Liputan6.com, Sydney - Untuk kedua kalinya, kelompok tari Suara Indonesia yang berasal dari Sydney, Australia akan tur ke Eropa. Mereka mempromosikan tari tradisional Indonesia sebagai cara merayakan keberagaman dan cinta pada seni dan budaya.
Sudah sangat sering kelompok kesenian tradisional Indonesia tur mempromosikan budaya ke luar negeri. Banyak pula kelompok warga di luar negeri yang rajin mempromosikan kesenian Indonesia di tempat mereka tinggal.
Baca Juga
Namun tak banyak kelompok yang berbasis di luar negeri dan mempromosikan kesenian Indonesia ke negara lain seperti yang dilakukan Suara Indonesia Dance.
Advertisement
Kelompok tari yang berbasis di Sydney, Australia itu akan tur ke Eropa bulan ini. Mereka akan tampil di Inggris, Belanda, Republik Ceko dan Jerman.
Tahun 2013 lalu, mereka pernah mengunjungi Republik Ceko, Jerman, Belanda, Perancis, dan Inggris untuk memperkenalkan budaya Indonesia.
Pendiri Suara Indonesia Alfira O'Sullivan dan suaminya Murtala yang juga koreografer telah bertolak lebih dulu ke Eropa. Mereka mendampingi kelompok paduan suara anak Gondwana National Choirs yang akan menampilkan tari tepuk tubuh asal Aceh, Ratoh Duek ke Estonia, Latvia, Lithuania dan Islandia.
Sementara anggota Suara Indonesia lainnya akan menyusul ke Eropa akhir bulan Juli. Demikian seperti dikutip dari AustraliaPlus pada Rabu (28/6/2017).
Alfira mendirikan Suara Indonesia pada tahun 2001. Nama ini terinspirasi dari radio Suara Indonesia di Sydney tempat ibu Alfira mengelola sebuah program di akhir tahun 1990an.
"Dia bertanya kepada saya dan teman saya, lagu apa yang sedang disenangi anak muda Indonesia. Lalu saya ajak teman kuliah saya ke radio untuk memilih lagu. Kami suka menari, sebagai hobi, tampil di acara-acara komunitas," kata Alfira dalam wawancara dengan Radio National ABC, Minggu 25 Juni.
Pada tahun 2000 Alfira ke Yogyakarta untuk belajar tari tradisional di Institut Seni Indonesia (ISI) selama setahun. Kembali ke Sydney Alfira yang berdarah Irlandia dan Aceh mendapat permintaan lebih banyak untuk mengajar dan tampil di acara-acara.
Dia pun berhenti dari pekerjaannya mengajar bahasa Inggris untuk fokus menari.
Pada tahun 2006, perempuan kelahiran Perth ini ke Aceh untuk bekerja sebagai relawan membantu masyarakat pasca-tsunami. Di sana dia bertemu Murtala, seorang koreografer yang mengelola LSM dengan aktivitas pengajaran menari sebagai penyembuhan trauma akibat tsunami.
Murtala banyak melakukan eksplorasi pada Ratok Dueh, seni perkusi tubuh.
"Tapi berapa banyak pun orangnya, filosofi seni ini adalah untuk menjadi satu lagu." Menurut Alfira kesenian ini adalah tari sekaligus musik. "Menggunakan tangan dan tubuh untuk membentuk ritme dan menyanyi pada saat yang bersamaan," kata dia.
Murtala menambahkan di Aceh tidak ada kata tersendiri untuk tari dan musik. "Jadi tari duduk di Aceh sebenarnya bukan sekadar gerak tari, penari adalah sekaligus pemusik," kata Murtala.
Mencari Dana dari Warga
Sejak Murtala pindah ke Australia, mereka mendatangi lebih banyak tempat, mengajar workshop dan tampil di festival-festival, sekolah dan komunitas.
Mereka banyak mengajar tari Aceh dan Sumatera Barat yang umumnya dilakukan oleh banyak orang, jadi sangat menarik untuk banyak peserta.
Salah satu kegiatan yang pernah mereka lakukan adalah mengajarkan tari Nusantara ke warga Aborigin di Australia Utara.
Untuk tur ke Eropa, Suara Indonesia melakukan pengumpulan dana secara swadaya seperti berjualan masakan Indonesia. Mereka juga membuat program pendanaan oleh khalayak (crowd-funding) di situs Pozible yang hampir mencapai target US$ 10 ribu.
Untuk pendukung crowdfunding mereka menawarkan kompensasi seperti kain batik, tas, kaos, atau baju hangat, tergantung besaran dukungan.
Suara Indonesia mengharapkan dukungan lebih banyak orang untuk usaha mereka. Menurut Amelia Darmawan, anggota Suara Indonesia, promosi kebudayaan seperti yang dilakukan kelompoknya adalah hal yang penting di tengah situasi dunia saat ini.