Liputan6.com, Queensland - Komunitas pribumi di Pulau Palm Island Queensland, Australia, akan tampil dalam dokumenter sejarah mengenai salah satu aspek kolonisasi yang tak banyak diketahui. Tayangan tersebut membuka kisah orang Aborigin, yang dipertontonkan bersama binatang antara Abad ke-19 dan awal Abad ke-20.
Dilansir dari Australia plus, Selasa (31/1/2017), saat itu sekitar 20 orang Aborigin diambil paksa dari Australia Utara untuk dipamerkan bersama binatang dalam acara yang dikenal dengan sebutan 'Human Zoo'.
Baca Juga
Bersama ribuan orang Aborigin lainnya, mereka dipajang berkeliling Eropa dan Amerika setidaknya sampai tahun 1940.
Advertisement
Saat ini komunitas Palm Island telah mendapatkan kembali sisa-sisa tengkorak salah seorang nenek moyang mereka itu.
Tetua masyarakat setempat, Walter Palm Island, merasa sangat istimewa melihat sisa-sisa nenek moyang yang ditemukan di Amerika Utara, kembali ke kampung sendiri.
"Silsilah ayah saya menunjukkan ada seorang paman meninggal di sirkus di Amerika... rasanya seperti teka-teki untuk memahami semua ini," katanya.
"Melihat foto dan gambar para leluhur ini, saya bisa merasakan sakit dan penderitaan dari ekspresi wajah mereka. Dan bagaimana terhinanya mereka," ujar Walter.
"Mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan diri sebagai manusia. Mereka diperlakukan sebagai binatang," tambahnya.
Leluhur Walter meninggal di akhir Abad ke-19 -- dia salah satu dari sekitar 35.000 orang yang dipamerkan di kebun binatang antara tahun 1800-an dan Perang Dunia II.
"Mereka ditampilkan sebagai kanibal. Pemakan manusia. Missing link antara manusia dengan monyet. Untuk penonton yang mencari eksotisme dan sensasi dari sesuatu yang tak diketahui," imbuhnya.
Kini seorang sinematografer Australia, Philip Rang, mengerjakan film dokumenter yang melacak kisah orang-orang Aborigin tersebut. Dia baru saja kembali dari syuting di Palm Island.
Dia mengatakan ada sekitar 20 orang Aborigin diambil dari Palm Island dan Ingham di Queensland utara.
"Benar-benar menakjubkan, betapa sedikit yang diketahui tentang hal ini," kata Rang. "Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Mereka dibujuk, katakanlah oleh orang kulit putih yang culas."
"Pertama mereka dikumpulkan di Townsville lalu dibawa ke Sydney. Supaya mereka tidak akan melarikan diri, pakaian mereka dilucuti lalu dinaikkan ke perahu," tuturnya.
Bukan Film Politik
Kebun binatang Human Zoo itu memamerkan orang-orang dari Afrika, Pasifik dan Asia. Menurut Rang, hal itu merupakan pembenaran untuk kolonisasi.
"Mereka dibawa ke tempat-tempat yang jauh dan bilang: lihat apa yang kami temukan. Kami bukan cuma menemukan rempah-rempah, bumbu dan bahan baku, tapi juga menemukan orang-orang ini," tutur Rang.
Salah satu sutradara dokumenter tersebut, Bruno Victor-Pujebet, berharap film ini akan mencegah pengulangan sejarah.
"Kami memiliki banyak gambar, foto dan film-film lama. Perlu memberikan konteks sejarah kepada publik," katanya.
"Itu merupakan cara membenarkan dominasi dunia. Orang-orang ini adalah korban dari hal itu. Kita tidak ingin membuat film politik, kami hanya ingin memberikan fakta dan menceritakan kisah mereka yang benar-benar terlupakan," jelas Victor-Pujebet.
Bagi Walter Palm Island, film dokumenter ini merupakan kesempatan bagi warganya membangun semacam identitas yang lebih besar.
"Sejarah Aborigin Australia belum tersampaikan. Begitu pula nasib masyarakat pribumi Australia dan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka," ucapnya.
Film dokumenter The Human Zoo akan ditayangkan pertama kali di Prancis pada Juni 2017 mendatang.