Marak Ekstremisme, Lemhannas Imbau Indonesia Melek Politik Global

Hadapi ekstremisme dan radikalisme, Lemhannas imbau pemerintah dan masyarakat RI melek politik global.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Mei 2017, 15:35 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2017, 15:35 WIB
Profesor Dorodjatun Kuntjoro Jakti (kiri) dan Gubernur Lemhannas Agus Widjojo (kanan) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)
Profesor Dorodjatun Kuntjoro Jakti (kiri) dan Gubernur Lemhannas Agus Widjojo (kanan) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah maraknya isu radikalisme dan ekstremisme yang menyelimuti Tanah Air, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) mengimbau pemerintah dan masyarakat RI untuk lebih memahami perkembangan isu politik global.

Pernyataan itu disampaikan Gubernur Lemhannas RI Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo saat konferensi pers pembukaan Jakarta Geopolitics Forum (JGF) yang diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat, 19 Mei 2017. Forum itu merupakan kegiatan seminar akademik internasional yang membahas geopolitik internasional.

Agus Widjojo menjelaskan, masyarakat dan pemerintah Indonesia harus melek pada kondisi geopolitik global. Hal itu dilakukan untuk menetralkan cara pandang politik masyarakat dan pemerintah Tanah Air saat ini yang tengah mendominasi perspektif politik dan ideologi domestik.

"Pemahaman tentang geopolitik jadi hal yang relevan dengan politik riil yang ada di Indonesia. Sebagai negara dengan strategic culture yang mumpuni, Indonesia yang berperspektif inward looking (orientasi domestik) harus mulai berperspektif outward looking (orientasi global)," jelas Agus Widjojo saat konferensi pers, Jumat, (19/5/2017).

"Jika kita masih berorientasi pada politik yang inward looking, kita jadi terjebak dan dihantui oleh perspektif konspiratif. Seakan-akan masyarakat global ingin menghancurkan Indonesia. Jika kita mulai melihat ke luar, pemikiran itu (radikalisme dan ekstremisme-red) dapat berkurang," ucap pensiunan TNI AD itu.

Akan tetapi, Agus juga menilai bahwa masyarakat Indonesia harus tetap menghargai hukum yang berlaku di dalam negeri. Terlebih lagi, dalam menyikapi sejumlah isu sensitif yang beberapa waktu terakhir di Jakarta, seperti pemenjaraan Basuki Tjahaja Purnama dan isu Rizieq Shihab.

"Kita harus tetap patuh pada undang-undang yang ada. Masalahnya, apakah hukum yang sekarang memadai dengan kondisi masyarakat Indonesia? Di satu sisi, mencuat opini dan perspektif dari berbagai kelompok yang berbeda haluan sehingga menimbulkan multitafsir terhadap hukum tersebut," ucap Agus.

Hal itu, tutur Gubernur Lemhannas, jadi tantangan ahli hukum dan pemerintah Indonesia. "Seperti yang kita tahu, hukum juga harus didasarkan pada kondisi masyarakat dan di lain pihak harus memiliki kekuatan ukur yang konkret," kata dia.

Pada kesempatan yang berbeda, mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, menilai bahwa Indonesia harus terus meningkatkan aktivitas politik globalnya pada masa kini dan yang akan datang.

Pernyataan itu diutarakan saat ia menyampaikan seminar tentang geopolitik pada Jakarta Geopolitical Forum, Jumat, 19 Mei 2017.

"Sesungguhnya Indonesia punya riwayat politik internasional yang bebas dan aktif sejak dulu. Kini Indonesia harus mempertahankan kebijakan itu. Ditambah lagi, keterlibatan Indonesia di politik internasional terkenal dengan sikap kita yang menghargai opini. Hal itu dapat menjadi cerminan untuk kondisi politik dalam negeri kita," ujar profesor emeritus Universitas Indonesia itu.

JGF 2017 merupakan kegiatan seminar internasional yang dihadiri oleh komunitas akademik, riset, dan kajian di bidang geopolitik. Kegiatan ini berlangsung pada 18 Mei hingga 20 Mei 2017.

Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi Lemhannas RI yang ke-52 yang jatuh pada 20 Mei 2017 besok.

Seminar akademik yang bertajuk "Geopolitics in a Changing World" itu akan mengangkat sejumlah isu penting dalam konteks geopolitik, antara lain perdamaian dan keamanan global, ekonomi, perubahan iklim, terorisme, ekstremisme, radikalisme, pencari suaka, dan migrasi. Sejumlah pakar dari berbagai negara akan terlibat dalam forum ini.

"Forum akademik ini jadi ajang pertemuan para pakar dan akademisi untuk saling bertukar perspektif tentang isu di bidang geopolitik, membahas dinamika politik global dalam konteks geografis, dan maknanya untuk negara masing-masing, termasuk Indonesia," ujar Agus Widjojo dalam konferensi pers, sehari sebelum pelaksanaan JGF 2017.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya