Liputan6.com, Bogota - Pemerintah Kolombia akan menandatangani perjanjian perdamaian baru dengan pemberontak FARC, pada Kamis 24 November 2016. Langkah itu dilakukan setelah kesepakatan sebelumnya ditolak dalam referendum bulan Oktober lalu.
Perjanjian baru yang direvisi itu akan diserahkan kepada Kongres untuk disetujui, bukan untuk diberikan kepada popular vote atau pilihan rakyat banyak.
Kelompok-kelompok oposisi mengatakan, negara masih belum cukup jauh dalam menghukum pemberontak atas pelanggaran hak asasi manusia.
Advertisement
Kesepakatan itu bertujuan mengakhiri lebih dari 50 tahun konflik bersenjata, yang telah menewaskan lebih dari 260.000 orang.
"Kita memiliki kesempatan unik untuk menutup bab menyakitkan dalam sejarah, yang membawa duka dan derita bagi jutaan warga Kolombia selama setengah abad," kata Presiden Juan Manuel Santos, dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa 22 November, yang dikutip dari BBC, Rabu (23/11/2016).
Kesepakatan awal kedua belah pihak sebelumnya ditandatangani dua bulan lalu, dalam sebuah upacara emosional, sebelum ditolak dalam referendum pada 2 Oktober.
Kelompok oposisi pemerintah yang dipimpin oleh mantan Presiden Kolombia, Alvaro Uribe mengatakan, kesepakatan itu terlalu menguntungkan para pemberontak.
FARCÂ dan negosiator pemerintah bekerja sepanjang waktu untuk membuat lebih dari 50 perubahan, agar lebih bisa diterima kubu konservatif Kolombia yang membenci kelompok tersebut.
Uribe dan yang lainnya mengklaim perubahan yang dilakukan hanya kedok semata.
Sejauh ini Presiden Santos telah jelas menyatakan tak ada ruang lagi untuk negosiasi, meski Uribe meminta pertemuan dengan pimpinan FARC untuk membahas keprihatinannya.
"Kesepakatan baru ini mungkin tidak akan memuaskan semua orang, tapi itulah yang terjadi di perjanjian perdamaian. Akan selalu ada suara-suara kritis: dapat dimengerti dan terhormat," ucap Santos.
Santos mengatakan, ratifikasi akan berlangsung di Kongres. Di mana koalisi pemerintah memiliki suara mayoritas yang solid.
Santos dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian pada Oktober lalu atas usahanya dalam mengakhiri konflik.