PM Israel Tolak Mendiang Yasser Arafat Diabadikan Jadi Nama Jalan

Netanyahu bersumpah akan menempuh berbagai cara untuk menghentikan pemberian nama jalan atas Yasser Arafat.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Mar 2017, 13:03 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2017, 13:03 WIB
PM Israel, Benjamin Netanyahu
PM Israel, Benjamin Netanyahu (Reuters)

Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah tidak akan membiarkan nama mendiang pemimpin Palestina Yasser Arafat diabadikan menjadi sebuah nama jalan. Ia bahkan berjanji akan melahirkan undang-undang baru jika dibutuhkan demi mencegah hal tersebut terjadi.

Sebuah kota kecil di area segitiga Distrik Haifa, Jatt, baru-baru ini mengabadikan nama Yasser Arafat menjadi nama jalan untuk menghormati mantan presiden Palestina itu. Jatt, memiliki populasi sekitar 11.000 jiwa warga Arab.

Di Israel sendiri terdapat warga Palestina yang tetap berada di negara itu pasca-pembentukan Israel pada tahun 1948. Populasi mereka sekitar 17,5 persen dari total delapan juta penduduk.

"Kita tidak bisa membiarkan jalan di Israel dinamai Yasser Arafat dan Haji Amin al-Husseini serta lain-lain. Kami akan membuat aturan, termasuk undang-undang baru jika dibutuhkan sehingga hal tersebut tidak terjadi," kata PM Netanyahu dalam rapat kabinet seperti dilansir Al Araby, Senin, (6/3/2017).

Husseini merupakan seorang nasionalis sekaligus ulama besar Yerusalem pada era 1920-an dan 1930-an. Wali Kota Jatt Mohammed Taher Wattab membela pemberian nama jalan tersebut.

"Yasser Arafat menandatangani kesepakatan damai dengan Israel dan sungguh memalukan jika PM menghabiskan waktunya untuk membuang nama jalan di sebuah kota kecil seperti ini. Kami akan bertindak sesuai hukum, menurut nasihat hukum yang kami terima," jelas Wattab.

Dan pada hari Minggu waktu setempat, dewan kota Jatt memutuskan untuk menghapus "semua tanda-tanda jalan yang kontroversial", termasuk tanda Arafat dan menggantikannya dengan nama-nama berbeda. Demikian seperti diwartakan stasiun televisi Channel 10.

Arafat menjadi pemimpin Palestina setelah pembentukan Israel. Ia memimpin pasukan bersenjata untuk melakukan perlawanan di mana di ribuan orang kehilangan nyawa.

Namun puluhan tahun kemudian ia mempertimbangkan opsi damai dan memutuskan berjabat tangan dengan Perdana Menteri Yitzhak Rabin di halaman Gedung Putih.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya