10 Perawatan Medis Paling Mengerikan pada Masa Lalu

Cara penyembuhan masa lalu bisa menyakitkan, menegangkan dan tidak nyaman, malah menimbulkan masalah lebih parah daripada penyakitnya.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 02 Jun 2017, 20:40 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2017, 20:40 WIB
Ilustrasi operasi bedah
Ilustrasi operasi bedah (wikipedia)

Liputan6.com, Jakarta - Dokter seringkali dipandang sebagai pekerja yang dapat 'menurunkan mukjizat' karena mengetahui cara menyembuhkan pasien.

Pada saat ini, para dokter bisa menangani berbagai penyakit. Tapi teknik pengobatan dalam kedokteran masa kini telah melalui perkembangan bertahun-tahun.

Cara penyembuhan masa lalu bisa menyakitkan, menegangkan dan tidak nyaman, dan malah menimbulkan masalah lebih parah daripada penyakit yang harus disembuhkannya.

Dikutip dari Listverse.com Jumat (2/6/2017), saat ini dunia kedokteran telah semakin maju dan pasien tidak usah lagi menjalani prosedur yang mengerikan pada masa lalu.

Berikut adalah sejumlah cara penyembuhan yang malah lebih menyakitkan daripada penyakitnya sendiri:

1. Buang Darah

Lintah jenis Hirudo Medicinalis telah diteliti mampu menyembuhkan sejumlah penyakit yang berhubungan dengan pengentalan darah, Bordeaux, Prancis, (23/11). (REUTERS / Regis Duvignau)

Buang darah (bloodletting) menjadi salah satu prosedur paling lazim untuk berbagai masalah, termasuk pusing dan demam. Ribuan tahun lalu, seorang tabib akan menggunakan alat seperti lanset atau bahkan kayu yang dilancipkan untuk membuka nadi pasien agar darah menetes ke suatu wadah.

Buang darah dipakai secara meluas karena para tabib menduga penyakit berasal dari kelebihan darah dalam sistem tubuh manusia.

Menurut teori, agar orang sehat, maka perlu ada keseimbangan 4 unsur, yaitu api, tanah, air dan udara, yang secara awam dikenal sebagai darah, lendir, empedu kuning, dan empedu hitam.

Melalui pembuangan sejumlah volume darah dari dalam tubuh, empat unsur itu kemudian seimbang lagi sehingga meningkatkan kesehatan dan kehidupan si pasien.

Kadang-kadang, jika pasien cukup beruntung, maka pengambilan darah dilakukan menggunakan lintah, bukan dengan pembukaan nadi. Ketika lintah ditempelkan di kulit, hewan itu mampu menyedot darah hingga beberapa kali ukuran tubuhnya. Penggunaan lintah menurun setelah 1850.

2. Terapi Air

Sejumlah pemain timnas Indonesia menjalani terapi air dingin. Terapi air dingin dilakukan pemain timnas Indonesia untuk mencegah cedera otot usai berlatih di lapangan SPH Karawaci, Tangerang (17/11/2014). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Terapi air digunakan di banyak panti pemulihan untuk mengatasi penyakit mental pada awal Abad ke-20. Air dipercaya menjadi perawatan efektif karena bisa dipanaskan atau didinginkan sehingga memberi reaksi berbeda pada tubuh. Tapi caranya bukan seperti masuk kolam air panas atau air dingin.

Beberapa cara penyembuhan memang terasa tidak terlalu berbahaya, karena hanya mensyaratkan mandi air panas dan air dingin berulang kali.

Masalahnya, hal itu terkadang dilakukan beberapa jam atau beberapa hari dan biasanya dilakukan dalam ruang kecil tanpa cahaya atau rangsangan suara.

Ada juga yang menggunakan bongkahan seprai yang telah direndam dalam air berbagai suhu dan kemudian dibalutkan pada pasien, bahkan hingga beberapa jam.

Terapi air merupakan cara perawatan yang lebih menenangkan dan dipakai untuk mengurangi sakit, memperbaiki peredaran darah, dan meningkatkan rasa tenang.

Olahraga dan pijat bawah air adalah bentuk terapi air yang paling umum dipakai pada masa kini. Seorang pasien biasanya dibantu oleh seorang ahli terapi jasmani.

3. Terapi Urine

Ilustrasi Foto Air Seni atau Urine (iStockphoto)

Minum urine sendiri terdengar jorok dan tidak sehat, tapi ada saja orang yang berpandangan bahwa urine menjadi suatu bentuk pengobatan alternatif. Terapi urine bisa berbeda dalam praktiknya, misalnya meminum urine atau memijatkan urine pada kulit.

Terapi ini dijadikan populer oleh ahli naturopati Inggris bernama John W. Armstrong. Ia mendapat ilham dari praktik dalam keluarganya ketika menangani berbagai penyakit dengan menggunakan urine, misalnya sakit gigi dan sengatan ringan.

Para pendukung perawatan tersebut menyebutkan bahwa urine mengandung sejumlah antibodi yang diperlukan untuk membantu tubuh melawan banyak penyakit, walaupun belum pernah ada penelitian ilmiah untuk mendukung pendapat tersebut.

4. Perawatan Air Raksa (Merkuri)

Ilustrasi air raksa (Hg). (Sumber Wikimedia Commons untuk ranah publik)

Merkuri dikenal sebagai logam yang bepotensi beracun, tapi dulunya lazim dipakai sebagai obat batuk dan obat gosok. Bangsa Persia dan Yunani Kuno menggunakannya karena menganggapnya bermanfaat.

Sementara itu para ahli kimia China menggunakan air raksa dalam bentuk cair dan merkuri sulfida berwarna merah untuk memperpanjang usia dan meningkatkan vitalitas.

Beberapa tabib bahkan berpendapat bahwa merkuri memberikan kemampuan pada pasien untuk berjalan di atas air dan meraih kehidupan kekal.

Merkuri juga dipakai sebagai obat populer untuk menyembuhkan penyakit menular seksual semisal sipilis. Kadang-kadang, merkuri disebut-sebut -- dan memang terbukti -- mengatasi sipilis, tapi si pasien malah mati karena kerusakan ginjal dan hati karena ada merkuri dalam tubuhnya.

Di Amerika Serikat, merkuri tidak lagi tersedia bebas dan harus dengan pengaturan tertentu.

5. Gegar Insulin

Ilustrasi terapi gegar insulin di Rumah Sakit Lapinlahti, Helsinki, Finlandia pada 1950-an. (Sumber Wikimedia Commons untuk ranah publik)

Gegar insulin dikenal juga sebagai terapi koma memakai insulin. Cara itu menjadi pengobatan pertama yang berhasil untuk skizofrenia. Pengobatannya memang tidak nyaman dan sangat berbahaya bagi pasien.

Pertama-tama insulin dipakai untuk menurunkan kecemasan, tremor, muntah-muntah, dan penurunan berat badan. Tapi ketika dosis ditambah, pasien memasuki keadaan tidak sadar, mengurangi permusuhan, dan mengurangi agresi.

Insulin dipakai pada para pasien skizofrenia karena, setelah mereka tidak sadar atau masuk dalam keadaan koma, pikiran-pikiran psikotik seakan mulai berkurang.

Rekoleksi pikiran-pikiran dan kecemasan berkurang karena terapi itu sehingga pasien tampak lebih tenang dan tidak mencemaskan halusinasi.

6. Roti Berkapang

Ilustrasi roti bulukan. (Sumber Wikimedia Commons/Henry Mühlpfordt via Creative Commons)

Beberapa budaya dunia menggunakan kapang, tanah, dan tanaman untuk menangani infeksi bakteri. Di masa Serbia, China, dan Yunani Kuno, roti berjamur (kapang) ditekan pada suatu luka demi mencegah infeksi.

Di Mesir, kerak pada roti berkapang ditekan pada infeksi kulit kepala karena sifat penyembuhannya. Pengobatan seperti itu diduga untuk mempengaruhi roh yang menyebabkan penyakit.

Penggunaan roti berkapang diduga menjadi suatu cara pertama kali sekaligus langka untuk penggunaan antibiotik dalam melawan penyakit. Sekarang ini kita memang tidak meyantap roti bulukan, tapi antibiotik mentah yang tumbuh di situlah yang membantu si pasien.

7. Lobotomi

Ilustrasi (iStock)

Lobotomi adalah prosedur bedah yang memisahkan jalur syaraf di suatu belahan otak dari kawasan lainnya. Cara itu dulunya dipakai untuk menangani pasien yang menderita skizofrenia, penyimpangan bipolar, dan gangguan lain pada mental.

Hasil-hasilnya mulai menunjukkan beberapa perbaikan yang menjanjikan tapi ada juga yang gagal memperbaiki sehingga orang yang sehat malah menurun keadaannya.

Penggunaan lobotomi mendapat kritikan deras ketika pertama kali dilakukan di Amerika Serikat, tapi kemudian lebih diterima dan dianggap sebagai prosedur mukjizat.

Ahli syaraf Amerika bernama Walter Jackson Freeman II mengganti prosedur itu dengan lobotomi transorbital.

Prosedur itu menggunakan benda yang mirip penjepit es yang dijejalkan secara paksa belakang kantung mata, lalu menembus tulang pemisah kantung mata dengan lobus depan. Cungkil itu kemudian dipakai untuk memutus hubungan-hubungan dalam otak.

Lobotomi kemudian diganti dengan penyembuhan yang kurang menegangkan dan lebih efektif semisal antidepresi, antipsikotik, dan obat-obat lain.

8. Memotong Lidah

Ilustrasi lidah manusia. (Sumber Pixabay/1045373)

Suatu glossectomy adalah prosedur membuang lidah seseorang, sedangkan hemiglossectomy hanya membuang sebagian lidah. Menurut sejarah, prosedur itu menjadi penyembuhan gagap dan hambatan bicara.

Seorang ahli bedah Jerman bernama Johann Frederich Dieffenbach memotong lidah para pasien sampai akhirnya hal dianggap melanggar hukum, apalagi banyak orang meninggal akibal prosedur itu.

Pemotongan sebagian lidah dipandang lebih sebagai hukuman, bukannya pengobatan, apalagi bagi pasien yang sudah gagap. Sekarang ini, terapi bicara menjadi penyembuhan yang palin lazim dipakai unutk membantu pasien mengatasi gagap. Cara itu lebih aman dan lebih efektif.

9. Electroconvulsive Therapy

Ilustrasi pelipis pada kepala manusia. (Sumber Wikimedia Commons/Pearson Scott Foresman untuk ranah publik)

Electroconvulsive therapy (ECT) dikenal juga sebagai terapi gegar (shock therapy). ECT adalah penyembuhan gangguan kejiwaan dengan menggunakan arus listrik untuk menghantar kejutan pada otak pasien.

ECT diperkenalkan pada 1930-an dan kebanyakan dipakai untuk menangani depresi. Dua elektroda dipasang pada pelipis untuk menghantar arus bolak-balik melalui kepala. Arus itu menyebabkan hilangnya kesadaran secara mendadak dan memicu kejang konvulsif.

Penyembuhan dengan ECT diberikan 3 kali seminggu dalam jangka waktu antara 2 hingga 6 minggu. Pasien yang lebih parah menerima penyembuhan 2 atau 3 kali dalam sehari.

Dengan adanya obat-obatan baru, ECT mulai berkurang sejak 1960-an. Tapi, pada 1970-an, penggunaannya marak lagi. Metode pengobatan diperbaiki sehingga lebih nyaman dipadu dengan manajemen pembiusan yang lebih baik.

ECT dipandang sebagai salah satu penyembuhan yang paling baik untuk penyakit kejiwaan, tapi hanya diberikan kepada para pasien yang tidak memberi tanggapan pada obat-obatan yang ada.

10. Trefinasi

Ilustrasi tengkorak manusia (iStock)

Trefinasi mungkin merupakan cara terburuk untuk penyembuhan pada pasien. Proses itu melibatkan pengeboran sebuah lubang pada tengkorak manusia sehingga memaparkan lapisan-lapisan pelindung otak.

Di masa lalu, melubangi kepala dianggap sebagai cara melepaskan roh setan dari dalam diri seseorang. Mereka juga percaya bahwa proses itu mungkin bisa membantu meringankan pusing, infeksi, kejang, dan tulang retak.

Dalam trefinasi paling awal, lubangnya dibuat dengan cara mencungkil tulang tengkorak menggunakan batu tajam atau benda sejenisnya. Kemudian diciptakanlah perkakas primitif yang bisa membuat lubang bulat berukuran kecil, dan bagian tulang tengkoraknya dicongkel ke luar.

Bor mekanis dan alat gergaji muncul di Abad Pertengahan sehingga mempermudah pembuatan lobang.

Trefinasi masih dipakai sekarang ini untuk hematoma bersifat epidural dan subdural. Cara itu juga memungkinkan beberapa prosedur bedah syaraf semisal pemantauan tekanan dalam tempurung kepala ataupun suatu kraniatomi.

Perangkat yang dipakai sekarang ini jauh lebih baik sehingga mengurangi trauma dan tekanan pada pasien.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya