Mengukur Denyut hingga Tampon, 10 Warisan Pengobatan Mesir Kuno 

Walaupun berbeda berabad-abad, banyak praktik dokter pada masa Mesir Kuno yang tidak aneh bagi kita sekarang.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 06 Apr 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2017, 19:00 WIB
Egypt Incest (0)
Tuthankamun. Kalangan ningrat Mesir Kuno percaya bahwa dirinya adalah keturunan para dewa sehingga perlu menjaga 'kemurnian'. (Sumber Alamy via DM)

Liputan6.com, Jakarta - Bangsa Mesir Kuno terkenal dengan piramida, hieroglif, dan mumi. Budaya kaya tersebut memberikan begitu banyak peninggalan sehingga memungkinkan kita mengerti peradaban mereka.

Hadirnya terjemahan dokumen-dokumen dan ukiran-ukiran serta gambar-gambar yang indah membantu kita mengerti banyak hal tentang kehidupan Mesir Kuno.

Seperti dikutip dari listverse.com pada Kamis (6/4/2017), praktik mumifikasi memungkinkan bangsa Mesir Kuno belajar banyak tentang tubuh manusia dan diduga mendapatkan pengetahuan maju dalam bidang kedokteran.

Walaupun berbeda berabad-abad, banyak praktik dokter pada masa Mesir Kuno yang tidak aneh bagi kita sekarang. Dokter masa kini memang tidak lagi menggunakan jampi-jampi seperti dokter pada masa Mesir Kuno.

Tapi, dalam banyak hal, kunjungan ke dokter tidak berbeda banyak dengan kunjungan dokter pada masa kini, seperti sejumlah hal berikut:

1. Mengukur Denyut

Ketika kita masuk ke ruang periksa dokter masa kini, ada sejumlah hal yang selalu diperiksa, termasuk tekanan darah, suhu, dan denyut nadi. Denyut nadi memberikan cara menduga kesehatan sistem sirkulasi, tapi hanya mungkin dilakukan kalau terlebih dulu mengerti arteri dan vena yang ada di seluruh tubuh.

Pengetahuan yang sekarang menjadi biasa itu sebenarnya merupakan suatu terobosan di masa lalu. Bangsa Mesir Kuno memiliki pemahaman tentang sistem sirkulasi, diduga karena praktik mumifikasi yang dilakukan pada masa itu. Mereka mengerti hubungan-hubungan di seluruh tubuh dan adanya denyut.

Hanya saja, mereka diduga tidak mengerti bahwa jantung adalah sebuah pompa, bukan sekedar penampung darah. Walaupun begitu, mereka mengerti pentingnya sistem vaskuler dan dapat memanfaatkannya untuk penyembuhan dan diagnosa penyakit.

Hal pengkuran denyut merupakan sesuatu yang jauh mendahului zaman dan baru dilakukan di bagian lain dunia beberapa tahun sesudahnya. Dalam pengetahuan sistem vaskuler, bangsa Mesir Kuno juga menghitung jumlah pembuluh darah yang menuju setiap bagian tubuh.

Jumlahnya memang tidak tepat, karena mereka tidak menyangka arteri dan pembuluh darah lain bisa sedemikian halusnya. Perhitungan mereka membantu menentukan pembuluh-pembuluh yang lebih besar, sehingga bisa berguna menghentikan pendarahan saat ada luka atau pembedahan.

2. Menoleh dan Batuk

(Sumber iStock via listverse.com)

Ternyata pemeriksaan yang terasa ganjil ini memang sudah dilakukan selama berabad-abad. Dalam Papirus Ebers, yaitu suatu panduan kedokteran Mesir Kuno, disebutkan adanya diagnosis hernia yang disebut sebagai "pembengkakan yang muncul saat batuk."

Ada beberapa gambar dari masa Mesir Kuno tentang sosok penderita hernia pusar yang menyembul dari perut dan gambar hernia di kantong zakar.

Hernia terjadi ketika bagian usus besar menyembul melalui dinding otot ronga perut. Hernia biasanya terjadi karena mengejan atau mengangkat benda berat.

Bangsa Mesir Kuno dikenal dengan monumen-monumen besar semisal piramida sehingga mereka terbiasa mengangkat benda-benda berat dan mungkin cukup sering mendapati hernia.

Tapi penangangan hernia sepertinya tidak banyak diketahui. Papirus Ebers sekilas menyebutkan penerapan panas di bagian terdampak, walau tidak jelas apakah panas itu dimaksudkan untuk pengurangan masalah atau sebagai pelepuhan untuk menutup otot setelah bedah kecil.

Banyak gambar Mesir Kuno tentang penderita hernia, seakan tidak ada penyembuhan.

3. Tampon

(Sumber iStock via listverse.com)

Banyak orang menganggap tampon adalah pencapaian modern yang membantu kenyamanan kaum wanita pada saat menstruasi. Tampon memang hanya baru-baru saja dipakai dalam budaya Barat. Iklan pemakaian tampon sebagai sesuatu yang aman bagi wanita Amerika pun ada hingga tahun 1980-an.

Iklan itu bahkan merujuk kepada penggunaan tampon oleh bangsa Mesir Kuno sebagai bukti bahwa pemakaiannya sudah sejak dulu dan alamiah.

Tampon kain sering juga disebut dengan tyet atau buntalan Isis dan dibuat dari kain perca, terutama katun, yang digulung dan diikat pada bagian tengahnya.

Nama "buntalan Isis" mengacu kepada dewi Isis, yang menurut legenda menggunakan tampon ketika sedang mengandung Horus agar melindunginya di dalam rahim menghadapi serangan dewa Seth.

Bangsa Mesir Kuno juga menggunakan kain-kain lain yang mirip dengan pembalut sekarang dan lazim dalam berbagai budaya masa lalu.

4. Tambal Gigi

(Sumber International Journal of Paleopathology)

Lubang gigi sebenarnya jarang terjadi pada masa Mesir Kuno karena gula bukan merupakan bagian dari pangan merea sehingga mereka tidak mengalami pengumpulan tartar ataupun masalah lain yang kita kenal sekarang.

Tapi mereka diketahui mengalami gerusan pada gigi mereka. Tepung dan selai ditumbuk menggunakan batu dan selalu ada saja serpihan batu dalam makanan, seberapapun kehati-hatian mereka. Kehidupan di wilayah gurun juga menambah gerusan pada gigi.

Dengan demikian, gigi-gigi mereka kemudian berlubang atau mengalami infeksi yang dapat menyebabkan kematian jika bakteri gigi masuk ke sistem peredaran darah.

Horembheb, saudara perempuan Nefertiti, diduga menderita gigi busuk sehingga tidak memiliki gigi sama sekali ketika meninggal. Kematiannya diduga karena infeksi.

Ada beberapa resep tambalan dan ramuan yang tertera dalam Papirus Ebers. Salah satunya menjelaskan cara menangani "gigi yang gatal hingga ke bukaan pada daging, yaitu 1 bagian jintan, 1 bagian getah resin, 1 bagian buah dart, digiling dan dilumuri pada gigi."

Cara tersebut dimaksudkan untuk mengeringkan infeksi. Resep tambalan lainnya menggunakan madu yang memiliki sifat antibakteri dan ocher, yaitu pigmen pewarna dalam zat besi, serta gandum tumbuk.

Kadang-kadang tambalannya hanyalah kain biasa. Pada 2012, ada sebuah mumi yang dipindai menggunakan CT dan ditemukanlah sebuah lubang gigi yang ditambal menggunakan kain linen. Tapi, pria itu menderita infeksi saat kematiannya.

5. Prostesis

Mumi-mumi Mesir ditemukan memiliki prostesis tungkai, jari kaki, dan jari tangan tertua di dunia. Prostesis untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang merupakan hal yang hakiki bagi bangsa Mesir Kuno karena beberapa alasan.

Salah satu alasan adalah karena kepercayaan Mesir Kuno bahwa, setelah kematian, tubuh haruslah lengkap dan awet agar bisa seseorang bisa kembali mendiaminya di alam baka.

Itulah sebabnya mumifikasi menjadi penting dan diduga menjadi alasan prostesis dipakai. Penggantian bagian yang hilang membuat tubuh lengkap lagi walaupun tentu saja penggunaan prostesis juga membantu beberapa fungsi dalam kehidupan. Terdapat bukti bahwa prostesis juga dibuat bagi pasien-pasien yang masih hidup.

Bukti demikian mengungkapkan bahwa bangsa Mesir Kuno mengenal amputasi untuk mengatasi infeksi dan pembedahan. Seorang pasien yang paling terkenal adalah seorang wanita yang diketahui memakai jempol kaki besar berbahan kayu.

Bagian di bawah prostesis itu telah sembuh, sehingga membuktikan bahwa ia menggunakan prostesis jempol itu sewaktu masih hidup dan diduga membantunya berjalan serta menyeimbangkan diri setelah jempol aslinya tiada lagi. Temuan itu dianggap sebagai prostesis tertua yang pernah ditemukan.

6. Kendali Obat oleh Pemerintah

Akses ke perawatan medis sangat dikendalikan oleh pemerintah Mesir Kuno. Dokter-dokter dididik melalui kurikulum tertentu dan menjadi anggota "wisma kehidupan" yang biasanya di bawah naungan suatu kuil.

Lembaga-lembaga kedokteran itulah yang melatih para dokter, sekaligus berfungsi sebagai praktik kedokteran bagi siapapun yang memerlukan penanganan medis. Dan, seperti disebutkan sebelumnya, ada Papirus Ebers dan Papirus Edwin Smith yang menjadi panduan pengenalan penyakit dan cara penanganan, demikian juga dengan resep kedokteran.

Hal itu menununjukkan kepada kita bahwa para dokter berbagi cara-cara pengobatan dan perawatan sebagai bagian dari perawatan baku. Pada dokter di masa Mesir Kuno terdiri dari pria dan wanita yang diduga memiliki spesialisasi selayaknya dokter masa kini. Bahkan diduga ada juga kompensasi bagi pekerja.

Tertera beberapa penjelasan pembangunan kemah-kemah penyembuhan dekat proyek-proyek bangunan agar orang yang cedera bisa mendapatkan perawatan.

Sepertinya, jika cedera terjadi dalam pekerjaan, maka pemberi kerjalah yang menanggung biaya perawatan. Pegawai-pegawai pun ditengaai menerima pembayaran tambahan jika tidak mampu bekerja.

Ribuan tahun lalu, itulah cara pendekatan yang sangat kompleks dalam pendekatan kepada perawatan kesehatan dan amat mirip dengan apa yang kita lihat sekarang.

7. Resep Obat

(Sumber iStock via listverse.com)

Minum oabt diduga sama usianya dengan peradaban. Tapi, bangsa Mesir Kuno menerima obat secara coba-coba sehingga ada yang sembuh atau malah tambah parah.

Bangsa Mesir Kuno mengetahui bahwa madu baik bagi luka dan hingga sekarang madu masih dipakai juga untuk luka. Mereka juga mengetahui bahwa mint bisa menenangkan perut. Tapi ada juga yang cukup berbahaya semisal timbal dan tinja.

Manjur ataupun tidak, ada puluhan resep kedokteran yang tercatat dalam beberapa papirus, termasuk dosis dan penggunaannya. Para pasien di masa itu dipersilahkan pulang dengan membawa ramuan dan perintah cara penggunaan sebagaimana kita alami sekarang.

Ada berbagai jenis pengobatan untuk beragam masalah, bahannya pun bermacam-macam. Misalnya mineral seperti tembaga, tanah liat, timbal, dan garam. Beberapa jamu misalnya biji adas, bawang, biji rami, dan mint, serta beberapa bahan organik seperti rambut, kulit, darah, tinja dan lainnya yang berasal dari hewan atau bahkan manusia.

Unsur-unsur itu biasanya dikombinasikan dalam resep agar memberikan dampak terkuat. Cukup banyak resep untuk sembelit. Ada juga nasehat untuk memperbanyak makan buah ara, ada juga resep minyak jarak (yang masih kita pakai sekarang) dicampur dengan bir.

Pengobatan cacing pita menggunakan timbal, petroleum, roti ta, dan bir manis, semua dalam perbandingan setara. Memang ampuh membunuh cacing, walaupun bisa juga mematikan pasien.

Ulekan juga menjadi cara pengobatan populer dengan campuran ramuan untuk segala hal, mulai dari kebotakan hingga sakit perut. Susu juga lazim dicampurkan, demikian juga dengan berbagai jenis tinja dari sapi, domba, hingga angsa. Tanah liat dan timbal kadang-kadang dicampurkan.

Zat dari tubuh manusia juga sering digunakan, mulai dari urine, hingga susu dan darah. Dalam kasus kecemasan, salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengoleskan pasien menggunakan "susu seorang wanita yang telah melahirkan anak lelaki."

8. Sunat

Membuang kulit kulup bayi lelaki telah berlangsung selama beberapa abad atau sunat, terkadang dipandang sebagai praktik keagamaan dan terkadang sebagai praktik kedokteran.

Selama beberapa abad lamanya, budaya Yahudi dicirikan dengan praktik ini. Sekarang, praktik itu dilakukan di negara-negara Barat, bukan berdasarkan agama. Bangsa Mesir Kuno diduga telah mempraktikan sunat secara luas. Ada gambar-gambar melakukan prosedur itu pada pasien.

Bangsa Mesir Kuno amat tertarik dengan higiene pribadi dan terkadang mencukur bulu-bulu tubuh agar tetap bersih dan menghindari parasit serta kondisi-kondisi yang berkitan dengan ketidakbersihan. Hal itulah yang diduga menyebabkan mereka mulai mempraktikan sunat sehingga membudaya.

Sunat sedemikian lazimnya, sehingga penis yang tidak bersunat justru tidak biasa. Ada tulisan-tulisan keheranan para prajurit Mesir Kuno melihat penis tak bersunat pada bangsa Libya yang mereka taklukan. Kadang-kadang penis tak bersunat itu dikumpulkan dari pasukan musuh yang gugur lalu dibawa pulang untuk dipamerkan.

9. Pembedahan

Bangsa Mesir Kuno mendapatkan banyak pengetahuan anatomi manusia dan cara kerja tubuh melalui praktik-praktik mumifikasi. Karena membedah jasad, mereka bisa melihat adanya masalah dalam tubuh seseorang dan mengkaitkannya dengan sakit semasa hidupnya

Kemampuana itu memungkinkan mereka melakukan praktik pembedahan. Budaya-budaya lain yang hadir kemudian di Timur Tengah kehilangan kemampuan itu karena otopsi merupakan hal terlarang dalam agama.

Kemauan mereka membedah jasad menjadikan bangsa Mesir Kuno beberapa abad lebih maju secara medis. Banyak mumi yang mengungkapkan bahwa pembedahan-pembedahan itu kemudian membaik, mulai pelubangan tengkorak hingga pembuangan tumor.

Pisau bedah yang dipakai dibuat dari tembaga, gading, atau obsidian. Obsidian bersifat istimewa karena merupakan kaca vulkanik yang ketajamannya lebih baik daripada logam modern dan masih dipakai hingga sekarang.

Pasien diberi alkohol dan pembius sebelum prosedur. Anestesi belum ada, sehingga orang berharap ia bisa pingsan saat pembedahan. Akar tanaman mandrake dan jus biji opium dipakai untuk mengtasi rasa sakit.

Masalah utama terkait penyintasa adalah tidak adanya pengetahuan tentang transfusi darah sehingga pasien kehabisan darah kalau pembedahan terlalu rumit atau terlalu lama.

Setelah pembedahan, olesan antibiotik semisal madu dan tembaga membantu mencegah infeksi. Para pasien yang menyintas penderitaan mereka bisa disebut sebagai yang pertama menjalani pembedahan dalam sejarah.

10. Opioid

(Sumber iStock via listverse.com)

Biji opium masih ditanam sekarang ini untuk menghasilkan obat yang kuat dan telah lama diketahui memiliki kemampuan mengurangi sakit. Opioid sekarang ini masih menjadi pengobatan utama untuk rasa sakit, terutama dalam pengeloaan nyeri parah.

Jus bunga opium yang dipakai bangsa Mesir Kuno tidak sebanding dengan morfin atau OxyContin di masa kini, tapi merupakan obat yang sangat berguna pada masa itu. Pada masa itu, pengurang sakit bukan urusan gampang dan kemampuan mengelola nyeri merupakan pencapaian besar kedokteran.

Jus opium dapat dipergunakan untuk pembedahan, terkadang dicampur dengan bir atau wine. Campuran itu memberikan kelegaan kepada pasien yang gugup, menyingkirkan depresi dan kecemasan.

Zat itu juga diduga dipakai meluas sebagai penurun demam dan pembunuh nyeri. Jus yang diambil dari biji opium itu tidak sekuat opioid modern, tapi efektif.

Karena kurang keras itulah yang mungkin menjadi alasan mengapa bangsa Mesir Kuno sepertinya tidak mengalami masalah ketagihan seperti yang ada sekarang ini.

Jus itu jarang dipakai di luar dunia kedokteran, tapi merupakan pembunuh efektif terhadap rasa sakit sehingga menjadi alat yang sangat berguna untuk menangani dan menjaga kesehatan bangsa Mesir Kuno.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya