Dubes AS: Perintah Eksekutif Trump Bukan Terkait Islam

Dubes AS Joseph Donovan mengatakan, perintah eksekutif yang melarang warga dari 7 negara masuk ke AS bukan terkait Islam.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 30 Jan 2017, 21:44 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2017, 21:44 WIB
Presiden Donald Trump ketika menyambangi markas besar CIA
Presiden Donald Trump ketika menyambangi markas besar CIA (Associated Press)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru saja mengeluarkan perintah eksekutif. Kebijakan ini melarang warga negara dari 7 negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam masuk ke Negeri Paman Sam.

Kebijakan Trump dinilai kontroversial. Kecaman dan tentangan pun membanjiri pemerintahan baru AS.

Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph Donovan menekankan maksud presidennya mengeluarkan perintah eksekutif bukan untuk menyerang satu agama tertentu.

"Seperti pernyataan yang dikeluarkan Gedung Putih terkait perintah eksekutif ditekankan perintah eksekutif bukan mengenai Islam dan agama," ucap Donovan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (30/1/2017).

Trump, dijelaskan Donovan, mengeluarkan perintah eksekutif demi menjamin keamanan di dalam negeri AS.

"Jadi perintah eksekutif ini merupakan upaya melindungi keamanan dan perbatasan AS," sebut dia.

Donovan pun menjamin, kebijakan ini tak perlu menjadi sesuatu yang ditakutkan. Sebab, perintah eksekutif tidak akan diterapkan selamanya.

"Ini adalah upaya sementara selama 90 hari untuk mengkaji sistem yang kami miliki," tegasnya.

Beberapa hari lalu, President Trump menepati janji kampanyenya. Ia melarang warga tujuh negara, yaitu Irak, Iran, Suriah, Libya, Yaman, Sudan, dan Somalia untuk masuk ke negaranya.

Menurut draft keputusan, Amerika Serikat akan berhenti memproses visa selama 30 hari bagi negara-negara yang oleh pemerintahan Obama dipandang terlalu berisiko untuk program bebas visa Amerika.

Kebijakan Trump menuai kecaman. Para demonstran berdatangan ke sejumlah bandara di AS, tempat para penumpang dari negara-negara terdampak ditahan.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, seakan ragu merespons kebijakan tersebut. Usai pertemuan empat mata yang sukses dengan Presiden AS, ia mengaku "tak sepakat" dengan apa yang dilakukan Donald Trump.

Kritik tajam juga datang dari para tokoh di bidang teknologi. Bos Facebook, Mark Zuckerberg, mengingatkan bahwa AS adalah bangsa imigran.

Sementara pelari Inggris, Mo Farah, khawatir ia tak bisa pulang ke rumahnya di Oregon, AS.

"Donald Trump membuatku seakan jadi alien," kata atlet keturunan Somalia itu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya