Liputan6.com, Washington DC - Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, berupaya menemukan jawaban mengapa hewan laut dalam kondisi sehat bisa terdampar.
Paus, lumba-lumba, dan pesut -- atau dikenal sebagai kelompok Cetacean -- sebagian menggunakan pengindraan magnetik untuk navigasi. Menurut ilmuwan NASA, salah satu penjelasan atas terdamparnya hewan tersebut secara misterius berkaitan dengan badai Matahari.
Baca Juga
Menurutnya, kompas internal hewan menjadi kehilangan arah saat badai Matahari mempengaruhi medan magnet Bumi. Akibat hal tersebut, makhluk cetacean kehilangan arahnya.
Advertisement
Dikutip dari Live Science, Selasa (7/2/2017), untuk menyelidiki misteri laut tersebut, NASA melakukan sebuah studi yang akan menentukan apakah ada hubungan antara badai Matahari dengan terdamparnya hewan.
Sejumlah cetacean terdampar di seluruh dunia, baik dalam kelompok kecil yang berjumlah tiga ekor hingga ratusan. Menurut kolaborator studi NASA dan direktur International Fund for Animal Welfare's Animal Rescue Program, Katie Moore, fenomena itu sering terjadi di Selandia Baru, Australia, dan Cape Cod di Massachusetts.
Meski fenomena terdamparnya hewan laut terjadi secara merata, pemimpin studi yang merupakan ahli heliophysicist di Goddard Space Flight Center NASA -- orang yang mempelajari efek dari Matahari di tata surya, Antti Pulkkinen, mengatakan bahwa penelitian kuantitatif akan hal tersebut masih sedikit.
"Kami memperkirakan bahwa catatan cetacean yang terdampar massal akan tersedia untuk dipelajari, sehingga membuat analisis kami signifikan secara statistik," ujar Pulkkinen dalam sebuah pernyataan.
"Apa yang akan kita lakukan adalah mempelajari data ini dengan antusias. Ini merupakan misteri yang telah berlangsung lama dan merupakan hal penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," imbuh Pulkkinen.
Pulkkinen dan rekannya akan bekerja dengan Bureau of Ocean Energy Management dan International Fund for Animal Welfare untuk menyaring laporan terdamparnya cetacean secara massal, data cuaca, dan observasi lapang.
Para peneliti berharap dapat menyelesaikan studi pada akhir September.
Mereka mengatakan, hasilnya tidak selalu menunjukkan bahwa fenomena hewan terdampar dan badai Matahari selalu berkaitan. Namun, studi tersebut akan menjadi penelitian menyeluruh pertama soal keterkaitan itu.
"Jika kita memahami hubungan keduanya, kita mungkin dapat menggunakan pengamatan badai Matahari sebagai peringatan dini atas potensi terdampar," ujar Moore.
Menurutnya, hal tersebut membuat orang-orang di seluruh dunia menjadi lebih siap, sehingga memiliki kesempatan untuk menyelamatkan lebih banyak hewan.