Liputan6.com, Jakarta - Tak bisa dipungkiri, perang dingin merupakan ajang adu aksi dari para intelijen dan pembunuh profesional. Mereka melakukan aksinya dengan inovasi.
Uniknya, para 'pencabut nyawa' itu tidak hanya berasal dari blok barat atau timur yang sedang bertikai. Namun, hampir setiap negara memiliki 'senjata' rahasia nan mematikan ini.
Baca Juga
Dilansir dari Listverse, Sabtu (25/3/2017), berikut ini 5 rangkuman pembunuh terkeji di masa perang dingin.
Advertisement
5. Vinko Sindicic
1988, Glasgow dibanjiri penggemar sepak bola. Mereka berbondong-bondong ke sana untuk menyaksikan kualifikasi piala dunia antara Skotlandia vs Yugoslavia.
Di antara ribuan orang yang datang, ada satu yang terpisah. Nikola Stedul namanya, ia pergi di daerah utara dan untuk membeli sebuah senjata.
Namun, negosiasi jual beli tersebut mandek. Oleh penjual senjata, Stedul ditembak di mulut dan dadanya.
Ajaibnya, Stedul selamat. Nyawanya tertolong karena anjing peliharan yang dibawanya menyerang pelaku dan menghentikan tembakan lanjutan.
Gonggongannya pun membangunkan warga sekitar. Akhirnya pelaku kabur sebelum misinya selesai.
Meski sempat kabur, pelaku berhasil ditangkap di Heathrow. Kepolisian mengidentifikasi pelaku sebagai Vinko Sindicic.
Pria ini merupakan agen rahasia paling berbahaya dipunya Yugoslavia. Ia adalah pemimpin program pembunuhan yang direstui pemerintah.
Sindicic sudah membunuh belasan orang. Salah satunya seorang jurnalis Bruno Basic yang ditembak di depan apartemenya di Paris 1978 lalu.
4. Craig Williamson
Mata-mata super Afrika Selatan merupakan julukan yang melekat pada Williamson.
Dulu aksinya yang paling gila adalah berhasil menyusup di gerakan anti-apartheid Afsel sejak awal 1970an sampai 1980.
Dipromosikan sebagai Mayor di gugus tugas intelijen Afsel, ia adalah otak dibalik perintah menyusupkan bom di sebuah amplop. Target pembunuhannya adalah aktivis Ruth First.
Misinya itu berhasil. First terbunuh pada 1982 di Mozambik. Pada 1984, cara yang sama berhasil menewaskan pasangan dan aktivis Partai anti-apartheid ANC dan seorang anaknya yang sedang berada di Mozambik.
Advertisement
3. Mehmet Ali Agca
Saat muda, Agca memutuskan untuk bergabung dengan kelompok neo-fasis yang kerap menggunakan aksi kekerasan, Grey Wolves. Ia dikirim ke Suriah untuk dilatih jadi pembunuh bayaran.
Misi pertamanya dilakukan pada 1979. Kala itu, ia ditugaskan menghabisi nyawa editor media bernama Abdi Ipekci.
Ia ditangkap. Namun, berhasil kabur. Selama masa pelarian ia dipercaya sebagai pembunuh seorang warga Turki di Roma.
Pada 1981, namanya jadi terkenal di dunia. Hal ini setelah ia melakukan aksi gilanya di Roma.
Saat itu Agca menembak Paus Yohanes Paulus II. Empat tembakannya bersarang di tubuh pemimpin umat Katolik dunia tersebut. Tetapi, Paus berhasil selamat dan memaafkan Agca.
Belum diketahui apa motif aksi Agca dan siapa yang menyuruhnya. Sejumlah ahli menyebut Agca terkena gangguan jiwa.
Teori lain mengatakan Agca adalah suruhan Intelijen Bulgaria yang bekerjasama dengan KGB. Tujuan memperkerjakan pria tersebut agar popularitas Paus di Polandia tidak terus naik.
2. Mike Harari
Pada 1972, kelompok teror Palestina Black September membunuh 11 atlet Israel di Munich, Jerman. Sebagai balasan Israel menjalankan operasi Wrath of God.
Tujuan operasi ini membunuh seluruh pemimpin Black September. Operasi tersebut dipimpin oleh agen Mossad ternama, Mike Harari yang juga pendiri unit pembunuh Kidon.
Harari merupakan legenda Mossad. Selama memimpin operasi tujuh orang anggota Black September di seluruh Eropa dihabisi nyawanya.
Namun, reputasi Harari memburuk usai ia tak sengaja membunuh seorang pelayan asal Maroko yang dikiran pemimpin Black September Ali Hassan Salameh di Norwegia.
Enam anggota Wrath of God ditangkap aparat Norwegia. Harari berhasil kabur, tetapi peristiwa tersebut betul-betul menghancurkan karirnya.
Advertisement
1. Kelompok Misterius
Pada medio 80an, masyarakat Belgia dibuat heboh. Penyebabnya sebuah kelompok teror misterius membunuh 28 orang di Branbat.
Awalnya, banyak pihak mengira aksi ini adalah tindakan pencurian. Namun, setelah diselidiki motifnya ternyata bukan uang.
Dalam peristiwa tersebut mereka melakukan penyerangan di beberapa tempat berbeda. Salah satunya di sebuah super market. Di tempat tersebut secara membabi buta 7 orang pengunjung ditembak.
Aksi selanjutnya lebih gila lagi. Kelompok ini sengaja membunyikan alarm di sebuah toko sembako. Saat polisi datang serangan langsung dilancarkan.
Tak ada yang tahu ini kelompok apa. Para saksi mata hanya mendeskripsikan pelaku ada tiga orang dan berciri-ciri, ada yang tinggi besar, seorang berwajah bengis dan pria paruh baya.
Usai penyedikan panjang, diketahui kelompok tersebut pengusung aliran neo-fasis. Aksi keji itu merupakan perintah dari sang pemimpin Paul Latinus.
Beberapa spekulasi muncul terkait kasus ini. Termasuk salah satunya keterlibatan CIA dalam kasus tersebut.