.

Trump bertemu dengan para eksekutif dan staf editorial surat kabar yang terang-terangan dalam editorialnya mendukung Hillary Clinton. Di kantor itu, semua retorika presiden terpilih ke-45 AS itu tak terlihat.

Kepribadian Trump pun berubah drastis. Ia yang pernah menuduh New York Times tak imbang dalam memberitakan Pilpres AS, ketika bertemu jajaran pimpinan media dan wartawan, ia berbalik 180 derajat -- jadi hangat dan ramah. Kontradiktif dengan apa yang dilihat dan diidolakan oleh para pendukungnya. 

Berikut 6 'pengkhianatan' Donald Trump terhadap para pendukungnya saat bertemu dengan salah satu surat kabar tertua di AS itu:

1. Perubahan Iklim

Layaknya orang dari Partai Republik yang tidak mempercayai perubahan iklim, Trump pernah berkorar bahwa hal itu adalah hoax buatan China.

Trump bahkan mengancam akan menarik kesepakatan AS di KTT Perubahan Iklim pada November lalu.

Perubahan Iklim Ancam Rahasia Militer AS Terkuak (news.com.au)

Namun, saat ditanya oleh wartawan senior Tom Friedman tentang hal itu, Trump menjawab: "Saya memperhatikan hal itu dengan seksama. Saya punya pikiran yang terbuka."

"Saya pikir, ada hubungan antara kebiasaan dan perilaku manusia terhadap perubah iklim. Tergantung seperti apa," jawab Trump lagi.

Miliarder itu juga akan mempertimbangkan sejauh apa perubahan iklim merugikan perusahaan-perusahaan AS.

2. Bukan Simbol Sayap Kanan

Selama masa kampanye, Trump digambarkan sebagai sosok yang kerap menonjolkan simbol-simbol dan pernyataan penuh kebencian. Ia menjadi sosok yang diidolai gerakan ultra nasionalis Alt-Right.

Baru-baru ini kelompok itu mengadakan perayaan menyambut kemenangan Trump dengan salam ala Hitler.

Terpilihnya Donald Trump sebagi presiden ke-45 Amerika Serikat mendapatkan sambutan hangat dari para pendukung Nazi (Theatlantic.com).

Ketika wartawan senior Dean Baquet menanyakan apakah Trump memberi energi kepada gerakan itu, ia menjawab, "Saya pikir itu salah Dean. Saya tidak mau memberi energi kepada grup semacam itu, dan saya menolak kelompok semacam itu."

Trump juga menambahkan, "Itu bukan grup yang saya ingin beri semangat. Dan jika mereka bangkit gara-gara saya, saya ingin mencari tahu kenapa."

3. Tak Akan Penjarakan Hillary

Selama masa kampanye, Presiden terpilih Donald Trump berjanji akan menunjuk jaksa untuk menginvestigasi Hillary Clinton dan memenjarakan rivalnya itu.

Donald Trump menyimak pemaparan Capres AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton saat debat capres AS ketiga dan terakhir di University of Nevada, Las Vegas, Rabu (19/10). (REUTERS/Mark Ralston/Pool)

Retorika itu kerap digunakannya, dan memicu para pendukungnya berteriak, "penjarakan dia!" tiap kali Trump menyinggung soal Hillary.

Ketika ditanya apakah ia akan memenjarakan Hillary, Trump menjawab, "itu bukan hal yang sekarang aku pikirkan dengan sungguh-sungguh," kata Trump seperti dikutip dari cuitan wartawan New York Times, Mike Gynbaum seperti dilansir CNN, Rabu (23/11/2016).

"Saya tidak mau menyakiti keluarga Clinton. Benar, saya tidak mau. Hillary telah melalui hari-hari yang berat," lanjutnya.

Pernyataan itu benar-benar mengejutkan karena berlawanan dengan retorika kampanyenya.

Salah seorang wartawan menanyakan apakah keputusan itu akan menyakitkan pendukungnya, Trump menjawab, "saya pikir mereka tidak akan kecewa. Saya pikir saya akan menjelaskan bahwa bagaimanapun kita akan menyelamatkan negara ini."

4. Menjadi Pemenang

Trump kalah dalam suara populer (popular vote) oleh Hillary dengan angka 1,7 juta dan perhitungan masih berlangsung. Namun, karena sistem elektoral, di mana Trump menang dengan angka 288 electoral votes -- ia melaju mulus jadi presiden.

Presiden ke-45 AS, Donald Trump dan Wapres, Mike Pence langsung menyampaikan pidato setelah mengetahui hasil penghitungan suara Pilpres AS, di Manhattan, New York, Rabu (9/11). Trump unggul cukup jauh atas pesaingnya, Hillary Clinton. (REUTERS/Mike Segar)

Awalnya, jauh sebelum ia menjadi capres AS (bahkan berpikirpun tidak) ia pernah menyatakan keberatannya terhadap electoral votes -- yang dianggap merugikan dan tidak demokratis.

Namun, setelah akhirnya terjun jadi capres dan kemudian dengan mulus mengalahkan politikus dan kandidat dari Partai Republik senior lainnya, serta akhirnya menang lawan Hillary, Trump memuji sistem elektoral itu.

Tetapi, kontradiksi ketika ditanya editor NYT, ia menjawab, "Saya lebih suka popular vote."

"Saya bukan fans electoral collage, itu tidak pas."

5. Amandemen Pertama

Trump dilaporkan ia akan memperketat undang-undang kebebasan informasi. Selama kampanye ia juga menyebut media-media mainstream berbuat curang.

Trump pernah menuduh Times berbuat tak adil, mengusir wartawan keturunan Meksiko, mencela jurnalis disabilitas, serta melarang The Guardian meliput dirinya.

Ketika ditanya tentanng komitmennya atas Amandemen Pertama atau kebebasan berbicara dan informas, Trump menjawab, "Saya pikir, Anda semua akan bahagia."

6. Lembut

Selama masa kampanye, Trump terkenal dengan sosoknya yang nyinyir, garang dan tak sedap dilihat.

Bahkan seorang penulis biografi Michael D'Antonio memutuskan untuk membocorkan rekamannya dengan Trump untuk memperlihatkan seperti apa meledak-meledaknya pengusaha asal New York itu.

Ekspresi Donald Trump yang berdiri belakang rivalnya, Hillary Clinton selama debat Capres AS putaran kedua di Washington University, St Louis, AS, Minggu (9/10). Bahasa tubuh trump ini memicu keheranan dan ejekan di media sosial. (AP Photo/Julio Cortez)

 

Di depan para wartawan New York Times, semua sifat kasar, dan narsis Trump menghilang.

"Jika Anda melihat atau melihat saya berbuat salah, saya ingin mendengarnya. Anda semua bisa menelpon saya. Arthur, Anda bisa menelpon saya," kata Trump.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya