WHO: Depresi Sebabkan Epidemi Bunuh Diri

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO melaporkan bahwa depresi menjadi penyebab utama kelumpuhan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 21 Apr 2017, 07:21 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2017, 07:21 WIB
Ilustrasi Depresi
Ilustrasi Depresi

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak warga untuk mengobati depresi, yang bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Badan itu mengatakan konflik, perang dan bencana alam adalah faktor-faktor risiko terkena depresi.

WHO memperkirakan satu di antara lima orang yang terimbas peristiwa tersebut menderita depresi atau kecemasan. Mengingat besarnya masalah tersebut, badan tersebut mengatakan bahwa kesehatan mental dan bantuan psikososial harus menjadi bagian dari bantuan kemanusiaan.

Di samping situasi ini, WHO melaporkan depresi menjadi penyebab utama kelumpuhan.

Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Obat-obatan WHO, Shekhar Saxena, mengatakan depresi menjadi penyebab epidemi kematian akibat bunuh diri.

"Di seluruh dunia, 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun dan ini sama dengan satu kematian setiap 40 detik. Jadi sementara kita menghadapi angka kematian yang sangat disayangkan dalam konflik dan perang, kita juga perlu mengingat ada epidemi tidak kentara di dunia, yang juga membunuh sejumlah besar orang tanpa kepala berita atau poster yang jelas," kata Shekhar Saxena seperti dikutip dari VOA News, Jumat (20/4/2017).

Saxena mengatakan kepada VOA, bahwa tidak ada perbedaan jelas depresi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Ia menambahkan, kebanyakan orang yang menderita depresi tinggal di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah.

"Depresi lebih umum terjadi di antara perempuan, 5,1 persen dibandingkan 3,6 persen di antara laki-laki. Faktor-faktor lainnya termasuk kemiskinan, diskriminasi dan semua situasi hidup yang sulit, entah itu kronis atau akut, khususnya diantara anak-anak muda," lanjutnya.

Saxena mengatakan perawatan biasanya mencakup pengobatan psikoterapi, anti depresi atau kombinasi keduanya. Menurutnya, tidak selalu memerlukan seorang pakar untuk mengobati depresi, pengobatan dengan bercakap-cakap oleh dokter umum, perawat dan pekerja layanan kesehatan juga bisa efektif.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya