Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara kembali melakukan pembangkangan. Mereka kembali melakukan uji rudal misil untuk yang ke-11 kalinya sepanjang 2017.
Kini, melalui media pemerintah, Korea Utara mengonfirmasi telah sukses melakukan uji coba misil jarak jauh lintas benua (ICBM) atas perintah Kim Jong-un, pada Selasa 4 Juli 2017. Demikian diwartakan CNN, Selasa (4/7/2017).
Advertisement
Baca Juga
Uji coba ICBM yang dilaksanakan pada Selasa pagi waktu setempat itu mencapai ketinggian hingga melebihi 2.500 km, menurut laporan Kementerian Pertahanan Jepang.
Misil itu diluncurkan dari Paghyon, Provinsi Pyongan Utara, dan terbang selama 40 menit sejauh 930 km ke Laut Jepang. Misil itu kemudian jatuh di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Nippon yang kira-kira berjarak 200 nautikal mil dari garis pantai. Hal itu diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan, Takahiro Hirano.
Melihat catatan ketinggian dan jarak yang mampu dicapai ICBM tersebut, CNN mengklaim bahwa uji coba misil 4 Juli 2017 merupakan tes tersukses yag pernah dilakukan oleh Korea Utara. Terutama, jika dibandingkan dengan uji coba misil pada 14 Mei 2017 (mencapai ketinggian 2.100 km), yang diklaim oleh Pyongyang sebagai salah satu tes rudal tersukses.
Sementara itu, Komando Pasifik AS menjelaskan bahwa misil itu merupakan jenis land-based, intermediate range ballistic missile, dan terbang selama 37 menit.
"The North American Aerospace Defense Command (NORAD) menilai bahwa misil yang diluncurkan Korea Utara pada Selasa pagi tadi, bukanlah ancaman bagi kawasan Amerika Utara," kata pernyataan yang disampaikan oleh Komando Pasifik AS.
David Wright, direktur Global Security Program dari Union of Concerned Scientist menjelaskan, misil tersebut berpotensi mampu mencapai jarak 6.700 km.
"Meski tidak dapat mencapai daratan AS, ICBM tersebut berpotensi menjangkau kawasan Alaska," kata David Wright.
Sementara itu, Kim Dong-yub, analis dari University of North Korean Studies di Seoul, Korea Selatan, mengatakan, "Jika diluncurkan menggunakan sudut yang tepat, misil itu mampu mencapai jarak 4.500 km."
Namun, pakar itu menilai bahwa uji coba misil pada Selasa pagi tadi, sengaja dilakukan untuk tes pencapaian ketinggian rudal (lofted trajectory), yakni dengan menembakkan proyektil ke batas atmosfer bumi, kemudian jatuh lagi ke bawah.
Melissa Hanham, peneliti senior dari James Martin Center for Nonproliferation Studies menjelaskan bahwa uji coba tersebut mungkin saja memiliki motif politik, mengingat bertepatan dengan perayaan kemerdekaan Amerika Serikat, 4 Juli.
Peluncuran misil itu juga datang setelah ancaman Presiden Donald Trump yang memberi batas waktu peringatan kepada Korut. AS beserta sekutunya mulai frustrasi dengan mandeknya program untuk menghentikan aksi nekat rudal dan nuklir Pyongyang.
Uji coba misil itu juga dilakukan beberapa hari sejak Presiden Trump dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berkomitmen akan bekerja sama dengan Korea Selatan untuk meningkatkan tekanan terhadap Korea Utara. Komitmen itu diutarakan langsung oleh Trump dan Abe melalui sambungan telepon.
Selain menghubungi PM Abe, Presiden Trump juga menelepon Presiden China Xi Jinping pada Minggu, 2 Juli 2017 malam waktu setempat. Mereka akan mendiskusikan ancaman yang berkembang dari program pengembangan rudal dan hulu ledak nuklir Korea Utara. Kemungkinan, Trump juga akan meminta China untuk menekan Korea Utara lewat aspek ekonomi.
Tak hanya itu, pada Kamis, 29 Juli 2017, Kementerian Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada sejumlah entitas finansial dan perbankan asal China yang dituduh oleh Washington sebagai "pipa penghubung" dengan firma bisnis Korut. Entitas China itu antara lain Bank of Dandong, sebuah perusahaan, dan dua individu penggiat finansial asal Tiongkok.
Kesabaran Trump terhadap Korut Mulai Habis?
Pada kesempatan yang berbeda, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan kesabarannya terhadap Korea Utara sudah habis. Pernyataan itu ia sampaikan saat menjamu Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dalam kunjungan kenegaraan di Gedung Putih pada Jumat, 30 Juni 2017.
"Era kesabaran strategis terhadap rezim Korea Utara telah gagal. Dan jujur, kesabaran itu sudah habis," kata Presiden Trump yang turut didengarkan oleh Presiden Moon di Gedung Putih, seperti yang dikutip oleh CNN.
Presiden ke-45 AS itu juga mengatakan bahwa AS menghadapi ancaman rezim brutal Korea Utara yang tidak mengindahkan keamanan serta keselamatan manusia dan warga negara tetangganya. "Saya berjanji bahwa akan terus melindungi kepentingan dan koalisi AS di kawasan," demikian ia mengklaim.